32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Hambat Rumput Pakisan, 4 Bulan Untung Rp12 Juta

Pria separuh baya tampak berdiri mengerjakan kebunnya di Desa Seirakyat, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu. Wajahnya menggambarkan keletihan. Sesekali pria itu menyeka keringat yang mengcur di wajahnya.

Samsir Siregar//joko/sumut pos
Samsir Siregar//joko/sumut pos

Dialah Samsir Siregar (55), pekebun ubi pulut yang menanam pohon ubi pulut di antara kebun sawit. Dia kemudian beristirahat menduduki tumpukan pelepah sawit sambil menenggak secangkir kopi, dan memakan ubi goreng di dalam bungkusan plasti hitam. “Ayo, silahkan duduk di sini, ada perlu apa ya,” katanya kepada awak koran ini yang tengah menunggunya saat bekerja tadi.

Samsir yang tidak mengenakan baju itu ternyata warga Desa Teluksentosa, Kecamatan Panaihulu, Labuhanbatu. Semula dia mengira bahwa wartawan Sumut Pos ini ingin membeli hasil kebunnya. Namun setelah memulai pembicaraan, Samsir baru memahami bahwa dirinya akan diawawancarai.

Di lahan seluas 6 hektar yang sudah ditanaminya dengan pohon kelapa sawit itu, Samsir menerangkan bahwa sudah sekitar 8 bulan ini menanam pohon ubi pulut di antara kebun sawitnya. “Ya, saya tanami di antara pohon sawit ini, kan lumayan juga untuk nambah penghasilan,” ujarnya santai.

Menurut dia, hasil yang diperolehnya dari penjualan ubi pulut kepada sejumlah penampung tradisional dalam kurun waktu sekitar delapan bulan terakhir terbilang lumayan. Bagaimana tidak, setiap harinya ubi pulut hasil tanamannya laku terjual rata-rata 100-150 kilogram dengan harga jual Rp1400-Rp1700 perkilonya. “Ya segitulah, kalau satu batangnya bisa mencapai lima kilo berat ubinya,” sebutnya.

Menanam ubi terangnya, tidak sesulit menanam tumbuhan penghasil lainnya. Sebab, selain mampu meningkatkan hasil perekonomian, juga lebih mengirit pengeluaran biaya perawatan dan pertumbuhan pohon kelapa sawit. Pasalnya, tanaman dengan batang bergerigi itu, berguna untuk melawan tumbuhnya berkembangnya rumput Pakisan yang memang sangat mengganggu perkembangan tanaman kelapa sawit.
Biasanya, setelah ditanaminya ubi pulut sejak delapan bulan lalu, rumput Pakisan tidak lagi tumbuh selain ilalang.

“Kalau lalang masih enak kita meracunnya, rumput Pakisan itu nya yang sangat mengganggu kali, makanya setelah saya tanami ubi, tidak lagi sulit untuk merawat pohon sawit ini. Secara otomatis Pakisan tidak tumbuh dengan subur, mungkin kalah dengan pokok ubi ini,” jelas Samsir Siregar lagi.
Samsir tidak dapat merinci berapa hasil yang sudah dikumpulkannya dari tanaman ubi tersebut. Dia hanya mengingat sekitar empat bulan lalu ketika menjual ubi secara besar-besaran dengan hasil mencapai Rp12 juta. Untuk panen kedua nantinya, dia tidak memprekirakannya.

“Panennya empat bulan sekali, kalau untuk setiap harinya masih bias kita jual, tapi tidak banyaklah dan biasanya yang dating paralong-along. Apalagi tanah di sinikan gambut, jadi tidak terlalu rumit kalau kita menanam ubi kayu,” jelasnya sembari berdiri menuju pembeli yang datang.(jok)

Pria separuh baya tampak berdiri mengerjakan kebunnya di Desa Seirakyat, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu. Wajahnya menggambarkan keletihan. Sesekali pria itu menyeka keringat yang mengcur di wajahnya.

Samsir Siregar//joko/sumut pos
Samsir Siregar//joko/sumut pos

Dialah Samsir Siregar (55), pekebun ubi pulut yang menanam pohon ubi pulut di antara kebun sawit. Dia kemudian beristirahat menduduki tumpukan pelepah sawit sambil menenggak secangkir kopi, dan memakan ubi goreng di dalam bungkusan plasti hitam. “Ayo, silahkan duduk di sini, ada perlu apa ya,” katanya kepada awak koran ini yang tengah menunggunya saat bekerja tadi.

Samsir yang tidak mengenakan baju itu ternyata warga Desa Teluksentosa, Kecamatan Panaihulu, Labuhanbatu. Semula dia mengira bahwa wartawan Sumut Pos ini ingin membeli hasil kebunnya. Namun setelah memulai pembicaraan, Samsir baru memahami bahwa dirinya akan diawawancarai.

Di lahan seluas 6 hektar yang sudah ditanaminya dengan pohon kelapa sawit itu, Samsir menerangkan bahwa sudah sekitar 8 bulan ini menanam pohon ubi pulut di antara kebun sawitnya. “Ya, saya tanami di antara pohon sawit ini, kan lumayan juga untuk nambah penghasilan,” ujarnya santai.

Menurut dia, hasil yang diperolehnya dari penjualan ubi pulut kepada sejumlah penampung tradisional dalam kurun waktu sekitar delapan bulan terakhir terbilang lumayan. Bagaimana tidak, setiap harinya ubi pulut hasil tanamannya laku terjual rata-rata 100-150 kilogram dengan harga jual Rp1400-Rp1700 perkilonya. “Ya segitulah, kalau satu batangnya bisa mencapai lima kilo berat ubinya,” sebutnya.

Menanam ubi terangnya, tidak sesulit menanam tumbuhan penghasil lainnya. Sebab, selain mampu meningkatkan hasil perekonomian, juga lebih mengirit pengeluaran biaya perawatan dan pertumbuhan pohon kelapa sawit. Pasalnya, tanaman dengan batang bergerigi itu, berguna untuk melawan tumbuhnya berkembangnya rumput Pakisan yang memang sangat mengganggu perkembangan tanaman kelapa sawit.
Biasanya, setelah ditanaminya ubi pulut sejak delapan bulan lalu, rumput Pakisan tidak lagi tumbuh selain ilalang.

“Kalau lalang masih enak kita meracunnya, rumput Pakisan itu nya yang sangat mengganggu kali, makanya setelah saya tanami ubi, tidak lagi sulit untuk merawat pohon sawit ini. Secara otomatis Pakisan tidak tumbuh dengan subur, mungkin kalah dengan pokok ubi ini,” jelas Samsir Siregar lagi.
Samsir tidak dapat merinci berapa hasil yang sudah dikumpulkannya dari tanaman ubi tersebut. Dia hanya mengingat sekitar empat bulan lalu ketika menjual ubi secara besar-besaran dengan hasil mencapai Rp12 juta. Untuk panen kedua nantinya, dia tidak memprekirakannya.

“Panennya empat bulan sekali, kalau untuk setiap harinya masih bias kita jual, tapi tidak banyaklah dan biasanya yang dating paralong-along. Apalagi tanah di sinikan gambut, jadi tidak terlalu rumit kalau kita menanam ubi kayu,” jelasnya sembari berdiri menuju pembeli yang datang.(jok)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/