TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Jumlah ternak babi yang mati di Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah. Sabtu (7/12) kemarin, Dinas Pertanian Kota Tebingtinggi kembali menemukan 13 ekor babi mati akibat hog cholera. Babi milik warga Kelurahan Damar Sari, Kecamatan Padang Hilir, yang mati dari dalam kadangnya itu langsung dibawa ke lokasi tempat penguburan.
Lurah Damar Sari, B Hutagaoal, saat dikonfirmasi Sumut Pos, membenarkan adanya 13 ekor babi milik warga yang mati. “Setelah mendapatkan laporan, kami langsung menghubungi tim dari Dinas Pertanian dan segera mengevakuasi bangkai babi tersebut untuk dikuburkan,” katanya.
Menurut Hutagaol, bangkai bangkai babi tersebut segera dievakuasi untuk menghindari penularan kepada babi lainnya, mengingat sudah puluhan babi di kelurahan Damar Sari mati mendadak akibat hog cholera. “Tim gabungan terus memberikan penyuluhan kepada peternak babi dan memberikan bantuan obat obatan untuk babi yang masih hidup,” katanya.
Lurah juga menyampaikan, tim dari Provinsi Sumatera Utara juga sudah tarun ke lokasi dan mengambil sampel untuk memastikan penyebab kematian babi babi tersebut. Kepada peternak yang babi nya masih hidup, Hutagaol mengimbau, jika terjadi kematian pada babinya segera laporkan kepada kepala lingkungan setempat untuk segera disampaikan kepada tim dari Pemko Tebingtinggi.
“Jangan dibuang di sembarang tempat, apalagi ke sungai, agar menghindari pencemaran dan meresahkan warga lainnya. Kami senantiasa berkoordinasi dengan tim,” bilangnya.
Seorang peternak mengaku bermarga Simanjuntak, mengatakan bahwa kematian babi di wilayah Damar Sari sudah berlangsung selama lima belas hari belakangan ini. Para peternak berharap kepada pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahanagar babi babi lainnya tidak mati. “Bantuan belum ada, hanya imbauan saja. Saat ini peternak babi di wilayah ini menderita kerugian puluhan juta karena hampir mati semua ternak babinya,” ujarnya.
Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumut mencatat, sebanyak 22.985 ekor babi yang tersebar di 16 kabupaten/kota di Sumut mati akibat terjangkit virus hog cholera. Belasan kabupaten/kota yang dimaksud antara lain Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Tebing Tinggi, Pematangsiantar, dan Langkat.
“Sampai saat ini, kematian babi positif karena hog cholera. ASF masih menunggu dari Menteri Pertanian,” kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan DKPP Sumut Mulkan Harahap.
Hog cholera atau demam babi merupakan penyakit yang disebabkan oleh Petivirus C dan itu masih berkaitan dengan bovine virus diarrhea (BVD) serta sheep’s border disease (BD).
Berdasarkan laporan studi dari Lowa State University, demam babi sangat menular. Infeksi pun dapat menyebar secara cepat melalui kontak langsung atau tidak langsung antara babi yang terinfeksi atau rentan.
Penyebarannya dapat melalui pakan sisa babi yang terinfeksi atau peralatan peternakan, perternak sendiri, bahkan mobil yang digunakan peternak untuk mengangkut babi dari satu tempat ke tempat lainnya.
Meski sangat menular, bahkan dapat berakibat fatal, virus ini tidak akan menular ke manusia. Bahkan dilansir dari Porkbusiness, hal tersebut tidak akan terjadi meski hewan yang terinfeksi kita konsumsi.
Sementara itu untuk menghindari perkembangan penyakit yang lebih parah, pertenak dapat memberikan serum anti-hog-cholera pada tahap awal penyakit. Perlu diketahui pula, infeksi dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa hari.
Untuk mencegah penyebarluasan virus, Kementerian Pertanian menyalurkan bantuan desinfektan. Namun suplainya terbatas, hanya 450 liter saja. “Saat ini semua upaya sudah dan sedang dilaksanakan. Kementerian juga sudah mendrop 450 liter desinfektan. Kemudian ada didrop lagi hand supplier. Jadi semua sedang bekerja. Orang pusat (tim dari kementerian) juga sedang di Sumut sampai sekarang,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatera Utara, Azhar Harahap menjawab Sumut Pos, Jumat (6/12).
Hingga kini, ungkap Azhar, Kementerian Pertanian masih mengkaji secara mendalam mengenai penyebaran virus kolera babi di Sumut. Semua aspek dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan. “Nggak bisa secepat itu kementerian mengambil keputusan. Harus memikirkan dampak ekonomi, sosial, dan lainnya. Mengkaji ini ‘kan tidak bisa hanya kementerian. Tetapi mesti melibatkan berbagai pihak terkait,” katanya.
Pada prinsipnya, kata dia, pemerintah bertugas melindungi seluruh masyarakat. Oleh karenanya yang bisa dilakukan saat ini —mengingat status atas wabah kolera babi belum ditetapkan pemerintah—adalah dari sisi pengendalian dan pencegahan. Salahsatu strategi pencegahan yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan populasi kuman (bakteri, larva cacing, oosit, virus, jamur dan lain sebagainya) di areal kandang (bioskuriti), peningkatan kekebalan anak babi terhadap berbagai jenis penyakit (vaksinasi), serta membunuh kuman yang berhasil masuk ke dalam tubuh babi (medikasi).
“Pemerintah pusat juga punya pertimbangan khusus sesuai regulasi, sebelum menetapkan status wabah yang terjadi ini. Kita tidak bisa memaksa pusat menetapkan ini menjadi KLB. Kenapa itu harus kita permasalahkan? Yang kita pikirkan adalah bagaimana cara mengendalikan penyakitnya,” terangnya.
Ia menambahkan, jika nanti sudah ada ketetapan status soal wabah kolera babi di Sumut, kondisinya akan semakin menyulitkan masyarakat, terutama kalangan peternak. Sebab tidak boleh lagi perpindahan antarbabi dari satu tempat ke tempat lain.
“Makanya saya heran kenapa semua orang sibuk agar ini segera ditetapkan (status kejadian luar biasa/KLB)? Bahwa masyarakat bisa tambah menjerit kalau wabah ini nanti ditetapkan. Bukan lagi dimusnahkan, tetapi babinya tidak bisa keluar. Untuk itulah kajian ini masih terus dilakukan pemerintah pusat,” pungkasnya. (ian/prn)