DAIRI, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 9 orang Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sekolah/ Kepala Sekolah (Kasek) yang dilantik Bupati Dairi pada 28 Nopember 2019 lalu, tidak memenuhi kriteria sesuai nilai akhir hasil seleksi substansi.
Hal itu terungkap dalam fotocopi berkas yang diserahkan puluhan mantan Kepala Sekolah (Kasek) SDN dan SMPN yang diberhentikan kepada DPRD Dairi yaitu Depriwanto Sitohang, Senin (2/12) lalu di ruang rapat DPRD Dairi.
Seleksi substansi adalah tahap kedua untuk penyiapan calon Kasek, sebagaimana diatur pada Permendikbud Nomor 6 tahun 2018, Pasal 5 ayat (1).
Penyiapan calon Kasek melalui 3 tahap. Pengusulan bakal calon Kasek, seleksi bakal calon Kasek, pendidikan dan pelatihan calon Kasek.
Tidak lolos seleksi substansi, maka tidak dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan calon Kasek, untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi Kasek. Seleksi substansi bakal calon Kasek Kabupaten Dairi, diselenggarakan di Mutiara Dairi Hotel, 20-22 Oktober 2019 lalu, diikuti 94 peserta.
Hasilnya, telah disampaikan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) melalui surat Nomor 6255/B18/PP/2019 tanggal 29 Oktober 2019, ditujukan kepada Bupati Dairi. Pada rekapitulasinya, terdapat 33 orang dengan nilai akhir tidak layak. Dan sebanyak 61 orang dengan nilai layak. Dari ke-33 orang tersebut, 9 di antaranya diangkat menjadi Kasek yaitu berinisial RS, AMD, NCS, STRMS, EP, HMP, LS, DS dan HS.
Data dihimpun sesuai lampiran keputusan Bupati Dairi Nomor 821/710/XI/2019, tanggal 27 Nopember 2019, terdapat 75 nama yang diberi tugas sebagai Kepala UPT Sekolah, yaitu 27 SMP dan 48 SD. Dari total 75 orang tersebut, 11 orang telah lulus Diklat penguatan Kasek. Sebanyak 24 orang layak, sesuai nilai akhir hasil seleksi substansi, 9 orang tidak layak. Sementara 31 orang lainya, belum mengikuti seleksi substansi maupun diklat penguatan Kasek.
Eliston Manurung mantan Kepala SD 033930 Parongil menjadi guru di SD 0330397 Lae Sulpi mengatakan, mereka dikirim mengikuti penguatan yang diusulkan Dinas Pendidikan Dairi dan telah menerima sertifikat, tetapi tiba-tiba dinonjobkan.
“Buat apa diusulkan penguatan kepala sekolah, bila toh juga dicopot. Pada hal kegiatan itu mengeluarkan biaya besar,” ucapnya.
Risma Sinurat juga mengungkapkan, dinonjobkan dari Kasek SMPN 2 Siempat Nempu Hulu dan dimutasi jadi guru biasa di SMPN 3 Siempat Nempu Hulu.
Namun, tidak memiliki jam pelajaran bidang studi Bahasa Indonesia di sekolah itu. Di sekolah itu, ruang belajar hanya 6 ruangan, dan sudah memiliki guru Bahasa Indonesia yang sudah sertifikasi.
“Bidang studi Bahasa Indonesia hanya 30 jam, bila dibagi dua tidak memungkinkan bagi guru yang sertifikasi. Guru sertifikasi harus mengajar minimal 24 jam pelajaran. Bila dimutasi, harusnya di sekolah yang kurang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia,”terangnya.
Dengan mutasi itu, ia mengaku akan kehilangan gaji sertifikasi sebesar Rp 4,3 juta lebih per bulan, karena tidak memenuhi jumlah jam pelajaran.
Magita Sihite mantan Kasek SD di Tigalingga menuturkan dipindahkan ke SD Gunung Sayang yang sudah memiliki lebih dari cukup guru kelas.
“Kami dua orang yang dimutasi ke SD itu sebagai guru kelas,” ucapnya.
Artinya, kami tidak memiliki jam pelajaran di sekolah itu. Dan hal itu akan berpengaruh pada sertifikasi. Pemutasian itu, diduga tanpa kajian dan bahkan tanpa ada pemetaan tenaga guru.
Sekretaris Dinas Pendidikan Dairi, Besli Pane, yang dihubungi lewat telepon mengatakan, bahwa 9 orang Kasek yang diangkat, tidak lulus seleksi substansi beberapa waktu lalu masih memungkinkan menjadi Kasek.
Menurutnya, hal itu tertuang dalam Permendikbud No. 6 Tahun 2018 berlaku mulai 1 April 2020. Artinya, masih ada beberapa bulan ke depan untuk persiapan, supaya mereka layak menjadi calon Kasek.
“Mereka berhak mengelola dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan menandatangi ijazah sebelum 1 April 2020. Lagian akan ada proses evaluasi,” ucapnya.
Terkait adanya guru SMP diangkat menjadi Kasek SD akan ditelusuri. Soal lazim atau tidak, diperiode Bupati Dairi yang lalu, ada yang demikian dan tidak dipersoalkan. Bila sesuai aturan, kata Besli, hal itu tidak diperbolehkan. Harus sesuai tingkatan.
Masih kata Besli, guru yang dinonjobkan dan dimutasi ke sekolah lain apa bila sudah tidak memenuhi 24 jam mengajar, bisa berpotensi kehilangan gaji sertifikasi.
“Bukan kah itu sebagai penyiksaan, Besli mengatakan, masih ada proses evaluasi. Bila jam mengajar tidak memenuhi 24 jam, bisa cari cari penambahan jam di sekolah lain,” pungkasnya. (rud/han)