27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Tertimbun Reruntuhan, Poniyem Selamat

Foto: Toga Sianturi/New Tapanuli Sri Poniye (15), yang selamat dari longsor, tampak terbaring lemas di RS FL Tobing, Minggu (6/4).
Foto: Toga Sianturi/New Tapanuli
Sri Poniye (15), yang selamat dari longsor, tampak terbaring lemas di RS FL Tobing, Minggu (6/4).

SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Kisah pilu masih melekat pada semua keluarga korban bencana tanah longsor yang terjadi Kamis (3/4) lalu di Gang Walet, Aek Parombunan, Sibolga Selatan. Dalam bencana itu, tiga pelajar meninggal dunia. Sementara dua orang lainnya luka parah dan masih dirawat di RSU FL Tobing, Sibolga.

Iskandar (36), adik kandung Nurhanifah (40), ibu dari kedua korban yang meninggal; Darmadi (10), dan Rafiah Hannum (12), serta Sri Poniyem (15) yang masih dirawat di RS FL Tobing, menceritakan kisah di saat kejadian naas tersebut.

Saat peristiwa itu, Iskandar masih berada di dalam rumahnya, yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi longsor. Dia dipanggil oleh Diana (42), kakaknya yang sudah menjerit minta tolong. Setiba di lokasi, Iskandar melihat semua sudah tertutup tanah dan bongkahan reruntuhan tembok rumah. Bermodalkan palu, dia mencoba memecahkan tembok yang menimbun para korban.

“Kucoba memecahkan tembok-tembok reruntuhan bangunan itu dengan palu untuk menyelamatkan kakak dan keponakanku,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca, saat ditemui di RSU FL Tobing, Minggu (6/4).

Beberapa menit kemudian, Iskandar mendengar ada suara yang minta tolong dari dalam reruntuhan. Setelah dicari, sumber suara ternyata berasal dari Nurhanifah alias Nipa, kakaknya yang saat itu dalam keadaan tertimpa dinding. Separuh badannya sudah tertimbun. Dia berusaha menyingkirkan bongkahan tembok untuk menyelamatkannya.

“Separuh badannya sudah tertimbun dan aku dengan tergesa-gesa berusaha menyingkirkan pecahan dinding bangunan itu,” ucapnya.

Kemudian, Iskandar yang ditemani Ibrahim, abang kandungnya dan Rudi, yang merupakan tetangga dekatnya berusaha mencari korban yang lain.

Mereka menggali secara manual dan akhirnya dari bawah timbunan pecahan tembok, mereka melihat kaki, kemudian mereka terus menggali, yang ternyata adalah abang iparnya Hasan (42). Hasan yang saat itu ditemukan dalam keadaan sadar, bisa berdiri namun tidak mengeluarkan kata sedikitpun. Seluruh kepalanya sudah berlumuran darah dan segera dievakuasi. “Enggak ngomong apa-apa, tapi masih bisa berdiri. Langsung kami evakuasi dan dibawa ke rumah sakit,” bebernya.

Setengah jam kemudian, warga sudah ramai datang membantu pencarian. Dengan alat seadanya mereka terus mengorek-ngorek reruntuhan bangunan tapi belum menemukan korban lain. Pihak pemadam kebakaran pun datang lalu menyemprot timbunan reruntuhan dengan air. Posisi kamar saat itu sudah bergeser hingga ke rumah tetangga sebelah yang juga turut hancur. Dari situ yang pertama kali ditemukan adalah Rafiah Hannum alias Annum, menyusul ditemukannya lagi Alfi. Keduanya sudah meninggal dunia.

Setelah itu, ketika salah seorang warga menggerak-gerakkan salah satu bongkahan tembok, terdengar suara dari dalam timbunan, meraung kesakitan.

“Kakiku, kakiku…,” jerit salah seorang korban yang ditirukan oleh Iskandar.

“Cepat-cepat kami korek dan kami menemukan Sri Poniyem (15), keponakanku. Ternyata kakinya terjepit saat reruntuhan batu itu digoyang-goyang,” lanjut Iskandar.  Tubuh Poniyem tertimbun reruntuhan bangunan tembok semen dan tanah. Iskandar melanjutkan, korban yang meninggal dunia yang terakhir ditemukan, dan kondisinya paling parah adalah Darmadi alias Darma. Kepalanya luka parah, demikian juga di sekujur tubuhnya.

Sementara Poniyem diperkirakan selamat karena posisi keempatnya saling berdempetan. Karena badan Alfi yang besar sehingga seperti menjadi ‘pelindung’ baginya. “Mungkin karena badan si Alfi yang cukup besar, sehingga melindunginya (Poniyem). Karena posisi keempatnya saling berdempetan, setelah si Alfi baru kita temuan Poniyem. Dan yang paling menyedihkan adalah keponakanku si Darma. Mungkin karena lebih dekat ke dinding, yang pertama kali dihantam itu dia. Kalau kuingat itu, sedih kali,” ucap Iskandar bersedih mengenang keponakannya tersebut. Dia juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua warga yang turut membantu evakuasi para korban saat kejadian. Poniyem, siswi kelas IX SMP yang hingga saat ini belum mengetahui kematian kedua adiknya; Darma dan Annum serta sepupunya Alfi belum dapat diwawancarai. Begitu juga dengan Hasan, dia terus mengeluh sakit pada kepalanya, terlebih pada saat berbicara. (ts/smg/deo)

Foto: Toga Sianturi/New Tapanuli Sri Poniye (15), yang selamat dari longsor, tampak terbaring lemas di RS FL Tobing, Minggu (6/4).
Foto: Toga Sianturi/New Tapanuli
Sri Poniye (15), yang selamat dari longsor, tampak terbaring lemas di RS FL Tobing, Minggu (6/4).

SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Kisah pilu masih melekat pada semua keluarga korban bencana tanah longsor yang terjadi Kamis (3/4) lalu di Gang Walet, Aek Parombunan, Sibolga Selatan. Dalam bencana itu, tiga pelajar meninggal dunia. Sementara dua orang lainnya luka parah dan masih dirawat di RSU FL Tobing, Sibolga.

Iskandar (36), adik kandung Nurhanifah (40), ibu dari kedua korban yang meninggal; Darmadi (10), dan Rafiah Hannum (12), serta Sri Poniyem (15) yang masih dirawat di RS FL Tobing, menceritakan kisah di saat kejadian naas tersebut.

Saat peristiwa itu, Iskandar masih berada di dalam rumahnya, yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi longsor. Dia dipanggil oleh Diana (42), kakaknya yang sudah menjerit minta tolong. Setiba di lokasi, Iskandar melihat semua sudah tertutup tanah dan bongkahan reruntuhan tembok rumah. Bermodalkan palu, dia mencoba memecahkan tembok yang menimbun para korban.

“Kucoba memecahkan tembok-tembok reruntuhan bangunan itu dengan palu untuk menyelamatkan kakak dan keponakanku,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca, saat ditemui di RSU FL Tobing, Minggu (6/4).

Beberapa menit kemudian, Iskandar mendengar ada suara yang minta tolong dari dalam reruntuhan. Setelah dicari, sumber suara ternyata berasal dari Nurhanifah alias Nipa, kakaknya yang saat itu dalam keadaan tertimpa dinding. Separuh badannya sudah tertimbun. Dia berusaha menyingkirkan bongkahan tembok untuk menyelamatkannya.

“Separuh badannya sudah tertimbun dan aku dengan tergesa-gesa berusaha menyingkirkan pecahan dinding bangunan itu,” ucapnya.

Kemudian, Iskandar yang ditemani Ibrahim, abang kandungnya dan Rudi, yang merupakan tetangga dekatnya berusaha mencari korban yang lain.

Mereka menggali secara manual dan akhirnya dari bawah timbunan pecahan tembok, mereka melihat kaki, kemudian mereka terus menggali, yang ternyata adalah abang iparnya Hasan (42). Hasan yang saat itu ditemukan dalam keadaan sadar, bisa berdiri namun tidak mengeluarkan kata sedikitpun. Seluruh kepalanya sudah berlumuran darah dan segera dievakuasi. “Enggak ngomong apa-apa, tapi masih bisa berdiri. Langsung kami evakuasi dan dibawa ke rumah sakit,” bebernya.

Setengah jam kemudian, warga sudah ramai datang membantu pencarian. Dengan alat seadanya mereka terus mengorek-ngorek reruntuhan bangunan tapi belum menemukan korban lain. Pihak pemadam kebakaran pun datang lalu menyemprot timbunan reruntuhan dengan air. Posisi kamar saat itu sudah bergeser hingga ke rumah tetangga sebelah yang juga turut hancur. Dari situ yang pertama kali ditemukan adalah Rafiah Hannum alias Annum, menyusul ditemukannya lagi Alfi. Keduanya sudah meninggal dunia.

Setelah itu, ketika salah seorang warga menggerak-gerakkan salah satu bongkahan tembok, terdengar suara dari dalam timbunan, meraung kesakitan.

“Kakiku, kakiku…,” jerit salah seorang korban yang ditirukan oleh Iskandar.

“Cepat-cepat kami korek dan kami menemukan Sri Poniyem (15), keponakanku. Ternyata kakinya terjepit saat reruntuhan batu itu digoyang-goyang,” lanjut Iskandar.  Tubuh Poniyem tertimbun reruntuhan bangunan tembok semen dan tanah. Iskandar melanjutkan, korban yang meninggal dunia yang terakhir ditemukan, dan kondisinya paling parah adalah Darmadi alias Darma. Kepalanya luka parah, demikian juga di sekujur tubuhnya.

Sementara Poniyem diperkirakan selamat karena posisi keempatnya saling berdempetan. Karena badan Alfi yang besar sehingga seperti menjadi ‘pelindung’ baginya. “Mungkin karena badan si Alfi yang cukup besar, sehingga melindunginya (Poniyem). Karena posisi keempatnya saling berdempetan, setelah si Alfi baru kita temuan Poniyem. Dan yang paling menyedihkan adalah keponakanku si Darma. Mungkin karena lebih dekat ke dinding, yang pertama kali dihantam itu dia. Kalau kuingat itu, sedih kali,” ucap Iskandar bersedih mengenang keponakannya tersebut. Dia juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua warga yang turut membantu evakuasi para korban saat kejadian. Poniyem, siswi kelas IX SMP yang hingga saat ini belum mengetahui kematian kedua adiknya; Darma dan Annum serta sepupunya Alfi belum dapat diwawancarai. Begitu juga dengan Hasan, dia terus mengeluh sakit pada kepalanya, terlebih pada saat berbicara. (ts/smg/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/