SUMUTPOS.CO – Pelengseran Bupati Kena Ukur Surbakti merupakan kasus pemberhentian kepala daerah yang kedua kalinya pernah terjadi sejak digelarnya pilkada langsung 2005 silam. Kasus pertama dialami Bupati Garut, Aceng Fikri. “Iya, Karo ini yang kedua. Yang pertama kasus Garut itu,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan kepada koran ini di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan demikian, wajar sekiranya memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk tahapan pelengseran Bupati Karo hingga tuntas, dengan kasus Garut. Untuk jeda waktu antara keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) hingga digelarnya paripurna DPRD, sudah mirip. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan DPRD Garut untuk pelengseran Aceng pada 26 Desember 2012. Selanjutnya, DPRD Garut menggelar paripurna pelengseran Aceng pada 1 Februari 2013. Ada jeda sekitar sebulan lebih sedikit.
Mirip dengan kasus Karo, MA membuat putusan 13 Februari 2014 dan DPRD Karo menggelar paripurna pada 13 Maret 2014. Selang pas satu bulan. Mari kita lihat tahapan di Garut selanjutnya, untuk memperkirakan berapa lama lagi pelengseran bupati Karo bisa tuntas, hingga Wakil Bupati Karo Terkelin Brahmana dilantik sebagai bupati Karo definitif. Setelah DPRD Garut menggelar paripurna 1 Februari 2013, pada 4 Februari 2013, keputusan paripurna disampaikan ke presiden melalui mendagri. Lantas, Kepres pengesahan pelengseran Aceng diteken Presiden SBY pada 20 Februari 2013.
Meski Pasal 123 huruf (e) PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah mengatur bahwa presiden punya waktu 30 hari untuk memprosesnya, namun ternyata dalam kasus Garut, Kepres pengesahan pelengseran Aceng sudah keluar dalam waktu 16 hari. Setelah keluar Kepres pelengseran Aceng, terhitung sejak 25 Februari 2013 tugas-tugas Aceng dialihtugaskan kepada Wakil Bupati Agus Hamdani yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Garut. Jadi, Agus tidak langsung menjadi Bupati Garut definitif. Mendagri Gamawan Fauzi pernah menjelaskan, pengangkatan wakil bupati itu tidak lantas langsung tetap, melainkan hanya sementara alias plt.
“Sebab, dalam aturannya, pengangkatan wakil menjadi bupati definitif bisa dilakukan setelah ada rekomendasi dari DPRD,” ujar Gamawan. Usulan pengangkatan Plt bupati menjadi bupati definitif, disampaikan ke Mendagri melalui gubernur. Nah, setelah DPRD Garut menggelar paripurna lagi untuk mengusulkan pengangkatan Plt bupati dan meneruskannya ke Mendagri, lantas Mendagri menerbitkan SK pengangkatan Plt bupati menjadi bupati Garut definitif.
Selanjutnya, pada 4 April 2013, Plt Bupati Garut Agus Hamdani dilantik menjadi sebagai Bupati Garut definitif. Dengan demikian, jeda waktu antara DPRD Garut menggelar paripurna (1 Februari 2013) hingga dilantiknya bupati definitif pengganti Aceng, sekitar dua bulan. Jika kasus Garut itu dijadikan acuan perkiraan waktu, maka kemungkinan Terkelin Brahmana baru akan menyandang jabatan sebagai Bupati Karo definitif, pada sekitar pertengahan Mei 2014. Atau dua bulan sejak DPRD Karo menggelar paripurna 13 Maret 2014.
Sekedar catatan, pengambilan keputusan di paripurna DPRD untuk proses pelengseran kepala daerah, tidak harus aklamasi. Yang penting, 2/3 dari jumlah anggota dewan yang hadir dan sudah memenuhi kuorum (yakni 2/3 jumlah anggota dewan), sudah menyetujui pelengseran. Hal ini diatur di PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah, Pasal 123 huruf d.
Bunyinya; “Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah kepada Presiden.” (bbs/deo)