26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Uang Korupsi Syamsul Diributi

Pemkab-DPRD Langkat dan Kemendagri Beda Pendapat

STABAT-Uang korupsi Syamsul Arifin yang dikembalikan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) senilai Rp75 miliar ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat mulai diributi beberapa kalangan. Pemkab dan DPRD Langkat cenderung ingin segera menggunakan uang itu. Sementara, pihak Kemendagri meminta Pemkab untuk menahan ‘selera’.

“Uang yang dikembalikan itu merupakan hak rakyat, mengingat sumbernya dari APBD maka sebaiknya dipergunakan untuk kebutuhan rakyat. Perbaikan sekaligus penambahan infrastruktur, sepertinya cukup tepat akan penggunaan uang dimaksud,” kata anggota DPRD Kabupaten Langkat, Ralin Sinulingga di Stabat, Rabu (4/7).

Menurut Ralin, pengembalian uang sitaan itu secara tidak langsung sudah masuk dalam anggaran tahun anggaran sebelumnya. Pasalnya, kata anggota Komisi III Bid Keuangan ini, jika ketika itu tidak dimasukkan dalam APBD maka keberadaan dana dapat diklasifikasikan menjadi uang tidak bertuan. “Untuk pelaksanaan beberapa proyek di tahun anggaran sebelumnya, uang itu sudah dimasukkan dengan satu catatan atau ketentuan. Kalau tidak masuk, maka uangnya bisa dinilai tidak bertuan. Jadi, untuk penggunaan selanjutnya tidaklah utuh sesuai nilai dimaksud,” beber politisi PDI Perjuangan tersebut.

Dengan demikian, sambung Ralin, Pemkab harus mensiasati sesuai dengan ketentuan berlaku agar uang sitaan itu dipergunakan seutuhnya untuk belanja publik bukannya belanja pegawai. Bupati Langkat, H Ngogesa Sitepu, melalui siaran pers yang dikeluarkan Humas meminta SKPD untuk memahami dan menguasai penggunaan anggaran sesuai ketentuan dan aturan.

“Yang telah terjadi untuk menjadi pelajaran dan ke depan saya berharap  tidak ada lagi penggunaan dana yang menyimpang,” tegas Ngogesa.

Disebutkan juga, Pemkab akan menggunakan dana pengembalian untuk sejumlah sektor pembangunan yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat seperti pembenahan infrastruktur maupun pembangunan kantor desa serta hal penting lainnya melalui persetujuan legislatif. Hal itu tentunya setelah melalui kajian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang bisa saja pada P-APBD 2012 atau R-APBD 2013 nantinya.

Hal ini, menurut Ngogesa, sesuai petunjuk Muhibudin dan Risman utusan KPK saat menyerahkan sitaan Rp75.103.854.923 terdiri terdiri dari Rp64 miliar dari mantan Bupati Langkat Syamsul Arifin dan sisanya merupakan sitaan dari mantan anggota dewan dan pihak lainnya. Dana dimaksud menjadi kas pemerintah daerah yang penggunaannya untuk kepentingan masyarakat luas dimasukkan ke dalam APBD.

“Tentu semuanya akan kita kembalikan kepada mekanisme penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam perencanaan pengalokasian sejumlah proyek kegiatan dalam APBD yang tentunya tetap melibatkan legislatif,” tegas Ngogesa.

Bisa jadi Milik Syamsul Lagi

Di sisi lain, Pemkab Langkat disarankan untuk tidak menggunakan dulu uang Rp75 miliar tersebut.  Saran tersebut disampaikan Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, yang juga pakar pengelolaan keuangan daerah. “Ada baiknya di-hold dulu. Tahan dulu, sambil menunggu putusan PK agar ada kepastian hukum,” ujar Reydonnyzar Moenek kepada koran ini di Jakarta, kemarin.

Dijelaskan mantan direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Kemendagri itu, memang, Pemkab Langkat sebenarnya sudah punya hak untuk menggunakan uang tersebut.
Ini lantaran uang itu sudah resmi diserahkan jaksa KPK dan otomatis masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Uang itu, kata Reydonnyzar, masuk dalam kategori lain-lain pendapatan daerah.  Dana segar itu bisa masuk ke pos Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA).

Nah, untuk penggunaannya, harus melewati pembahasan anggaran berikutnya. “Yang harus masuk dalam perhitungan SILPA APBD,” terang Donny, panggilan akrabnya.

Bagaimana jika putusan PK nantinya menyatakan ada perubahan mengenai status uang Rp75 miliar lebih itu, sementara uang sudah telanjur digunakan Pemkab Langkat? Donny menjelaskan, misalnya putusan PK menyatakan Syamsul bebas murni dan uang Rp75 miliar itu harus dikembalikan lagi ke Syamsul, maka Pemkab Langkat harus mengembalikan ke Syamsul lewat jaksa KPK sebagai eksekutor.

Jika itu terjadi, kata Donny, Pemkab Langkat pasti juga bisa mengatasinya, dengan memperhitungkan dalam arus kas. Misalnya, bisa diambilkan dari dana transfer dari pusat. “Ditambah dengan efiensi-efisiennya agar bisa mengembalikan uang yang telanjur dipakai itu,” ujarnya.

“Tapi saran saya, daripada harus melakukan efisiensi-efisiensi, ya lebih baik ditahan dulu,” ujar Donny.

Yang jelas, lanjutnya, langkah jaksa KPK mengembalikan uang sitaan ke Pemkab Langkat sudah benar, meski Syamsul mengajukan PK. “Karena PK tak menghalangi eskekusi putusan kasasi yang sudah incrach,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Rudy Alfonzo, kuasa hukum Syamsul dalam kasus korupsi APBD Langkat itu. Rudy tidak keberatan jaksa KPK mengembalikan uang itu, meski pihaknya telah mengajukan PK. “Jadi tak masalah karena PK tak bisa menunda eksekusi. Silakan saja,” ujarnya.

Mengenai PK, Rudy mengatakan, pihaknya baru menyampaikan surat pemberitahuan ke Mahkamah Agung (MA) bahwa kliennya mengajukan PK. Untuk memori PK belum bisa dibuat.
Alasannya, pihaknya belum menerima salinan putusan. “Yang kita terima baru petikan putuan. Bagaimana bisa mengetahui pertimbangan-pertimbangan hukumnya jika kami belum menerima salinan putusan,” ujarnya. (mag-4/sam)

Pemkab-DPRD Langkat dan Kemendagri Beda Pendapat

STABAT-Uang korupsi Syamsul Arifin yang dikembalikan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) senilai Rp75 miliar ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat mulai diributi beberapa kalangan. Pemkab dan DPRD Langkat cenderung ingin segera menggunakan uang itu. Sementara, pihak Kemendagri meminta Pemkab untuk menahan ‘selera’.

“Uang yang dikembalikan itu merupakan hak rakyat, mengingat sumbernya dari APBD maka sebaiknya dipergunakan untuk kebutuhan rakyat. Perbaikan sekaligus penambahan infrastruktur, sepertinya cukup tepat akan penggunaan uang dimaksud,” kata anggota DPRD Kabupaten Langkat, Ralin Sinulingga di Stabat, Rabu (4/7).

Menurut Ralin, pengembalian uang sitaan itu secara tidak langsung sudah masuk dalam anggaran tahun anggaran sebelumnya. Pasalnya, kata anggota Komisi III Bid Keuangan ini, jika ketika itu tidak dimasukkan dalam APBD maka keberadaan dana dapat diklasifikasikan menjadi uang tidak bertuan. “Untuk pelaksanaan beberapa proyek di tahun anggaran sebelumnya, uang itu sudah dimasukkan dengan satu catatan atau ketentuan. Kalau tidak masuk, maka uangnya bisa dinilai tidak bertuan. Jadi, untuk penggunaan selanjutnya tidaklah utuh sesuai nilai dimaksud,” beber politisi PDI Perjuangan tersebut.

Dengan demikian, sambung Ralin, Pemkab harus mensiasati sesuai dengan ketentuan berlaku agar uang sitaan itu dipergunakan seutuhnya untuk belanja publik bukannya belanja pegawai. Bupati Langkat, H Ngogesa Sitepu, melalui siaran pers yang dikeluarkan Humas meminta SKPD untuk memahami dan menguasai penggunaan anggaran sesuai ketentuan dan aturan.

“Yang telah terjadi untuk menjadi pelajaran dan ke depan saya berharap  tidak ada lagi penggunaan dana yang menyimpang,” tegas Ngogesa.

Disebutkan juga, Pemkab akan menggunakan dana pengembalian untuk sejumlah sektor pembangunan yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat seperti pembenahan infrastruktur maupun pembangunan kantor desa serta hal penting lainnya melalui persetujuan legislatif. Hal itu tentunya setelah melalui kajian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang bisa saja pada P-APBD 2012 atau R-APBD 2013 nantinya.

Hal ini, menurut Ngogesa, sesuai petunjuk Muhibudin dan Risman utusan KPK saat menyerahkan sitaan Rp75.103.854.923 terdiri terdiri dari Rp64 miliar dari mantan Bupati Langkat Syamsul Arifin dan sisanya merupakan sitaan dari mantan anggota dewan dan pihak lainnya. Dana dimaksud menjadi kas pemerintah daerah yang penggunaannya untuk kepentingan masyarakat luas dimasukkan ke dalam APBD.

“Tentu semuanya akan kita kembalikan kepada mekanisme penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam perencanaan pengalokasian sejumlah proyek kegiatan dalam APBD yang tentunya tetap melibatkan legislatif,” tegas Ngogesa.

Bisa jadi Milik Syamsul Lagi

Di sisi lain, Pemkab Langkat disarankan untuk tidak menggunakan dulu uang Rp75 miliar tersebut.  Saran tersebut disampaikan Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, yang juga pakar pengelolaan keuangan daerah. “Ada baiknya di-hold dulu. Tahan dulu, sambil menunggu putusan PK agar ada kepastian hukum,” ujar Reydonnyzar Moenek kepada koran ini di Jakarta, kemarin.

Dijelaskan mantan direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Kemendagri itu, memang, Pemkab Langkat sebenarnya sudah punya hak untuk menggunakan uang tersebut.
Ini lantaran uang itu sudah resmi diserahkan jaksa KPK dan otomatis masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Uang itu, kata Reydonnyzar, masuk dalam kategori lain-lain pendapatan daerah.  Dana segar itu bisa masuk ke pos Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA).

Nah, untuk penggunaannya, harus melewati pembahasan anggaran berikutnya. “Yang harus masuk dalam perhitungan SILPA APBD,” terang Donny, panggilan akrabnya.

Bagaimana jika putusan PK nantinya menyatakan ada perubahan mengenai status uang Rp75 miliar lebih itu, sementara uang sudah telanjur digunakan Pemkab Langkat? Donny menjelaskan, misalnya putusan PK menyatakan Syamsul bebas murni dan uang Rp75 miliar itu harus dikembalikan lagi ke Syamsul, maka Pemkab Langkat harus mengembalikan ke Syamsul lewat jaksa KPK sebagai eksekutor.

Jika itu terjadi, kata Donny, Pemkab Langkat pasti juga bisa mengatasinya, dengan memperhitungkan dalam arus kas. Misalnya, bisa diambilkan dari dana transfer dari pusat. “Ditambah dengan efiensi-efisiennya agar bisa mengembalikan uang yang telanjur dipakai itu,” ujarnya.

“Tapi saran saya, daripada harus melakukan efisiensi-efisiensi, ya lebih baik ditahan dulu,” ujar Donny.

Yang jelas, lanjutnya, langkah jaksa KPK mengembalikan uang sitaan ke Pemkab Langkat sudah benar, meski Syamsul mengajukan PK. “Karena PK tak menghalangi eskekusi putusan kasasi yang sudah incrach,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Rudy Alfonzo, kuasa hukum Syamsul dalam kasus korupsi APBD Langkat itu. Rudy tidak keberatan jaksa KPK mengembalikan uang itu, meski pihaknya telah mengajukan PK. “Jadi tak masalah karena PK tak bisa menunda eksekusi. Silakan saja,” ujarnya.

Mengenai PK, Rudy mengatakan, pihaknya baru menyampaikan surat pemberitahuan ke Mahkamah Agung (MA) bahwa kliennya mengajukan PK. Untuk memori PK belum bisa dibuat.
Alasannya, pihaknya belum menerima salinan putusan. “Yang kita terima baru petikan putuan. Bagaimana bisa mengetahui pertimbangan-pertimbangan hukumnya jika kami belum menerima salinan putusan,” ujarnya. (mag-4/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/