Site icon SumutPos

Suap DPRD Sumut, Gatot Divonis 4 Tahun

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Mantan Gubernur Sumut yang menjadi terdakwa kasus suap anggota DPRD Sumut, Gatot Pujo Nugroho, mengikuti persidangan putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Medan, Sumatera Utara, Kamis (9/3). Gatot Pujo Nugroho dijatuhkan hukuman 4 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp250 juta, karena terbukti bersalah melakukan suap yang melibatkan pimpinan berserta sejumlah anggota DPRD Sumut tentang persetujuan laporan pertanggungjawaban pemerintah provinsi Sumut tahun anggaran 2012, persetujuan Perubahan APBD 2013 dan pengesahan APBD 2014 senilai Rp61 miliar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mimik wajah mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho terlihat pasrah, saat mendengarkan pembacaan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (9/3).  Gatot divonis 4 tahun penjara atas perkara suap terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 terkait penggagalan interplasi dan pengesahan APBD serta penerimaan Laporan Pertanggungjawaban.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Gatot selama tiga tahun kurungan. Tapi pada Kamis (9/3) sore, Majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono memutuskan hukuman empat tahun kurungan badan dan wajib membayar denda Rp250 juta. Bila tak dibayar, maka diganti dengan hukuman kurangan enam bulan penjara.

“Terdakwa Gatot Pujo Nugroho terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan melakukan penyuapan terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD Sumut. Dengan ini, menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun penjara,” kata Didik Setyo Handono di ruang utama di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Gatot disebut terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Penyuapan) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dengan melakukan penyuapan terhadap anggota DPRD periode 29-2014 dan 2014-2019 untuk tujuh item suap dengan total Rp61,8 miliar lebih.

Hakim Didik didampingi empat hakim lainnya yakni, Rosmina, Irwan Effendi, dan dua hakim ad hoc, Yusra dan Rodslowny L Tobing, dalam amar putusan tersebut menyebutkan tidak ada fakta persidangan yang dapat meringankan hukuman Gatot, sementara itu pembelaan penasihat hukum Gatot juga dinilai kurang tepat.

“Pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyebutkan terdakwa terpaksa mengabulkan keinginan anggota DPRD karena tertekan tidak beralasan. Pada kenyataannya terdakwa tidak tertekan karena mampu menjelaskan pemberian uang tersebut. Pemberian dana aspirasi juga tidak ada nomenklaturnya, lantaran penghasilan anggota DPRD sudah cukup banyak macamnya. Majelis hakim sepakat dengan penuntut umum,” kata Didik.

Di sisi lain, dalam amar putusannya, hakim meminta kepada KPK, agar kasus tersebut tidak berhenti pada Gatot saja, melainkan pemberi dan penerima suap yang lain untuk diproses hukum. Dengan ini, meminta penyidik KPK untuk membuka dan melanjuti proses penyidikan kasus penyuapan ini. Diantaranya yang melibatkan mantan Sekda Provinsi Sumut, Nurdin Lubis, mantan Sekretaris DPRD Sumut, Randiman Tarigan dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Sumut, Baharuddin Siagian. Nama-nama tersebut dalam amar putusan berperan sebagai pemberi dari pihak Pemprov Sumut ke DPRD Sumut.

“Saksi Nurdin Lubis, selaku Sekda, Randiman Tarigan selaku Sekretaris DPRD Sumut, Burhanuddin Siagian selaku Kabiro Keuangan, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro keuangan menggantikan Burhanuddin, Hasban Ritonga selaku Sekda menggantikan Nurdin Lubis, Pandapotan Siregar, selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumut merupakan pihak yang mengumpulkan uang dari SKPD dan diserahkan kepada pimpinan DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019,” sebut majelis hakim.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho berjalan usai mengikuti persidangan putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Medan, Sumatera Utara, Kamis (9/3). Gatot Pujo Nugroho dijatuhkan hukuman 4 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp250 juta, karena terbukti bersalah melakukan suap pimpinan dan sejumlah anggota DPRD Sumut.

Hakim Didik Setyo Handono meminta agar penyidik KPK mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini baik dari penerima maupun pemberi untuk segera ditetapkan sebagai tersangka dan segera untuk diadili ke persidangan.  “Meskipun menjadi kewenangan penyidik dan penuntut umum untuk mengajukan pihak lain yang terlibat dalam perkara ini sebagaimana disebutkan diatas, namun majelis hakim berdasarkan azas persamaan dimuka hukum dan Keadilan dapat saja memerintahkan agar baik yang memberi maupun yang menerima, baik yang sudah mengembalikan uang ataupun yang belum terutama mereka yang belum diadili untuk diajukan ke persidangan,” ungkap hakim Didik.

Menanggapi putusan tersebut, Penuntut Umum dari pihak KPK dan penasihat hukum Gatot mengatakan pikir-pikir.

Setelah membacakan amar putusan dan hakim menutup sidang. Gatot langsung berdiri dari kursi persakitan untuk menyalami para majelis hakim, penuntut umum dan tim kuasa hukumnya.

Saat beranjak meninggal ruang sidang. Gatot menghampiri istrinya, Sutias Handayani bersama dua putrinya dibangku pengunjung sidang. Perbincangan pun sempat dilakukan Gatot walaupun hanya berlangsung kurang dari lima menit.

Sesudah menemui keluarga, Gatot beranjak meninggal gedung PN Medan. Tapi, para awak media mengejar untuk melakukan wawancara menyikapi putusan lebih tinggi dari tuntutan dari penuntut umum KPK. Gatot enggan memberikan komentarnya dan hanya melambaikan tangan dengan memberikan tanda untuk tidak berkomentar.

KPK Tetap Lakukan Penyidikan

Usia sidang, penuntut umum KPK, Wawan Yunarwan mengapresiasi vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan. Dengan ini, penuntut umum akan segera menyampaikan putusan itu kepada pimpinan KPK.

Wawan menjelaskan dengan amar putusan hakim tersebut, akan menindaklanjuti putusan itu, dengan melakukan penyidikan kasus untuk para tersangka baru dalam kasus ini. “KPK tidak berhenti, fakta persidangan ini bukan perbuatan pribadi. Kita akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim. Kapan waktunya, belum bisa saya sampaikan,” ujarnya seusai sidang didampingi rekannya Ariawan.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, tertawa bersama istri pertama dan putrinya, sebelum mengikuti persidangan putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Medan, Sumatera Utara, Kamis (9/3). Gatot Pujo Nugroho dijatuhkan hukuman 4 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp250 juta, karena terbukti bersalah melakukan suap pimpinan dan sejumlah anggota DPRD Sumut.Dari putusan majelis hakim, akan tetap melakukan proses hukum bagi pemberi atau penerima suap yang mencapai Rp 61,8 miliar.”Pastinya, akan tetap tindaklanjuti itu semuanya. Dari nama-nama (pemberi dari Pemprov Sumut) saya belum bisa memberikan keterangan. Untuk waktunya, kita belum bisa sampaikan lagi,” ucapnya.

KPK pun, merasa seluruh dakwaan dan pembuktian sama dan sependapat dengan majelis hakim. Dengan ini, Wawan menilai majelis hakim memberikan vonis kepada Gatot lebih tinggi dari tuntutan KPK. “Kita apresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Semua sudah terbukti sesuai dengan apa kita dakwaan semua dalam persidangan sesuai fakta yang ada,” tandasnya.

Sementara itu, Ani Andriani, tim Hukum Gatot Pujo Nugroho yang menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut menilai, majelis hakim hanya menilai Gatot lah yang merupakan inisiator pemberian “uang ketok” tersebut.

“Padahal kan inisatornya jelas dari beberapa staf Gatot, tapi majelis hakim menilai inisiatif dari terdakwa. Kami pikir-pikir dulu lah,” ucapnya.

Dengan 7 hari kerja dari putusan ini, tim kuasa hukum Gatot akan mempelajari putusan majelis hakim. Baru mengambil sikap banding ditingkat Pengadilan Tinggi (PT) Medan atau menerima vonis itu.

Ani menyatakan dengan tegas, penyidik KPK harus mengungkap dan bongkar kasus ini lagi. Untuk status pemberi uang suap itu, dari pihak Pemprov Sumut ke DPRD Sumut. “Ini harus itu, diungkapkan lah? dengan tetap melakukan penyidikan kasus ini. Kara si terdakwa tidak tahu apa-apa seperti penerima itu. Tolong ini, dicari penegak hukum (KPK,red),” pungkasnya.(gus/ril)

Exit mobile version