LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Pengamat Pendidikan Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute, Abdul Rahim Daulay meminta, kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Langkat menjadi perhatian serius Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut serta Bupati dan Wakil Bupati Langkat mendatang. Dia berharap, pendidikan tentang mangrove bisa masuk dalam kurikulum muatan lokal (Mulok) di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK.
“Untuk merealisasikan kurikulum tentang mangrove ini, dinas pendidikan bisa berkolaborasi dengan dinas lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Abdul Rahim Daulay dalam keterangan tertulisnya yang diterima SumutPos.co, Selasa (5/11/2024).
Dikatakannya, saat ini ribuan hektare hutan mangrove di Sumut sudah rusak. Berdasarkan catatan Walhi Sumut, sebut Rahim, Kabupaten Langkat memiliki hutan mangrove terluas di Sumut, dan kerusakan hutan mangrovenya mencapai 59 persen. Kerusakan tersebut disebabkan alih fungsi lahan menjadi kebun sawit, tambak, dan arang.
“Atas dasar itu, penting Gubernur Sumut dan Wakil Gubernur Sumut serta Bupati dan Wakil Bupati Langkat mendatang serius menangani kerusakan hutan mangrove ini, termasuk mengdukasi generasi muda untuk mencintai lingkungan bagi kesejahteraan dan tempat keberlangsungan makhluk hidup seperti manusia, kepiting, udang, ikan, burung bangau dan lain sebagainya,” kata dosen di salah satu perguruan tinggi di Sumut itu.
“Mangrove harus lindungi. Apabila tidak dilindungi, akan terjadi bencana. Kasihan anak cucu kita ke depan. Dengan belajar tentang mangrove sejak dini, para pelajar diharapkan memahami betapa penting menjaga hutan mangrove untuk ekosistem,” imbuhnya.
Dia juga menjelaskan, dalam Mulok tersebut nantinya, para siswa bisa lebih mengetahui dampak negatif kerusakan hutan mangrove. “Gunanya untuk menghadapi perubahan iklim di Indonesia. Salah satu penyebab perubahan iklim di Indonesia adalah kerusakan hutan mangrove yang seharusnya menyerap CO2 dan menjaga dunia,” ungkapnya.
Dia pun berharap, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota di Sumut benar-benar menjaga kelestarian mangrove untuk menghadapi Indonesia Emas 2045. “Jika kurikulum mangrove diterapkan, maka pemerintah diharapkan bekerjasama dengan para pakar mangrove dan ahli manajemen pendidikan untuk mengembangkan modul dan bahan ajar yang disiapkan untuk peserta didik,” ungkapnya.
Selain itu, Rahim juga meminta Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko di Sumut memperhatikan pendidikan anak nelayan, terutama yang terdampak kerusakan hutan mangrove. “Kita melihat di Langkat, ada anak nelayan Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjungpura, yang putus sekolah hanya tamat SD akibat dari kerusakan hutan mangrove. Karena pendapat orang tuanya sebagai nelayan berkurang akibat hutan mangrove rusak. Ini harus menjadi perhatian serius pemimpin ke depannya,” kata Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Badko HMI Sumut Periode 2021-2023 itu.
Dia juga mendesak aparat penegak hukum dapat kolaborasi untuk menindak tegas perusak hutan mangrove. “Misalnya kita lihat di Desa Kwala Langkat, dua warga dinyatakan bersalah merusak barak di kawasan hutan lindung. Anehnya, dan sangat disayangkan, mafia perusak hutan mangrove yang mengalihfungsikan menjadi kebun sawit tersebut belum juga ditangkap. Padahal, kabarnya Polda Sumut sudah memeriksa beberapa orang dan mengamankan ekskavator hingga kini terduga pelaku belum juga ditangkap,” bebernya.
Jika masalah lingkungan dibahas dalam debat kedua Pilgub Sumut nanti, Rahim berharap, calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut memasukan kurikulum pendidikan Mulok tentang mangrove di tingkat SMA dan SMK. Sedangkan Calon Bupati dan Wakil Bupati Langkat untuk tingkat SD dan SMP. (rel/adz)