GUNUNGSITOLI, SUMUTPOS.CO – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Gunungsitoli diminta bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan, terkait penyaluran obat penambah darah berjenis tablet, yang diduga sudah kedaluwarsa kepada para pelajar di beberapa sekolah wilayah Kecamatan Gunungsitoli Utara, pekan lalu.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Gunungsitoli Herman Jaya Harefa, Kamis (4/8). Ketua DPC Partai Demokrat Kota Gunungsitoli itu, pun mendesak pihak Dinkes Kota Gunungsitoli agar obat yang diduga sudah kedaluwarsa itu, segera ditarik dari para pelajar yang sudah menerima. Dia pun mengimbau, agar para pelajar yang sudah mengonsumsi obat tersebut, agar diawasi.
“Saya sudah konfirmasi ke Dinkes, itu kelalaian mereka. Kami minta agar ditarik dari sekolah-sekolah, dan bagi yang sudah terlanjur mengkonsumsi supaya diawasi, jangan sampai ada efek negatif bagi para pelajar itu,” ungkap Herman.
Menyikapi persoalan itu, Herman yang juga mantan Ketua DPRD Gunungsitoli Periode 2014-2019 ini, menegaskan, dalam waktu dekat pihaknya akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan OPD terkait, guna mengetahui duduk persoalannya.
“Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Dinkes beserta jajaran yang lalai dalam melakukan tugasnya, harus bertangung jawab. Nanti DPRD lebih dulu akan mengagendakan RDP dengan Dinkes, supaya diketahui kelemahannya di mana,” tegasnya.
Sebelumnya, pada Selasa (26/7) lalu, pihak UPTD Puskesmas Kecamatan Gungsitoli Utara, menyalurkan obat penambah darah ke beberapa sekolah tingkat SMP dan SMA, khusus pelajar putri di wilayah Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kota Gunungsitoli. Namun keesokan harinya, beberapa orangtua siswa dari SMP Lentera Harapan, melapor kepada pihak sekolah, obat penambah darah yang dibagikan itu, ternyata diduga sudah kedaluwarsa. Dari kemasan obat tersebut, diketahui sudah kedaluwarsa per Mei 2022 lalu.
Kepala Dinkes Kota Gunungsitoli, Wilser Napitupulu mengatakan, meski 3 bulan masa kedaluwarsa obat dimaksud telah berakhir, namun masih layak dikonsumsi dan tidak berbahaya.
“Tidak berbahaya, karena itu vitamin. Saya juga apoteker, jadi saya tahu. Meski sudah 3 bulan kedaluwarsa, masih bisa dikonsumsi, karena perusahaan yang memproduksi obat-obatan, biasanya masa kedaluwarsa dibuat maju, bahkan ada yang hampir setahun,” tuturnya.
Meski begitu, Wilser mengaku, ada kesalahan pembagian obat penambah darah itu. Dia pun berjanji ke depan akan lebih berhati-hati, supaya hal yang sama tidak terulang.
“Ini kecerobohan petugas di Puskesmas. Ke depan kami akan lebih berhati-hati. Dan kami bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memonitor para siswa yang sudah terlanjur mengonsumsi, dan jika ada gejala keracunan, supaya segera dilapor ke Dinkes atau Puskesmas setempat,” imbaunya.
Sementara itu, seorang apoteker di Kota Gunungsitoli, yang minta namanya tidak dituliskan, mengatakan, obat penambah darah yang sudah kedaluwarsa itu tidak layak dikonsumsi. Dan penyaluran obat tersebut, menurutnya, jelas menyalahi aturan.
“Kalau kedaluwarsanya Mei, dan dikonsumsi hingga akhir Mei, tidak masalah. Tapi, kalau sampai Juli baru dibagikan dan dikonsumsi, itu sudah tidak layak digunakan dan jelas menyalahi aturan,” katanya.
“Tidak mungkinlah orang kesehatan membagikan obat yang sudah kedaluwarsa, harusnya mereka lebih teliti,” imbuhnya.
Apoteker yang bekerja di satu rumah sakit Kota Gunungsitoli itu, memastikan, mengkonsumsi obat yang sudah kedaluwarsa pasti memberikan efek. Namun efeknya tidak bisa dipastikan kapan dirasakan oleh pasien, bahkan menurutnya bisa dalam jangka panjang.
“Kalau efek sampingnya tidak bisa diduga. Ada yang mungkin dosisnya kecil, tidak langsung kelihatan. Dan tablet penambah darah isinya ada 2 jenis vitamin, yakni asam folat dan ferrous sulfate, obat ini sejenis vitamin. Dalam kasus ini, menurut saya tidak terlalu berbahaya,” pungkasnya. (adl/saz)