LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO -Izin berdirinya pabrik kelapa sawit PT Kencana Permata Nusantara (KPN) di Desa Ajibaho, Kecamatan Si Biru-biru, dipertanyakan kalangan anggota DPRD Deliserdang. Pasalnya, peruntukannya bukan industri, melainkan kawasan pertanian, perikanan, dan wisata.
Hal itu terungkap saat Komisi C DPRD Deliserdang, yang dipimpin Misnan Aljawi bersama Kuzu Wilson Tarigan, dan Timur Sitepu, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan warga Desa Ajibaho. RDP ini juga dihadiri Dinas Perizinan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pendapatan, Satpol PP, Dinas Pertanian, Camat Si Biru-biru, Kepala Desa Ajibaho, dan perwakilan PT KPN di Gedung DPRD Deliserdang, Lubukpakam, Rabu (4/4).
“Rumah saya tidak jauh dari pabrik yang dikeluhkan, jadi saya tahu percis apa yang dirasakan warga dekat pabrik itu. Benar apa yang dibilang masyarakat, baunya memang menyengat. Kalau tidak percaya, ayo datang ke lokasi. Kalau memang tidak menyengat, saya siap pertaruhkan jabatan dengan mengundurkan diri,” ungkap Kuzu, dari Fraksi Nasdem.
Hal senada ditambahkan Timur Sitepu dari Fraksi PDI Perjuangan, yang terlihat sangat berang dengan utusan dari Dinas Perizinan dan Dinas Lingkungan Hidup yang hadir. Ia mengatakan, karena persoalan pabrik yang tak kunjung teratasi oleh Pemkab, Timur menyebutkan, para anggota dewan dari dapil 6, malu datang ke Desa Ajibaho. “Sesuka kalian (dinas terkait) saja di Deliserdang ini. Kami seperti dianggap ada kongkalikong dengan warga, tak kalian hargai kami karena uang. Sawit saja tidak ada di sana, kenapa izinnya bisa keluar?” tegas Timur kesal, seraya merekomendasikan penutupan perusahaan tersebut.
Pada kesempatan itu, warga yang hadir silih berganti menyebutkan, selain bau menyengat, keberadaan pabrik juga telah mengganggu saluran irigasi ke lahan pertanian. Sehingga padi yang ditanam tumbuh kembangnya tidak baik, dan saluran irigasi yang tercemar juga mengakibatkan ikan di kolam bermatian. “Sekarang jambur saya tidak laku lagi digunakan masyarakat setempat untuk berpesta, karena pengaruh bau limbah pabrik yang begitu menyengat. Kenapa pabrik itu diberi izin, sementara kami yang dekat perusahaan itu tidak pernah memberi tanda tangan persetujuan,” jelas D boru Ginting sedih, karena usaha jambur tersebut merupakan biaya hidup keluarganya.