MEDAN, SUMUTPOS.CO – Instansi di Pemerintah Daerah di Sumatera Utara, mayoritas dinilai belum cukup baik dalam hal kemandirian fiskal. Dimana pada umumnya masih bergantung dari dana transfer yang bersumber melalui APBN.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumut, Bakhtaruddin mengatakan, dari data yang dimiliki antara rasio pendapatan asli daerah (PAD) Pemda di Sumut dengan rasio dana transfer masih banyak terjadi ketimpangan. Di antaranya lain daerah di Sumut yang terjadi ketimpangan rasio PAD dan dana transfer, seperti Kabupaten Nias Selatan, Kota Tebingtinggi, Kabupaten Nias Barat, Pakpak Bharat, dan Kota Gunung Sitoli.
“Untuk Nisel rasio PAD cuma 1,77% dengan rasio dana transfer 98,23%. Tebingtinggi rasio PAD 3,07% dengan rasio dana transfer 96,89%. Nias Barat rasio PAD 3,12% dengan rasio dana transfer 96,88%, Pakpak Bharat rasio PAD 3,26% dengan rasio dana transfer 96,88%, dan Gunung Sitoli rasio PAD 4,31% dengan rasio dana transfer 95,69%,” katanya dalam Seminar Hasil Kajian Fiskal Regional Sumut yang diinisiasi pihaknya, di Aula Kanwil DJPb, Gedung Keuangan Negara Lantai III, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, baru-baru ini.
Tak hanya itu, kata dia, Pemprovsu sampai sejauh ini masih bergantung pada dana transfer pusat. Dimana, sebutnya, dari jumlah total APBD Sumut senilai Rp53,68 triliun, sebesar Rp36,95 triliun atau 68,82 persen dibiayai dana transfer.
“Ketergantungan pada dana transfer memang masih sangat tinggi. “Untuk itu, kami harapkan pemda lebih inovatif dan kreatif dalam meningkatkan PAD melalui identifikasi dan ekstensifikasi pajak maupun retribusi daerah, jangan melulu harapkan dana transfer,” ucapnya.
Kesempatan itu turut dilakukan Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan Kakanwil DJPb Sumut, Bakhtaruddin sebagai moderator. Bertindak sebagai narasumber antara lain; Kepala BPS Sumut, Syech Suhaimi, Regional Economics Kemenkeu Sumut, Wahyu Ario Pratomo, dan Kadiv Pengawasan Bank Indonesia, Yura Djalins. Turut hadir Sekda Kota Medan, Wiriya Al Rahman, Sekda Langkat, Indra Salahudin, perwakilan Pemkab Binjai, perwakilan Pemko Binjai, dan perwakilan Pemprovsu.
Syech Suhaimi dalam pemaparannya menyampaikan, lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Sumut berada diangka 5,18 persen di atas nasional, yakni 5,17 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut menurutnya sangat ditopang pada tiga sektor, yaitu pertanian (21 persen), industri sekitar 20 persen dan perdagangan.
“Kalau kita lihat dari sumbernya, pertanian juga sangat tinggi, lebih dari 1,67 persen. Berarti kalau kita ingin memacu pertumbuhan ekonomi kita, jangan sampai mengesampingkan sektor yang lain. Tapi tiga sektor ini ditambah sektor konstruksi sudah sangat berpengaruh terhadap ekonomi Sumut,” katanya.
Ia menambahkan, sektor pertanian dan industri memang sangat berpengaruh memberikan dampak seperti pada bidang perbankan, dunia usaha sampai transportasi. “Kalau tiga sektor tumbuh di atas rata-rata, pertumbuhan ekonomi Sumut bisa tembus 6 persen,” katanya.
Sementara Wahyu Ario mengamini, sebenarnya pertumbuhan ekonomi Sumut dalam lima tahun belakangan pernah menembus 6 persen. Hanya saja perlu ada beberapa perbaikan untuk kembali mendongkrak pertumbuhan tersebut, dimana antara lain faktor birokrasi yang bersih, meningkatkan anggaran pendidikan atau pemberdayaan masyarakat, akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, probabilitas agraria, akses permodolan hingga peningkatan industri pariwisata.
“Pertumbuhan 5,18 persen itu sebenarnya dibawah potensi Sumut. Kita punya Danau Toba yang menjadi KSPN. Potensi pariwisata itu sangat luar biasa bila serius untuk dikembangkan ke depan. Kemudian saya lihat pemanfaatan dana desa pada 2019 dan tahun-tahun mendatang, mesti digeser untuk kegiatan yang bersifat pemberdayaan masyarakat sehingga taraf hidup dan ekonomi masyarakat ikut meningkat,” katanya.
Untuk diketahui, diseminasi kajian fiskal regional merupakan kegiatan perdana yang diselenggarakan Ditjen Perbendaharaan Kantor Wilayah Sumut. Dimana seluruh masukan, ide, gagasan dan juga kritikan akan menjadi sebuah rekomendasi yang disampaikan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan.
Selain penggalian sumber PAD baru, pemda di Sumut diharapkan melalui rekomendasi tersebut untuk menopang kecenderungan kenaikan alokasi APBN setiap tahun, dimana perlu dicari sumber pemasukan negara melalui sektor perpajakan.
Selanjutnya melakukan optimalisasi anggaran belanja berbasis value for money (VFM), dimana pemerintah harus mengedepankan prinsip-prinsip ekonomi, efektivitas, efisiensi dan berkeadilan sehingga memperoleh output yang diharapkan dengan biaya maupun input yang minimal. VPM merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada pembayar pajak, pendonor dan penerima hibah. (prn/han)