Semua pertanyaan yang dicecarkan kepadanya, semua bisa dijawabnya. “Terakhir baru masalah bil hotel. Beliau tunjukkan sama saya bil hotel yang memang saya gak pernah lihat dan memang saya tidak pernah mengurus bil hotel tersebut. Menurut penyidik, itu dgn adanya laporan tadi mereka telah mencros check ke hotel-hotel itu semua. Ini berarti ada oknum DPRD dan staf yang membayar dan mengurus penginapan yang tidak beres dan tidak becus mengurus bil hotel saya,” bebernya.
Dia juga mengaku heran dengan tuduhan mark-up biaya perjalanan dinas yang ditujukan kepadanya. “Saya melihat ada bahasa mark up perjalanan dinas di berita-berita itu. Sebenarnaya bukan mark up, karena biaya yang saya belanjakan masih di bawah standar. Contoh, hotel saya pimpinan DPRD bisa 1,5 juta/malam, pesawat bisa class bisnis, tapi saya selalu di hotel murahan dan pesawat ekonomi,” sebutnya.
Sedangkan soal nilai biaya perjalanan dinas sebesar Rp600 jutaan, diakuinya angkanya memang segitu. “Tapi seingat saya, tidak lebih dari 16 jutaan selama 2 tahun itu bill hotel saya dan untuk TA 2017 sudah saya kembalikan Rp6 jutaan karena temuan BPK dan ketentuannya hanya dikembalikan. Tinggal Rp10 jutaan lagi,” katanya.
“Kalau Rp10 juta/24 bulan, kan gak lebih dari 400 ribu sebulan itu. Menurut kawan-kawan, mungkinkah saya korupsi? Maaf ya, untuk biaya bergerak saya saja dalam bentuk bantuan dan sumbangan ke masyarakat saat BALON BUPATI habis Rp6 M masak 400 ribu saya korupsi sebulan,” tandasnya.
Sebelumnya, Polda Sumut terlebih dahulu telah menahan tiga anggota DPRD Tapteng yakni Julianus Simanungkalit dan Hariono Nainggolan dari Fraksi Golkar, dan Jonia Silaban dari Fraksi Gabungan, pada Jumat (30/11) lalu. Ketiganya dipanggil dan dibawa secara paksa, untuk selanjutnya dilakukan penahanan.
Kabid Humas Polda Sumut Tatan Dirsan Atmaja sebelumnya menyebutkan, kasus itu diselidiki Polda Sumut atas dasar laporan polisi nomor: LP/766/VI/2018/SPKT III tanggal 8 Juni 2018. Adapun modus kelima tersangka, yakni menggunakan bukti pembayaran bill hotel yang diduga fiktif atau di-mark up sebagai pertanggungjawaban atas perjalanan dinas keluar daerah dalam agenda konsultasi, kunjungan kerja dan bimbingan teknis, sehingga merugikan negara hingga Rp 655.924.350.
“Kelima tersangka dipersangkakan dengan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahum 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, yakni tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun,” jelasnya. (dvs/adz)