26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Rencana Pembentukan Sumatera Tenggara, Kental Kepentingan Elit Politik

Peta Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di akhir masa jabatannya, DPRD Sumut periode 2014-2019 terus mengebut legal standing pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng). Kengototan DPRD Sumut ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pengamat politik Dadang Darmawan menilai, wacana pembentukan Provinsi Sumteng ini bukan atas dasar kepentingan umum untuk mensekahterakan masyarakat, melainkan kepentingan elit politik.

Menurut Dadang Darmawan, wacana pembentukan Provinsi Sumteng itu didominasi oleh opini elit politik di Sumut. “Apakah sudut pandang elit politik ini akan membawa perubahan yang baik? Itu masih harus dibuktikan. Jadi, opini ini belum tentu melahirkan apa yang diopinikan,” kata Dadang kepada Sumut Pos, Selasa (2/7).

Kepentingan elit politik dengan opini pembentukan Provinsi Sumteng, kata Dadang, lagi-lagi tak terlepas dari yang namanya kekuasaan. “Jadi menurut saya, ini lebih banyak kepentingan elit politik dalam tarik ulur kekuasan. Munculnya provinsi baru akan memunculkan kekuasaan baru dan tentu bicara soal anggaran. Itu hampir semua model-model daerah otonomi baru seperti itu,” ungkapnya.

Namun tanpa disadari, pembentukan kabupaten atau provinsi baru ujungnya-ujungnya akan membebani APBN. “Hampir dari ratusan kabupaten baru dan provinsi yang terbentuk hanya menambah beban APBN. Diketahui, beban sekarang saja sudah sepertiga dari APBN, sehingga pada masa SBY moratorium atau penghentian pembentukan pemekaran daerah otonomi baru dihentikan sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” papar Dadang.

Ia pun menyayangkan tidak adanya kajian yang komperehensi tentang berapa idealnya jumlah provinsi dan kabupaten di Indonesia. “Sekarang secara teori kita tidak tahu berapa jumlah ideal provinsi dan kabupaten di Indonesia. Harusnya ada kajian komperehensif untuk itu, bila tidak, bukan tidak mungkin akan bakalan banyak lagi daerah yang akan dimekarkan. Sekarang okelah masih 5 yang diperkirakan untuk memekarkan provinsi di Sumut. Tapi untuk ke depannya kita tidak tahu, bisa saja nanti kabupaten dimekarkan menjadi provinsi,” ungkapnya.

Ketika ditanyai, apakah pembangunan di Sumut sudah merata? Dadang mengakui belum. Tolok ukur pembangunan menurut Dadang adalah bagaimana pembangunan itu berdampak positif ke masyarakat. “Kalau saya lihat pembangunan di Sumut masih jauh dari kebutuhan masyarakat yang real, padahal kalau dibilang secara geografis dan keberadaan sumber daya alam masih jauh. Kita bicara pembangunan adalah bicara bagaimana pembangunan itu bisa langsung dirasakan ke masyarakat. Jadi saya rasa rencana pemekaran ini lagi-lagi hanya bakal menjadi ajang kepentingan elit politik,” ungkapnya.

Begitupun, menurut amatan Dadang, ada pula beberapa daerah pemekaran yang berkembang, seperti Sergai dengan kebijakan pelayanan terpadu satu pintunya pascadimekarkan dari Deliserdang. “Ada banyak terobosan pembangunan di sana. Kemudian seperti Humbahas termasuk salahsatu yang dimekarkan lumayan pembangunannya, kemudian Madina dari Tapsel. Saya kira beberapa daerah itu dicatat berkembang setelah dimekarkan walaupun masih ada masalah yang terjadi. Sementara untuk provinsi ada Gorontalo yang dulu dijadikan ikon sebagai provinsi yang berkembang baik, kemudian ada Banten,” ungkapnya.

Alhasil ia mengingatkan agar wacana pemekaran Sumatera Tenggara itu perlu komitmen. “Untuk itu kita butuh komitmen serius elit politik untuk memekarkan provinsi tadi. Selagi harus ada komitmen agar pemekaran itu berhasil, bila perlu dibuat pakta integritas dengan masyarakat mau dibawa ke mana bila provinsi Sumatera Tenggara jadi dimekarkan,” pungkas Dadang.

Sebelumnya, anggota DPRD Sumatera Utara dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut VII, Burhanuddin Siregar mengatakan, usulan rekomendasi DOB di Sumut sebenarnya sudah dilakukan dewan periode 2009-2014. “Sudah ada dua provinsi yang sebelumnya diusulkan untuk dimekarkan, yakni Provinsi Tapanuli dan Provinsi Nias,” kata penggagas pembentukan Provinsi Sumteng ini, menjawab Sumut Pos, Senin (1/7).

Karena itu, selain mengajak seluruh komponen masyarakat Tabagsel untuk menyatukan persepsi menyikapi wacana pembentukan Provinsi Sumteng, Burhanuddin meminta para tokoh dan penggagas Provinsi Tapanuli dan Provinsi Nias -yang tidak lagi bicara pascamoratorium-, agar kembali berjuang.

“Kami tentu menyambut terbuka jika ada keinginan dari mereka (Tapanuli dan Nias) untuk sama-sama berjuang, agar presiden mencabut kebijakan moratorium DOB. Apalagi kami memahami selama lima tahun menjabat, sangat belum maksimal apa yang kami perjuangkan untuk daerah kami. Karenanya melalui pemekaran ini nantinya, Tabagsel dan sekitarnya menjadi daerah yang berkembang serta maju,” katanya.

Sebagai upaya mewujudkan wacana pemekaran, anggota DPRD Sumut Dapil Sumut VII telah bertemu dengan Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman pekan lalu. Selanjutnya pada Rabu (3/7) besok, mereka berencana beraudiensi dengan Gubernur Edy Rahmayadi. “Kami sedang mengupayakan legal standing dari pembentukan Provinsi Sumteng,” tandasnya.

Dari pertemuan dengan Wagirin Arman, dia mengakui sudah ada sinyalemen positif bahwa rencana pembentukan Provinsi Sumteng akan ikut masuk sebagai rekomendasi baru untuk diusulkan kepada presiden nantinya.

“Pemekaran ini ‘kan bukan pekerjaan yang mudah. Maka dari itu kami perlu berdiskusi dengan banyak pihak termasuk gubernur, untuk kemudian mendapat dukungan dari beliau. Saya sudah kontak Kabag Protokol Fahri, untuk diagendakan bertemu hari Rabu. Kami masih menunggu jawabannya,” katanya.

Adapun agenda lain pihaknya akan bertemu dengan para fraksi di DPRD Sumut dan para ketua partai politik tingkat Sumut. Tujuannya membangun kesepahaman bersama terkhusus para dewan di wilayah Tabagsel. “Setelah itu kami juga berencana membawa rencana ini ke Kemendagri dan Komisi II DPR, untuk selanjutnya dapat diteruskan kepada presiden,” tutur politisi PKS tersebut. (dvs)

Peta Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di akhir masa jabatannya, DPRD Sumut periode 2014-2019 terus mengebut legal standing pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng). Kengototan DPRD Sumut ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pengamat politik Dadang Darmawan menilai, wacana pembentukan Provinsi Sumteng ini bukan atas dasar kepentingan umum untuk mensekahterakan masyarakat, melainkan kepentingan elit politik.

Menurut Dadang Darmawan, wacana pembentukan Provinsi Sumteng itu didominasi oleh opini elit politik di Sumut. “Apakah sudut pandang elit politik ini akan membawa perubahan yang baik? Itu masih harus dibuktikan. Jadi, opini ini belum tentu melahirkan apa yang diopinikan,” kata Dadang kepada Sumut Pos, Selasa (2/7).

Kepentingan elit politik dengan opini pembentukan Provinsi Sumteng, kata Dadang, lagi-lagi tak terlepas dari yang namanya kekuasaan. “Jadi menurut saya, ini lebih banyak kepentingan elit politik dalam tarik ulur kekuasan. Munculnya provinsi baru akan memunculkan kekuasaan baru dan tentu bicara soal anggaran. Itu hampir semua model-model daerah otonomi baru seperti itu,” ungkapnya.

Namun tanpa disadari, pembentukan kabupaten atau provinsi baru ujungnya-ujungnya akan membebani APBN. “Hampir dari ratusan kabupaten baru dan provinsi yang terbentuk hanya menambah beban APBN. Diketahui, beban sekarang saja sudah sepertiga dari APBN, sehingga pada masa SBY moratorium atau penghentian pembentukan pemekaran daerah otonomi baru dihentikan sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” papar Dadang.

Ia pun menyayangkan tidak adanya kajian yang komperehensi tentang berapa idealnya jumlah provinsi dan kabupaten di Indonesia. “Sekarang secara teori kita tidak tahu berapa jumlah ideal provinsi dan kabupaten di Indonesia. Harusnya ada kajian komperehensif untuk itu, bila tidak, bukan tidak mungkin akan bakalan banyak lagi daerah yang akan dimekarkan. Sekarang okelah masih 5 yang diperkirakan untuk memekarkan provinsi di Sumut. Tapi untuk ke depannya kita tidak tahu, bisa saja nanti kabupaten dimekarkan menjadi provinsi,” ungkapnya.

Ketika ditanyai, apakah pembangunan di Sumut sudah merata? Dadang mengakui belum. Tolok ukur pembangunan menurut Dadang adalah bagaimana pembangunan itu berdampak positif ke masyarakat. “Kalau saya lihat pembangunan di Sumut masih jauh dari kebutuhan masyarakat yang real, padahal kalau dibilang secara geografis dan keberadaan sumber daya alam masih jauh. Kita bicara pembangunan adalah bicara bagaimana pembangunan itu bisa langsung dirasakan ke masyarakat. Jadi saya rasa rencana pemekaran ini lagi-lagi hanya bakal menjadi ajang kepentingan elit politik,” ungkapnya.

Begitupun, menurut amatan Dadang, ada pula beberapa daerah pemekaran yang berkembang, seperti Sergai dengan kebijakan pelayanan terpadu satu pintunya pascadimekarkan dari Deliserdang. “Ada banyak terobosan pembangunan di sana. Kemudian seperti Humbahas termasuk salahsatu yang dimekarkan lumayan pembangunannya, kemudian Madina dari Tapsel. Saya kira beberapa daerah itu dicatat berkembang setelah dimekarkan walaupun masih ada masalah yang terjadi. Sementara untuk provinsi ada Gorontalo yang dulu dijadikan ikon sebagai provinsi yang berkembang baik, kemudian ada Banten,” ungkapnya.

Alhasil ia mengingatkan agar wacana pemekaran Sumatera Tenggara itu perlu komitmen. “Untuk itu kita butuh komitmen serius elit politik untuk memekarkan provinsi tadi. Selagi harus ada komitmen agar pemekaran itu berhasil, bila perlu dibuat pakta integritas dengan masyarakat mau dibawa ke mana bila provinsi Sumatera Tenggara jadi dimekarkan,” pungkas Dadang.

Sebelumnya, anggota DPRD Sumatera Utara dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut VII, Burhanuddin Siregar mengatakan, usulan rekomendasi DOB di Sumut sebenarnya sudah dilakukan dewan periode 2009-2014. “Sudah ada dua provinsi yang sebelumnya diusulkan untuk dimekarkan, yakni Provinsi Tapanuli dan Provinsi Nias,” kata penggagas pembentukan Provinsi Sumteng ini, menjawab Sumut Pos, Senin (1/7).

Karena itu, selain mengajak seluruh komponen masyarakat Tabagsel untuk menyatukan persepsi menyikapi wacana pembentukan Provinsi Sumteng, Burhanuddin meminta para tokoh dan penggagas Provinsi Tapanuli dan Provinsi Nias -yang tidak lagi bicara pascamoratorium-, agar kembali berjuang.

“Kami tentu menyambut terbuka jika ada keinginan dari mereka (Tapanuli dan Nias) untuk sama-sama berjuang, agar presiden mencabut kebijakan moratorium DOB. Apalagi kami memahami selama lima tahun menjabat, sangat belum maksimal apa yang kami perjuangkan untuk daerah kami. Karenanya melalui pemekaran ini nantinya, Tabagsel dan sekitarnya menjadi daerah yang berkembang serta maju,” katanya.

Sebagai upaya mewujudkan wacana pemekaran, anggota DPRD Sumut Dapil Sumut VII telah bertemu dengan Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman pekan lalu. Selanjutnya pada Rabu (3/7) besok, mereka berencana beraudiensi dengan Gubernur Edy Rahmayadi. “Kami sedang mengupayakan legal standing dari pembentukan Provinsi Sumteng,” tandasnya.

Dari pertemuan dengan Wagirin Arman, dia mengakui sudah ada sinyalemen positif bahwa rencana pembentukan Provinsi Sumteng akan ikut masuk sebagai rekomendasi baru untuk diusulkan kepada presiden nantinya.

“Pemekaran ini ‘kan bukan pekerjaan yang mudah. Maka dari itu kami perlu berdiskusi dengan banyak pihak termasuk gubernur, untuk kemudian mendapat dukungan dari beliau. Saya sudah kontak Kabag Protokol Fahri, untuk diagendakan bertemu hari Rabu. Kami masih menunggu jawabannya,” katanya.

Adapun agenda lain pihaknya akan bertemu dengan para fraksi di DPRD Sumut dan para ketua partai politik tingkat Sumut. Tujuannya membangun kesepahaman bersama terkhusus para dewan di wilayah Tabagsel. “Setelah itu kami juga berencana membawa rencana ini ke Kemendagri dan Komisi II DPR, untuk selanjutnya dapat diteruskan kepada presiden,” tutur politisi PKS tersebut. (dvs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/