26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Air Mata Iringi Korban Sinabung

Laporan:
Parlindungan Harahap

Suryadi Surbakti dan Masir Br Sembiring tidak kuasa memendam rasa sedih atas kepergian anak laki semata wayangnya, Daud Surbakti. Remaja berusia 16 tahun itu merupakan satu di antara korban yang tewas saat semburan debu panas yang dikeluarkan Gunung Sinabung, Sabtu (1/2) pagi kemarin. Air mata pun mengiring jenazah Daud Surbakti saat dimakamkan di Tempat Pemakaman Keluarga di Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo, Minggu (2/2) siang.

MERATAP: Sejumlah keluarga Daut Surbakti salah satu korban erupsi Gunung Sinabung melakukan pemakaman di Desa Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Minggu (2/2). //aminoer rasyid/sumut pos
MERATAP: Sejumlah keluarga Daut Surbakti salah satu korban erupsi Gunung Sinabung melakukan pemakaman di Desa Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Minggu (2/2). //aminoer rasyid/sumut pos

Daud Surbakti merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Wajar, kedua orangtuanya beserta ketiga kakak perempuannya, Lita Ayu Br Surbakti, Vivin Handayani Br Surbakti dan Adriana Br Surbakti terus menangis saat Daud menjadi korban atas keganasan Gunung Sinabung.

Selain anak paling kecil dalam keluarganya, Daud merupakan tumpuan masa depan Surya Surbakti mengingat dialah lelaki satu-satunya. Ternyata tidak cuma keluarga Surbakti, tetangga juga merasa kehilangan dengan kepergian Daud tersebut.

Daud semasa hidupnya dikenal suka bergaul itu, sehingga banyak teman dan tetangganya merasa kehilangan dirinya.

Ayah Daud, Suryadi menceritakan awal musibah yang dialami Daud. Saat itu, Daud meminjam sepeda motor darinya untuk pergi mandi-mandi bersama kawannya. Sampainya di perempatan Desa Lau Gumba Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo, tidak jauh dari posko pengungsi, rem sepeda motor yang dipinjam Daud putus. Daud kemudian mengembalikan sepeda motornya kepada Suryadi.

“Setelah sepeda motor itu saya ambil, lalu saya bawa bengkel,” ungkap Suryadi pada Sumut Pos.

Daud yang lama tinggal di Desa Selandi Baru, kemudian kembali pergi bersama dua temannya dengan mengendarai sepeda motor milik temannya. Namun, kepergian Daud saat itu tidak diketahui keluarganya. Belakangan Suryadi mengetahui kalau  putra nya itu pergi ke Desa Sukameriah, salah satu kawasan yang terkena awan panas semburan Gunung Simabung.

“Sebelumnya saya dan isteri saya tidak ada firasat akan terjadinya peristiwa ini. Namun, dengan putusnya rem sepeda motor kami secara tiba-tiba itu, menurut saya itulah pertanda kalau dia saat itu hendak pergi selamanya,” ujar Surya mengakhiri.

Sementara seorang yang mengevakuasi jenazah korban dari lokasi kejadian, S Sitepu mengaku kalau saat itu dirinya mendapati Daud sudah tidak bernyawa, tergelat di atas abu yang tebal. S Sitepu kemudian mengevakuasi jenazah almarhum dari lokasi kejadian.

“Waktu mau dievakuasi, tidak ada lagi mobil yang bisa digunakan. Terlebih, kondisi dan situasi di lokasi kejadian sangat mengancam. Tanpa pikir panjang lagi saya bawa jenazah almarhum (Daud) itu dengan sepeda motor,” tandas S Sitepu singkat.

Pantauan Sumut Pos, terlihat jenazah Daud Surbakti dibawa dari Rumah Sakit Umum Kabanjahe menggunakan mobil ambulance BK 341 S. Jenazah, tidak lagi dibawa ke rumah duku di Desa Selandi Baru untuk disemayamkan, mengingat situasi dan kondisi tidak baik. Oleh karena itu, jenazah langsung dimakamkan di Tempat Pemakaman Keluarga di Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Turut dalam pemakaman itu, keluarga, kerabat, tetangga hingga teman almarhum semasa hidup.

Begitu juga dengan korban lainnya, Mahal Telasonika Surbakti. Rasa sedih juga melanda keluarga yang ditinggal Mahal. Pria berusia 25 tahun ini merupakan korban tewas terkena awan panas di Desa Sukameriah Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Sebelum dimakamkan di Desa Payung Kecamatan Payung, Minggu (2/2) siang, Mahal terlebih dulu disemayamkan keluarganya di Jambur Sempakata, Jalan Jamin Ginting Kecamatan Kabanjahe.

Sebelum meninggal, pria yang berprofesi sebagai guru honorer di SD Desa Suka Meriah itu, diceritakan keluarganya sempat pamitan kepada kedua orangtuanya, Daswati Surbakti dan Rohani Br Sembiring untuk melihat pemandangan di kaki Gunung Sinabung di desa Suka Meriah Kecamatan Payung.

“Sebelumnya dia memang sering pergi ke sana. Kami tidak ada berfirasat tidak baik. Terlebih, sebelumnya kami mendapat informasi kalau kondisi di daerah itu mulai membaik,” kata Roy Surbakti, adik almarhum Mahal Telasonika Surbakti, ditemui Sumut Pos di Jambur Sempakata.

Lebih lanjut, anak ke-3 dari 4 bersaudara itu mengaku tidak tahu tujuan Mahal. Begitu juga dengan pendamping yang merupakan temannya sesama Gerakan Muda Kristen Indonesia (GMKI) asal Lauser, Aceh yang selamat dalam musibah itu.

Sementara itu, korban lainnya, Tekel Sembiring juga terlebih dahulu disemayamkan di Jambur Makmur Adil lalu dikebumikan di Desa Payung Kecamatan Payung, Minggu (2/2) pagi.

Bapak 3 anak itu dikabarkan mendatangi Desa Sukameriah, untuk mengantarkan kerabatnya untuk berziarah ke makam yang ada di Desa Sukameriah. Namun, sepulangnya dari ziarah Tekel kembali ke Desa Sukameriah, untuk melihat keadaan perkebunannya.

“Katanya dia pulang mau ngantar kerabatnya berziarah. Namun, setelah pulang berziarah, dia malah naik lagi ke atas. Saat itulah awan panas datang dan dia tidak lagi menyelamatkan diri,” ungkap salah seorang kerabat Tekel Sembiring. (azw)

Laporan:
Parlindungan Harahap

Suryadi Surbakti dan Masir Br Sembiring tidak kuasa memendam rasa sedih atas kepergian anak laki semata wayangnya, Daud Surbakti. Remaja berusia 16 tahun itu merupakan satu di antara korban yang tewas saat semburan debu panas yang dikeluarkan Gunung Sinabung, Sabtu (1/2) pagi kemarin. Air mata pun mengiring jenazah Daud Surbakti saat dimakamkan di Tempat Pemakaman Keluarga di Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo, Minggu (2/2) siang.

MERATAP: Sejumlah keluarga Daut Surbakti salah satu korban erupsi Gunung Sinabung melakukan pemakaman di Desa Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Minggu (2/2). //aminoer rasyid/sumut pos
MERATAP: Sejumlah keluarga Daut Surbakti salah satu korban erupsi Gunung Sinabung melakukan pemakaman di Desa Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Minggu (2/2). //aminoer rasyid/sumut pos

Daud Surbakti merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Wajar, kedua orangtuanya beserta ketiga kakak perempuannya, Lita Ayu Br Surbakti, Vivin Handayani Br Surbakti dan Adriana Br Surbakti terus menangis saat Daud menjadi korban atas keganasan Gunung Sinabung.

Selain anak paling kecil dalam keluarganya, Daud merupakan tumpuan masa depan Surya Surbakti mengingat dialah lelaki satu-satunya. Ternyata tidak cuma keluarga Surbakti, tetangga juga merasa kehilangan dengan kepergian Daud tersebut.

Daud semasa hidupnya dikenal suka bergaul itu, sehingga banyak teman dan tetangganya merasa kehilangan dirinya.

Ayah Daud, Suryadi menceritakan awal musibah yang dialami Daud. Saat itu, Daud meminjam sepeda motor darinya untuk pergi mandi-mandi bersama kawannya. Sampainya di perempatan Desa Lau Gumba Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo, tidak jauh dari posko pengungsi, rem sepeda motor yang dipinjam Daud putus. Daud kemudian mengembalikan sepeda motornya kepada Suryadi.

“Setelah sepeda motor itu saya ambil, lalu saya bawa bengkel,” ungkap Suryadi pada Sumut Pos.

Daud yang lama tinggal di Desa Selandi Baru, kemudian kembali pergi bersama dua temannya dengan mengendarai sepeda motor milik temannya. Namun, kepergian Daud saat itu tidak diketahui keluarganya. Belakangan Suryadi mengetahui kalau  putra nya itu pergi ke Desa Sukameriah, salah satu kawasan yang terkena awan panas semburan Gunung Simabung.

“Sebelumnya saya dan isteri saya tidak ada firasat akan terjadinya peristiwa ini. Namun, dengan putusnya rem sepeda motor kami secara tiba-tiba itu, menurut saya itulah pertanda kalau dia saat itu hendak pergi selamanya,” ujar Surya mengakhiri.

Sementara seorang yang mengevakuasi jenazah korban dari lokasi kejadian, S Sitepu mengaku kalau saat itu dirinya mendapati Daud sudah tidak bernyawa, tergelat di atas abu yang tebal. S Sitepu kemudian mengevakuasi jenazah almarhum dari lokasi kejadian.

“Waktu mau dievakuasi, tidak ada lagi mobil yang bisa digunakan. Terlebih, kondisi dan situasi di lokasi kejadian sangat mengancam. Tanpa pikir panjang lagi saya bawa jenazah almarhum (Daud) itu dengan sepeda motor,” tandas S Sitepu singkat.

Pantauan Sumut Pos, terlihat jenazah Daud Surbakti dibawa dari Rumah Sakit Umum Kabanjahe menggunakan mobil ambulance BK 341 S. Jenazah, tidak lagi dibawa ke rumah duku di Desa Selandi Baru untuk disemayamkan, mengingat situasi dan kondisi tidak baik. Oleh karena itu, jenazah langsung dimakamkan di Tempat Pemakaman Keluarga di Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Turut dalam pemakaman itu, keluarga, kerabat, tetangga hingga teman almarhum semasa hidup.

Begitu juga dengan korban lainnya, Mahal Telasonika Surbakti. Rasa sedih juga melanda keluarga yang ditinggal Mahal. Pria berusia 25 tahun ini merupakan korban tewas terkena awan panas di Desa Sukameriah Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Sebelum dimakamkan di Desa Payung Kecamatan Payung, Minggu (2/2) siang, Mahal terlebih dulu disemayamkan keluarganya di Jambur Sempakata, Jalan Jamin Ginting Kecamatan Kabanjahe.

Sebelum meninggal, pria yang berprofesi sebagai guru honorer di SD Desa Suka Meriah itu, diceritakan keluarganya sempat pamitan kepada kedua orangtuanya, Daswati Surbakti dan Rohani Br Sembiring untuk melihat pemandangan di kaki Gunung Sinabung di desa Suka Meriah Kecamatan Payung.

“Sebelumnya dia memang sering pergi ke sana. Kami tidak ada berfirasat tidak baik. Terlebih, sebelumnya kami mendapat informasi kalau kondisi di daerah itu mulai membaik,” kata Roy Surbakti, adik almarhum Mahal Telasonika Surbakti, ditemui Sumut Pos di Jambur Sempakata.

Lebih lanjut, anak ke-3 dari 4 bersaudara itu mengaku tidak tahu tujuan Mahal. Begitu juga dengan pendamping yang merupakan temannya sesama Gerakan Muda Kristen Indonesia (GMKI) asal Lauser, Aceh yang selamat dalam musibah itu.

Sementara itu, korban lainnya, Tekel Sembiring juga terlebih dahulu disemayamkan di Jambur Makmur Adil lalu dikebumikan di Desa Payung Kecamatan Payung, Minggu (2/2) pagi.

Bapak 3 anak itu dikabarkan mendatangi Desa Sukameriah, untuk mengantarkan kerabatnya untuk berziarah ke makam yang ada di Desa Sukameriah. Namun, sepulangnya dari ziarah Tekel kembali ke Desa Sukameriah, untuk melihat keadaan perkebunannya.

“Katanya dia pulang mau ngantar kerabatnya berziarah. Namun, setelah pulang berziarah, dia malah naik lagi ke atas. Saat itulah awan panas datang dan dia tidak lagi menyelamatkan diri,” ungkap salah seorang kerabat Tekel Sembiring. (azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/