26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hakim Suruh Jaksa Hadirkan RHB

Foto: Gatha Ginting/PM Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun (tengah) bersama Wakil Ketua DPRD Langkat Abdul Khair (kanan) dan wakil lainnya duduk dalam persidangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/9). Ketiganya memberikan kesaksian terkait dugaan mark-up perjalanan dinas DPRD Langkat yang merugikan keuangan negara Rp 665,9 juta.
Foto: Gatha Ginting/PM
Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun (tengah) bersama Wakil Ketua DPRD Langkat Abdul Khair (kanan) dan wakil lainnya duduk dalam persidangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/9). Ketiganya memberikan kesaksian terkait dugaan mark-up perjalanan dinas DPRD Langkat yang merugikan keuangan negara Rp 665,9 juta.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lagi, hakim yang memimpin sidang korupsi anggaran perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat tahun 2012 yang merugikan negara Rp665,9 juta, mendesak JPU menghadirkan RHB, mantan Ketua DPRD Langkat yang kini jadi anggota DPR RI. Bahkan, Parlindungan Sinaga SH, meminta jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan RHB pada sidang selanjutnya.

“Jaksa, untuk saksi ahlinya, RHB itu mana? Kenapa tidak hadir,” tanya Parlindungan kepada JPU, Andi. Parlindungan menganggap keterangan RHB sangat diperlukan dalam perkara itu. Menjawab itu, Andi berdalih RHB sudah jadi anggota DPR RI dan tidak hadir karena ada Hak Imunitas dari UU MD3 dan harus melalui badan kewenangan anggota dewan.

“Sekarang saksi ini sudah menjadi anggota DPR RI yang mulia, jadi ada UU MD3 yang mengatur untuk saksi untuk dihadirkan di persidangan,” ujarnya.

Namun majelis hakim tetap memaksa agar RHB dapat dihadirkan di persidangan.

“Harus dihadirkanlah, karena dia kan saksi ahli. Hanya untuk klarifikasi saja mengenai perkara ini, nanti persidangan selanjutnya tolong dihadirkan ya,” tegas majelis hakim, kemudian menunda persidangan hingga, Kamis (6/11) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Usai persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Muda Harahap SH, mengaku kecewa. “Yang pasti kita kecewa karena fakta persidangan jadi kabur, dan keterangannya (RHB) sebagai Ketua DPRD Langkat akan membuat perkaranya menjadi terang benderang,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dari Kejari Stabat, pada Tahun Anggaran (TA) 2012, Pemkab Langkat mengalokasikan dana Rp27,1 miliar untuk biaya perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat. Anggaran tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012. Dari jumlah itu, menurut jaksa, yang terealisasi hingga akhir 2012 sebesar Rp17,3 miliar.

Biaya perjalanan dinas di antaranya untuk pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air itu telah dimark-up kedua terdakwa, H. Salman (sekwan DPRD Langkat) dan H. Supono (mantan Sekwan DPRD Langkat). Yakni untuk Garuda Indonesia di mark-up Rp100 ribu per tiker dan Lion Air Rp80 ribu per tiket. “Terdakwa menaikkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air sebanyak 173 tiket,” kata jaksa.

Selain harga tiket dinaikkan, ada juga nama anggota dewan yang tercantum dalam database Garuda Indonesia dan Lion Air, namun tidak berangkat. Ada juga nomor tiket tetapi tidak ada dalam database di kedua maskapai tersebut. Meski begitu, tiket tetap dibayarkan. Akibat perbuatan kedua terdakwa tersebut, kata jaksa, negara dirugikan Rp665,9 juta. “Dari Juli-Desember 2012, kerugian negara sebesar Rp330,4 juta,” ujar jaksa.

Perbuatan kedua terdakwa itu diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.(bay/trg)

Foto: Gatha Ginting/PM Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun (tengah) bersama Wakil Ketua DPRD Langkat Abdul Khair (kanan) dan wakil lainnya duduk dalam persidangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/9). Ketiganya memberikan kesaksian terkait dugaan mark-up perjalanan dinas DPRD Langkat yang merugikan keuangan negara Rp 665,9 juta.
Foto: Gatha Ginting/PM
Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun (tengah) bersama Wakil Ketua DPRD Langkat Abdul Khair (kanan) dan wakil lainnya duduk dalam persidangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/9). Ketiganya memberikan kesaksian terkait dugaan mark-up perjalanan dinas DPRD Langkat yang merugikan keuangan negara Rp 665,9 juta.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lagi, hakim yang memimpin sidang korupsi anggaran perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat tahun 2012 yang merugikan negara Rp665,9 juta, mendesak JPU menghadirkan RHB, mantan Ketua DPRD Langkat yang kini jadi anggota DPR RI. Bahkan, Parlindungan Sinaga SH, meminta jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan RHB pada sidang selanjutnya.

“Jaksa, untuk saksi ahlinya, RHB itu mana? Kenapa tidak hadir,” tanya Parlindungan kepada JPU, Andi. Parlindungan menganggap keterangan RHB sangat diperlukan dalam perkara itu. Menjawab itu, Andi berdalih RHB sudah jadi anggota DPR RI dan tidak hadir karena ada Hak Imunitas dari UU MD3 dan harus melalui badan kewenangan anggota dewan.

“Sekarang saksi ini sudah menjadi anggota DPR RI yang mulia, jadi ada UU MD3 yang mengatur untuk saksi untuk dihadirkan di persidangan,” ujarnya.

Namun majelis hakim tetap memaksa agar RHB dapat dihadirkan di persidangan.

“Harus dihadirkanlah, karena dia kan saksi ahli. Hanya untuk klarifikasi saja mengenai perkara ini, nanti persidangan selanjutnya tolong dihadirkan ya,” tegas majelis hakim, kemudian menunda persidangan hingga, Kamis (6/11) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Usai persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Muda Harahap SH, mengaku kecewa. “Yang pasti kita kecewa karena fakta persidangan jadi kabur, dan keterangannya (RHB) sebagai Ketua DPRD Langkat akan membuat perkaranya menjadi terang benderang,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dari Kejari Stabat, pada Tahun Anggaran (TA) 2012, Pemkab Langkat mengalokasikan dana Rp27,1 miliar untuk biaya perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat. Anggaran tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012. Dari jumlah itu, menurut jaksa, yang terealisasi hingga akhir 2012 sebesar Rp17,3 miliar.

Biaya perjalanan dinas di antaranya untuk pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air itu telah dimark-up kedua terdakwa, H. Salman (sekwan DPRD Langkat) dan H. Supono (mantan Sekwan DPRD Langkat). Yakni untuk Garuda Indonesia di mark-up Rp100 ribu per tiker dan Lion Air Rp80 ribu per tiket. “Terdakwa menaikkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air sebanyak 173 tiket,” kata jaksa.

Selain harga tiket dinaikkan, ada juga nama anggota dewan yang tercantum dalam database Garuda Indonesia dan Lion Air, namun tidak berangkat. Ada juga nomor tiket tetapi tidak ada dalam database di kedua maskapai tersebut. Meski begitu, tiket tetap dibayarkan. Akibat perbuatan kedua terdakwa tersebut, kata jaksa, negara dirugikan Rp665,9 juta. “Dari Juli-Desember 2012, kerugian negara sebesar Rp330,4 juta,” ujar jaksa.

Perbuatan kedua terdakwa itu diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.(bay/trg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/