30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Petani Keluhkan Bantuan Pemkab Labuhanbatu

Ahmad arisandi/sumut pos PETANI: Ibu-Ibu petani sedang menanam padi sawahnya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara. , di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati kemarin Rantauprapat, 3 Maret 2015
Ahmad arisandi/sumut pos
PETANI: Ibu-Ibu petani sedang menanam padi sawahnya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara.
, di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati kemarin Rantauprapat, 3 Maret 2015

RANTAU, SUMUTPOS.CO- Kehadiran Danrem 022/PT Kolonel ARM Broto Guncahyo SSos dan Bupati dr Tigor Panusunan Siregar Sppd pada pencanangan gerakan penanaman deplot padi sawah Kamis (26/2) kemarin di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Selatan, tak lantas membantu petani ke luar dari kesulitan.

Bupati boleh saja mengklaim bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu telah memberikan perhatian yang besar kepada para petani sebagai upaya mencapai swasembada beras.  Nyatanya kesulitan seperti pengairan, penanaman kelangkaan pupuk serta pemasaran hasil panen menjadi kendala yang menghimpit petani.

“Musim tanam kali ini kemarau, air sulit. Dari tadi pagi pintu air kemarin dibuka, tapi sampai sekarang (sore,red) air belum juga sampai kemarin. Jadi sulit nanam padi karena tanahnya lengket, ujar Bu Siyam kepada Sumut Pos Selasa (3/3) sambil menyusun bibit padi untuk ditanam di sawah miliknya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara, di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati, kemarin.

Bu Siyam menggunakan bibit dari benih hasil panen yang lalu. Ia sadar akan lebih baik kualitasnya jika membeli bibit pabrikan dari pasar, namun ia tidak mampu membelinya. Sedangkan dinas pertanian setempat sudah dua musim tanam tidak menyalurkan bantuan benih padi.

“Bibitnya ya benih padi dari panen yang lewat. Memang kalau beli lebih bagus lagi hasilnya, tapi gak ada uangnya. Kalau dari pemerintah musim tanam kali ini dan musim tanam yang lalu tidak memberi bantuan benih” katanya.

Saat bantuan benih diperoleh, jumlah pun tidak memadai dan jauh dari kebutuhan petani. “Bantuannya pernah ada, satu kilogram untuk satu rante. Ya kurang, karena satu rante perlu lima kilo untuk benih” akunya
Pada musim panen kemarin, dari 4 rante sawahnya, ia hanya mampu memperoleh 19 goni padi ukuran 50 kilogram per goni. Seharusnya, jika pupuk memadai hasilnya bisa lebih banyak lagi. Idealnya, dari 4 rante ia semestinya mampu memperoleh 25 goni.

Namun dia mengaku tidak mampu membeli pupuk di pasaran, sedangkan pupuk subsidi kadang ada, kadang tidak.

“Ya itu belum pantas. Karena awak nggak bisa mupuk yang cukup. Kalau subsidi, musim kemarin tidak ada keluar. Ntahlah kalau musim ini, mudah-mudahan ada pupuk subsidinya” tuturnya.

Senada, Bu Tri, pemilik lahan yang dijadikan lokasi percontohan penanaman padi deplot juga tidak memperoleh bantuan bibit. “Memang di lahan saya ini pak Danrem dan Bupati melakukan penanaman kemarin. Kalau bibitnya ya punya saya sendiri” terangnya.

Bu Siyam dan Bu Tri tidak pernah menjual hasil panen mereka melainkan digunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari. (aat/azw)

Mereka menolak menjual hasil panen karena harga yang terlalu murah yakni Rp4.000 hingga Rp4.500 per kilogramnya. Itu berbanding terbalik dengan harga beras yang sudah “meroket” naik menjadi Rp11.000 per kilogramnya.

“Kita nggak pernah jual hasil panen karena harga murah kali. Ya heran juga kenapa harganya segitu-segitu saja, padahal harga beras terus naik,” keluh keduanya. (aat/azw)

Ahmad arisandi/sumut pos PETANI: Ibu-Ibu petani sedang menanam padi sawahnya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara. , di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati kemarin Rantauprapat, 3 Maret 2015
Ahmad arisandi/sumut pos
PETANI: Ibu-Ibu petani sedang menanam padi sawahnya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara.
, di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati kemarin Rantauprapat, 3 Maret 2015

RANTAU, SUMUTPOS.CO- Kehadiran Danrem 022/PT Kolonel ARM Broto Guncahyo SSos dan Bupati dr Tigor Panusunan Siregar Sppd pada pencanangan gerakan penanaman deplot padi sawah Kamis (26/2) kemarin di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Selatan, tak lantas membantu petani ke luar dari kesulitan.

Bupati boleh saja mengklaim bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu telah memberikan perhatian yang besar kepada para petani sebagai upaya mencapai swasembada beras.  Nyatanya kesulitan seperti pengairan, penanaman kelangkaan pupuk serta pemasaran hasil panen menjadi kendala yang menghimpit petani.

“Musim tanam kali ini kemarau, air sulit. Dari tadi pagi pintu air kemarin dibuka, tapi sampai sekarang (sore,red) air belum juga sampai kemarin. Jadi sulit nanam padi karena tanahnya lengket, ujar Bu Siyam kepada Sumut Pos Selasa (3/3) sambil menyusun bibit padi untuk ditanam di sawah miliknya di Kelurahan Aek Paing Kecamatan Rantau Utara, di lokasi kunjungan Danrem dan Bupati, kemarin.

Bu Siyam menggunakan bibit dari benih hasil panen yang lalu. Ia sadar akan lebih baik kualitasnya jika membeli bibit pabrikan dari pasar, namun ia tidak mampu membelinya. Sedangkan dinas pertanian setempat sudah dua musim tanam tidak menyalurkan bantuan benih padi.

“Bibitnya ya benih padi dari panen yang lewat. Memang kalau beli lebih bagus lagi hasilnya, tapi gak ada uangnya. Kalau dari pemerintah musim tanam kali ini dan musim tanam yang lalu tidak memberi bantuan benih” katanya.

Saat bantuan benih diperoleh, jumlah pun tidak memadai dan jauh dari kebutuhan petani. “Bantuannya pernah ada, satu kilogram untuk satu rante. Ya kurang, karena satu rante perlu lima kilo untuk benih” akunya
Pada musim panen kemarin, dari 4 rante sawahnya, ia hanya mampu memperoleh 19 goni padi ukuran 50 kilogram per goni. Seharusnya, jika pupuk memadai hasilnya bisa lebih banyak lagi. Idealnya, dari 4 rante ia semestinya mampu memperoleh 25 goni.

Namun dia mengaku tidak mampu membeli pupuk di pasaran, sedangkan pupuk subsidi kadang ada, kadang tidak.

“Ya itu belum pantas. Karena awak nggak bisa mupuk yang cukup. Kalau subsidi, musim kemarin tidak ada keluar. Ntahlah kalau musim ini, mudah-mudahan ada pupuk subsidinya” tuturnya.

Senada, Bu Tri, pemilik lahan yang dijadikan lokasi percontohan penanaman padi deplot juga tidak memperoleh bantuan bibit. “Memang di lahan saya ini pak Danrem dan Bupati melakukan penanaman kemarin. Kalau bibitnya ya punya saya sendiri” terangnya.

Bu Siyam dan Bu Tri tidak pernah menjual hasil panen mereka melainkan digunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari. (aat/azw)

Mereka menolak menjual hasil panen karena harga yang terlalu murah yakni Rp4.000 hingga Rp4.500 per kilogramnya. Itu berbanding terbalik dengan harga beras yang sudah “meroket” naik menjadi Rp11.000 per kilogramnya.

“Kita nggak pernah jual hasil panen karena harga murah kali. Ya heran juga kenapa harganya segitu-segitu saja, padahal harga beras terus naik,” keluh keduanya. (aat/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/