Kata band Seurieus, ‘dokter’ (baca: rocker) juga manusia. Sebagai manusia, seorang dokter tentu sah-sah saja memiliki penilaian personal tentang karakteristik pasien-pasiennya. Dokter Irsan misalnya, memiliki pendapat unik tentang siapa pasien operasi katarak yang cenderung merasa sakit saat operasi, dan siapa yang tidak. Penasaran?
Dame Ambarita, Sumut Pos
Kolonel Ckm dr Irsan, Sp.M dari Rumkit Tk. II Putri Hijau Medan sudah menangani ribuan pasien operasi katarak. Baik yang gratis (karena disponsori perusahaan tertentu), maupun yang bayar sendiri. Ia adalah salahsatu dokter Indonesia yang menguasai metode operasi katarak temuan dr. Sanduk Ruit asal Nepal. Tekniknya, katarak dibuang dari mata dengan dua sayatan kecil tanpa jahitan. Meski sempat dikecam dunia kedokteran, metode ini sekarang sangat terkenal karena sangat ringkas, cepat (rata-rata hanya 5 menit), murah, dan sama efektifnya dengan metode lama.
Dari ribuan pasien yang dioperasinya, pasien yang disponsori Tambang Emas Martabe bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan termasuk paling banyak. Ia sudah lima kali mengikuti kegiatan baksos operasi katarak gratis “Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe.
Apa saja kesan menarik yang diperolehnya selama menangani pasien dari berbagai daerah, usia, dan kondisi kesehatan berbeda-beda?
“Pengalaman saya ya… pasien yang tenang, sabar, dan ikhlas itu cenderung merasa tidak sakit saat dioperasi. Hasil operasi juga lebih bagus, dan si pasien lebih cepat sembuh,” kisahnya saat diajak bincang-bincang, jelang operasi katarak gratis kelima yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, 7-11 Desember 2016.
Tipe pasien ‘nerimo’ ini banyak ditemuinya di wilayah operasi di RS Tentara Padangsidimpuan. Pasien dari wilayah Tebing dan Labuhanbatu juga diakuinya cenderung lebih sabar. Hal itu dinilainya potensial menurunkan rasa sakit dan mempercepat rentang waktu kesembuhan si pasien pascaoperasi.
Sebaliknya, pasien yang rewel, ngeyel, banyak protes, dan peminum minuman keras, cenderung merasa lebih sakit saat operasi. Tak hanya itu, rentang waktu kesembuhan pascaoperasi juga cenderung lebih lama.
Mengapa?
“Mungkin karena tingkat kerewelan mereka memengaruhi penerimaan tubuh mereka terhadap proses operasi. Dan yang pasti, peminum miras memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap anestesi, sehingga bius tidak mempan. Akibatnya si pasien kesakitan saat operasi,” jelasnya.
Susahnya, banyak pasien yang tidak mengaku kalau dirinya peminum miras. Alhasil kadar anestesinya tidak ditambah paramedis. “Yang rugi ya si pasien sendiri. Merasa lebih sakit saat operasi dan kesembuhannya lebih lama,” kata dia.