22.5 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Wabup Tuduh Bupati Otak Pelaku

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Balai Benih Induk (BBI) tahun 2012 yang merugikan negara senilai Rp10,7 miliar, kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Medan, kemarin (5/11). Di persidangan beragenda mendengarkan keterangn saksi tersebut, Wakil Bupati (Wabup) Nias Selatan (Nisel), Hukuasa Nduru menuding Bupati Nisel, Idealisman Dachi sebagai otak pelaku dari pengadaan lahan BBI tersebut.

“Terdakwa ini cuma korban yang mulia, sebenarnya yang menjadi otak pelakunya itu adalah Bupati,” terang Hukuasa, di hadapan Zulfahmi SH, selaku ketua majelis hakim. Dalam sidang tersebut, didudukkan Yokie Adi Kurniawan Duha selaku Kasubbid Pendataan dan Perawatan Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPK2D) Nisel, sebagai terdakwa.

Hukuasa juga mengungkapkan kalau bupati memiliki banyak tanah, namun dibuat atas nama adiknya Firman Adil Dachi. “Saya sempat diajak Bupati untuk melihat tanah rumah sakit itu, dan saat itu dia cerita kalau punya banyak tanah sekitar 80 hektar, tetapi dibuat atas nama adiknya Firman,” jelasnya.

Terkait pengadaan lahan BBI tersebut, dirinya juga mengakui telah menandatangani sejumlah dokumen dengan tanggal mundur atau tidak sesuai dengan faktanya. Di antaranya, Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi lahan BBI, SK Tim Penaksir Harga Tanah dan disposisinya ke Dinas Pertanian dan Bappeda.

Surat-surat itu tertanggal 13 Februari 2012, padahal ditandatanganinya April 2012. “Saya tandatangani surat-surat itu sesudah pembayaran lahan BBI, sebelum diaudit BPKP tapi sudah mulai disidik. Saya mau menandatanganinya karena untuk melengkapi berkas sekda,” katanya.

Namun, sejak kasus pengadaan lahan BBI tersebut bergulir, hubungannya dengan bupati sudah tidak bagus lagi. “Sampai sekarang saya masih menjabat sebagai Wakil Bupati Nisel, tapi saya tidak menerima gaji lagi,” ujar Hukuasa yang kini berstatus tersangka dalam perkara ini.

Dia juga mengaku pernah bertemu Firman (pemilik tanah) atas arahan bupati. Saat itu, Firman menanyakan pengadaan lahan BBI sesuai pesan bupati, dan dirinya mengarahkannya ke Sekda Nisel. Dalam perkara ini, Pengadilan Tipikor Medan telah menghukum tiga terdakwa, yakni Sekda Nisel Asa’aro Laia selama 5 tahun penjara, Asisten I Pemkab Nisel Feriaman Sarumaha selama 4 tahun penjara dan Firman Adil Dachi 7 tahun penjara.

Asa’aro sebagai ketua panitia pengadaan tanah telah menyetujui pembelian tanah milik Firman Dachi seluas 64.377 M2 seharga Rp175.000 per meter di Desa Bawoni Faso Teluk Dalam, Nisel. Sehingga total dana yang dikeluarkan Pemkab Nisel untuk pembayaran ganti rugi tanah dan tanaman tersebut Rp11,3 miliar.

Padahal, Asa’aro mengetahui pengadaan lahan untuk BBI tersebut tidak ada ditampung dalam APBD Nisel 2012. Karena yang dianggarkan di APBD pengadaan lahan untuk kepentingan pemerintahan Pemkab Nisel, yakni pembangunan Bandara Silambo dan perkantoran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Sedangkan Feriaman Sarumaha sebagai ketua tim penaksir harga tanah, menetapkan harga tanah tidak dengan harga yang sebenarnya dan tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Tanah (NJOP) di daerah itu, melainkan sesuai harga pasar. Harga yang ditetapkan sebesar Rp175.000 per meter persegi.

Firman Dachi kemudian menggelembungkan harga tanah tersebut. Awalnya, tanah seluas 64.377 M2 tersebut dibeli Firman dari Instani Halawa hanya seharga Rp850 juta pada Mei 2011. Namun, dalam waktu beberapa bulan kemudian, dia menjual tanah itu ke Pemkab Nisel seharga Rp11,3 miliar, dengan perincian harga tanah Rp11,2 miliar dan ganti rugi tanaman Rp64 juta. Setelah dipotong pajak, Firman menerima pembayaran Rp10,7 miliar. (bay/trg)

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Balai Benih Induk (BBI) tahun 2012 yang merugikan negara senilai Rp10,7 miliar, kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Medan, kemarin (5/11). Di persidangan beragenda mendengarkan keterangn saksi tersebut, Wakil Bupati (Wabup) Nias Selatan (Nisel), Hukuasa Nduru menuding Bupati Nisel, Idealisman Dachi sebagai otak pelaku dari pengadaan lahan BBI tersebut.

“Terdakwa ini cuma korban yang mulia, sebenarnya yang menjadi otak pelakunya itu adalah Bupati,” terang Hukuasa, di hadapan Zulfahmi SH, selaku ketua majelis hakim. Dalam sidang tersebut, didudukkan Yokie Adi Kurniawan Duha selaku Kasubbid Pendataan dan Perawatan Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPK2D) Nisel, sebagai terdakwa.

Hukuasa juga mengungkapkan kalau bupati memiliki banyak tanah, namun dibuat atas nama adiknya Firman Adil Dachi. “Saya sempat diajak Bupati untuk melihat tanah rumah sakit itu, dan saat itu dia cerita kalau punya banyak tanah sekitar 80 hektar, tetapi dibuat atas nama adiknya Firman,” jelasnya.

Terkait pengadaan lahan BBI tersebut, dirinya juga mengakui telah menandatangani sejumlah dokumen dengan tanggal mundur atau tidak sesuai dengan faktanya. Di antaranya, Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi lahan BBI, SK Tim Penaksir Harga Tanah dan disposisinya ke Dinas Pertanian dan Bappeda.

Surat-surat itu tertanggal 13 Februari 2012, padahal ditandatanganinya April 2012. “Saya tandatangani surat-surat itu sesudah pembayaran lahan BBI, sebelum diaudit BPKP tapi sudah mulai disidik. Saya mau menandatanganinya karena untuk melengkapi berkas sekda,” katanya.

Namun, sejak kasus pengadaan lahan BBI tersebut bergulir, hubungannya dengan bupati sudah tidak bagus lagi. “Sampai sekarang saya masih menjabat sebagai Wakil Bupati Nisel, tapi saya tidak menerima gaji lagi,” ujar Hukuasa yang kini berstatus tersangka dalam perkara ini.

Dia juga mengaku pernah bertemu Firman (pemilik tanah) atas arahan bupati. Saat itu, Firman menanyakan pengadaan lahan BBI sesuai pesan bupati, dan dirinya mengarahkannya ke Sekda Nisel. Dalam perkara ini, Pengadilan Tipikor Medan telah menghukum tiga terdakwa, yakni Sekda Nisel Asa’aro Laia selama 5 tahun penjara, Asisten I Pemkab Nisel Feriaman Sarumaha selama 4 tahun penjara dan Firman Adil Dachi 7 tahun penjara.

Asa’aro sebagai ketua panitia pengadaan tanah telah menyetujui pembelian tanah milik Firman Dachi seluas 64.377 M2 seharga Rp175.000 per meter di Desa Bawoni Faso Teluk Dalam, Nisel. Sehingga total dana yang dikeluarkan Pemkab Nisel untuk pembayaran ganti rugi tanah dan tanaman tersebut Rp11,3 miliar.

Padahal, Asa’aro mengetahui pengadaan lahan untuk BBI tersebut tidak ada ditampung dalam APBD Nisel 2012. Karena yang dianggarkan di APBD pengadaan lahan untuk kepentingan pemerintahan Pemkab Nisel, yakni pembangunan Bandara Silambo dan perkantoran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Sedangkan Feriaman Sarumaha sebagai ketua tim penaksir harga tanah, menetapkan harga tanah tidak dengan harga yang sebenarnya dan tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Tanah (NJOP) di daerah itu, melainkan sesuai harga pasar. Harga yang ditetapkan sebesar Rp175.000 per meter persegi.

Firman Dachi kemudian menggelembungkan harga tanah tersebut. Awalnya, tanah seluas 64.377 M2 tersebut dibeli Firman dari Instani Halawa hanya seharga Rp850 juta pada Mei 2011. Namun, dalam waktu beberapa bulan kemudian, dia menjual tanah itu ke Pemkab Nisel seharga Rp11,3 miliar, dengan perincian harga tanah Rp11,2 miliar dan ganti rugi tanaman Rp64 juta. Setelah dipotong pajak, Firman menerima pembayaran Rp10,7 miliar. (bay/trg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/