Masa berdirinya Kerajaan Padang di Tebingtinggi saat itu meliputi sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah Barat dengan Bedagai, sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun dan sebelah Utara dengan Selat Malaka yang juga Kabupaten Deliserdang.
Saat itu Kerajaan Padang yang merupakan sejarah budaya Melayu di Tebingtinggi terdiri 4 kecamatan dengan ibu kota Tebingtinggi terdiri dari dua daerah, Kecamatan Dolokmerawan dan Kecamatan Sipispis, sedangkan untuk hilir terdiri Kecamatan Tebingtinggi dan Kecamatan Bandarkhalifah. Setiap kecamatan diperintah oleh seorang asisten wedana yang sekarang disebut Camat.
Semasa Pemerintahan Belanda, kewedanan disebut difdeling Padang Bedagai yang ada di dalam afdeling Deliserdang. Afdeling Deliserdang sat itu berkedudukan di Medan, Istana Maimun yang diperintah oleh asisten residen dan onder afdeling Padang dan Bedagai termasuk Kerajaan Deli.
“Menurut legenda naskah tua pustaka dari Zuriyat Kerajaan Padang Tebingtinggi yang ditulis dengan aksara arab berbahasa Melayu asal-usul berdirinya Kerajaan Padang, bercerita bahwa keturunan raja di dalam negeri Padang yakni turunan dari hulu raya pada zaman dahulu adalah Raja Batak Raya namanya Raja Gukguk, dia pergi berburu pelanduk ke hutan, karena istrinya sedang hamil dan mengidam ingin memakan pelanduk, maka pergilah Raja Gukguk bersama orang kepercayaan kerajaan dan masyarakatnya membawa anjing buruannysa,” kata Tengku Nurdinsyah Al Haj atau bergelar Tengku Maharaja Bongsu Negeri Padang ke XIII yang merupakan turunan Kerajaan Padang di Tebingtinggi.
Singkat cerita, kata Nurdinsyah, konon hasil perburuan tersebut tidak menuai hasil tetapi ketika hendak pulang ke kampung, anjing pemburunya tiba-tiba menyalak melihat batang bulung buluh (bambu) beruas besar. Bambu itu kemudian dibawa pulang ke rumah. Saat itu juga Raja Gukguk melihat istrinya melahirkan anak laki-laki kemudian diberi nama, Raja Betuah Pinang Seri. Secara bersamaan Raja Gukguk dikagetkan munculnya anak laki-laki yang ada di dalam bambu besar yang dibawanya tadi. Anak yang ada di dalam bambu itu kemudian diberi nama Tuan Umar Baginda Saleh (pendiri Kerajaan Padang). Karena terjadi perselisihan antara keluarga, maka Umar Baginda Saleh merantau ke hilir hingga menetap di wilayah Tebingtinggi sekarang dikenal dengan Kecamatan Bajenis Tebingtinggi.
Sejak itulah muncul Kerajaan Negeri Padang di Tebingtinggi. Silsilah Raja Negeri Padang, Umar Baginda Saleh (abad XVII-1656), Marah Sudin, Raja Saladin, Raja Adam, Raja Syahdewa, Raja Sidin, Raja Tebing Pangeran (1802-1823) dan Raja ke VII Syah Bokar. Marah Sudin kawin dengan Zainab lahirlah Raja Marah Zalidin, Marah Hidin, Marah Halidin, Marah Ludin dan raja ke VIII Marah Hakum Raja Geraha Negeri Padang (1823-1870). Kemudian lahir Tengku H Muhammad Nurdin Maharaja Muda Wazir Negeri Padang ke IX (1870-1914) dan Tengku Sulaiman Deli (1885-1888). Dari Raja Syah Bokar usia memerintah diangkat Raja Fatimaheran, kemudian dari Raja Tengku Muhammad Nurdin diangkat Tengku Jalaludin Deli (1914-1928).
Dari keturunan Tengku Muhammad Nurdin lahir Tengku Hasyim ke XII (1933-1946), dari Tengku Jalaludin lahir Tengku Ismail ke XI (1931-1933) dan dari Raja Fatimaheran lahir Tengku Alamsyah ke X (1928-1931), dan yang ke XIII diangkat Tengku Nurdinsyah sekarang menetap di Bandung. (habis)