MEDAN, SUMUTPOS.CO – Digulirkannya kembali rencana pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) oleh DPRD Sumut, memantik kembali semangat pembentukan Provinsi Tapanuli. Namun semangat tersebut saat ini masih ditahan, karena masih banyak kabupaten yang belum sepakat dan berubah-ubah niatannya.
Tokoh masyarakat Sumatera Utara, RE Nainggolan menyambut baik digulirkannya kembali rencana pemekaran Provinsi Sumatera Utara oleh Komisi D DPRD Sumut. Menurut RE Nainggolan, gagasan dalam pemekaran sebuah provinsi itu harus menitikberatkan pada percepatan pembangunan di daerah yang akan dimekarkan.
“Pemekaran itu konteksnya adalah untuk mempercepat pembangunan. Tidak ada konteks lain. Kita juga harus mempertimbangkan, apakah pemekaran itu bisa memberikan pertumbuhan yang baik dan lebih cepat untuk daerah pemekaran dan asal pemekaran,” ungkapnya.
Menurutnya, perlu kemantapan niat dan ide sebelum pemekaran itu benar-benar dilakukan. “Saya tidak sebut itu daerah mana, apakah itu Sumatera Tenggara, Kepulauan Nias ataun
Tapanuli atau wacana provinsi lain yang akan dimekarkan di Sumut. Yang paling mendasar, sebelum dilakukan pemekaran, harus ada pembahasan yang benar-benar matang,” ungkap mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) ini.
Atas dasar pemahaman itulah, kata Nainggolan, hingga saat ini pemerintah pusat masih melakukan moratorium soal pemekaran. “Sehingga ini yang menyebabkan Presiden Jokowi, mungkin, memberi perhatian untuk daerah-daerah. Dia bangun infrastruktur, dengan demikian tidak ada provinsi yang ketinggalan,” tambahnya.
Sekali lagi RE Nainggolan mengingatkan, harus ada dilakukan kajian yang jelas terkait pemekaran itu. “Jangan ada yang subjektif hanya mementingkan keinginan sekelompok saja,” ucapnya.
Ditanya sikapnya terkait pembentukan Provinsi Tapanuli, Nainggolan menegaskan, semangat itu masih ada. “Kami pada dasarnya masih ada niatan itu. Tapi tidak lantas niatan kami itu menjegal niatan pemekaran provinsi lainnya selagi sudah ada kajian yang komprehensif kalau sudah layak Sumut dimekarkan,” katanya.
“Wacana pemekaran Provinsi Tapanuli sebenarnya sudah ada sejak 30 tahun yang lalu. Namun untuk sementara ini wacana itu masih ditahan, karena masih banyak kabupaten lainnya yang belum sepakat, berubah-ubah niatannya,” tambahnya lagi.
Menurut Nainggolan, Provinsi Tapanuli sangat layak untuk dibentuk. “Faktanya memang begitu. Tujuan pemekaran provinsi itu memang harus untuk mendekatkan pelayanan pemerintah terhadap warganya. Dan memang yang kita lihat, warga Tapanuli masih jauh dari sentuhan pelayanan pemerintah,” ucap RE.
Selain itu, lanjut RE, pembangunan serta peningkatan ekonomi di daerah tidak bertumbuh dengan baik atau berjalan lambat. “Tidak seperti kabupaten/kota yang di seputar Kota Medan yang laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya jelas lebih pesat,” ujarnya.
Untuk itu, kata RE, sebagai tokoh Tapanuli, dirinya menilai Tapanuli sudah sangat layak untuk menjadi sebuah provinsi. “Ini bukan masalah setuju atau tidak setuju Tapanuli dijadikan sebuah provinsi, tapi lebih kepada layak atau tidak layak. Menurut saya, Tapanuli itu memang sudah sangat layak untuk dijadikan sebuah provinsi. Hal itu nantinya jelas akan memberikan dampak pertumbuhan yang jauh lebih cepat dan lebih baik bagi masyarakat Tapanuli,” katanya.
Sebagai contoh, kata RE, pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) dari Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) yang jelas-jelas memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Humbahas. “Saya salah tokoh yang dulu menyatakan bahwa Humbahas sangat layak untuk dijadikan kabupaten dan terpisah dari Taput. Dan faktanya saat ini, Humbahas berubah dari daerah yang ‘jarang tersentuh’ menjadi daerah yang sangat berkembang dan begitu diperhitungkan di Sumatera Utara. Andai sampai saat ini Humbahas masih jadi bagian dari Taput, saya yakin Humbahas belum berkembang seperti saat ini,” terangnya.
Begitupun dengan dua wilayah lainnya yang dimaksudkan untuk dimekarkan dari Provinsi Sumatera Utara, yakni Provinsi Sumteng dan Provinsi Kepulauan Nias. Menurut RE, keduanya juga sudah sangat layak untuk dimekarkan menjadi sebuah provinsi dan terpisah dari Sumatera Utara.
“Apa bedanya? Keduanya juga senasib dengan Tapanuli, sama-sama masih jauh dari sentuhan pelayanan dan pembangunan pemerintah, begitupun pertumbuhan ekonominya. Saya juga menyebutkan bahwa Kepulauan Nias dan Sumatera Tenggara sudah layak untuk dijadikan provinsi agar terjadi laju pertumbuhan ekonomi yang cepat bagi masyarakat disana,” jelasnya.
Terkait belum adanya kemandirian sebuah provinsi dari pemerintah pusat untuk tumbuh dan berkembang dari, RE menilai hal itu merupakan hal yang wajar. Menurutnya, Sumatera Utara dan provinsi lainnya juga tidak ada yang mandiri dalam melakukan pembangunan dan pertumbuhan di daerahnya.
“Memang dimana ada provinsi di Indonesai yang bisa mandiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat? Hanya DKI Jakarta saja, sisanya tidak ada karena penerimaan pajak juga nantinya mayoritas akan diberikan kepada pemerintah pusat, jadi wajar saja kalau provinsi masih bergantung pada pemerintah pusat. Sekarang yang penting adalah bagaimana provinsi itu bisa mengembangkan pelayanannya dan pembangunan daerahnya agar bisa dinikmati langsung oleh masyarakat di daerah itu karena pertumbuhan itu harus merata dan bisa dirasakan oleh semua orang hingga ke pelosok negeri,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan meyakini, pemekaran provinsi akan mempercepat roda pembangunan di daerah yang dimekarkan. “Kami meyakini, langkah ini akan mempercepat pembangunan di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Jarak yang sangat jauh dengan waktu tempuh sekitar 10-12 jam melalui perjalanan darat ke Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, menjadi salah satu pertimbangan pemekaran ini. Berbagai persyaratan formal, teknis rencana pemekaran ini sudah sangat siap,” lanjut putra daerah Desa Purbatua, Kecamatan Tanotombagan Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan ini.
Dia juga meyakini, pemekaran Provinsi Sumatra Utara sebagai solusi terbaik untuk pemerataan pembangunan. APBD Provinsi Sumut tidak akan mampu menyelesaikan persoalan yang menjadi urusan Pemprovsu di wilayah ini. Maka akan lebih tepat dimekarkan menjadi provinsi baru. Wilayah ini telah memiliki Bandara Aek Godang, dan segera dibangun Bandara Bukit Malintang. Demikian juga pelabuhan di Mandailing Natal, merupakan bukti bahwa wilayah ini siap menjadi provinsi sendiri,” paparnya.
Oleh karena itu, diminta kepada semua pihak, terutama 5 kepala daerah di wilayah ini, bersama DPRD kabupaten/kota agar segera melakukan konsolidasi, koordinasi demi mewujudkannya. Kelima kepala daerah di wilayah ini diminta untuk melibatkan seluruh stakeholders. Tokoh adat, ulama, Partai Politik, Ormas, OKP, beserta kelompok masyarakat harus dilibatkan dalam gerakan ini. Upaya melibatkan seluruh pihak secara partisipatif, akan membuat gerakan ini kuat dan solid. (dvs/map)