30 C
Medan
Monday, September 23, 2024

Labuhanbatu Percepat Penanganan Stunting

LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO – Plh Bupati Labuhanbatu, Muhammad Yusuf Siagian menegaskan, dalam pencegahan dan penanganan stunting, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait harus memahami peranannya. Hal ini sebagai upaya untuk mempercepat penanganan kasus tersebut.

BERSAMA: Plh Bupati Labuhanbatu Muhammad Yusuf Siagian, diabadikan bersama peserta Rakor Pelaksanaan Aksi Analisis Situasi Program Penurunan Stunting di Rantauprapat, Selasa (9/3).FAJAR DAME HARAHAP/SUMUT POS.

“Saat ini, masyarakat sangat berharap kepada kita, selaku tenaga kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam hal kesehatan,” ungkap Yusuf pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Aksi Analisis Situasi Program Penurunan Stunting di Rantauprapat, Selasa (9/3).

Rapat yang diadakan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu ini, dimaksudkan agar sedini mungkin bisa membebaskan anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak, yang menyebabkan tingkat kecerdasan tidak maksimal.

Lebih lanjut Yusuf menjelaskan, stunting adalah satu permasalahan yang dihadapi dalam sektor kesehatan. Yakni belum optimalnya asupan gizi masyarakat, yang ditandai dengan tingginya angka stunting pada balita. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek, mencapai 29 persen. Sementara target RPJMN sebesar 28 persen.

“Berdasarkan data profil 2019, terdapat sebanyak 528 balita stunting yang tersebar pada 15 wilayah Puskesmas di Labuhanbatu,” bebernya.

Upaya pencegahan stunting membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas rumah tangga 1.000 HPK. Berdasarkan Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, atau Kepala Bappenas Nomor KEP.42./M.PPN/HK/04/2020, tertanggal 9 April 2020, tentang Penetapan Perluasan Kabupaten Kota Lokasi Fokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi, yang telah ditetapkan pada 2018-2020, ada sebanyak 360 kabupaten kota, yang satu di antaranya adalah Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam persiapan daerah, pada lokasi khusus (lokus), ada 8 aksi yang harus dijalankan, satu di antaranya adalah analisis situasi masalah, dan penetapan desa lokus stunting. Hasil penilaian aksi adalah penetapan desa lokus stunting, yang sudah dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari beberapa OPD dan analisis situasi masalah.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Kamal Ilham, melalui Kabid Kesmas, Friska Simanjuntak menyebutkan, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga anak menjadi lebih pendek dari anak normal seusianya, dan memiliki keterlambatan dalam berfikir.

Pemantauan status gizi 2017 menunjukkan, prevalensi balita stunting di indonesia masih tinggi, yakni 29,6 persen, di atas batasan yang di tetapkan oleh WHO sebesar 20 persen. Ini mengantarkan Indonesia pada urutan keempat dengan angka stunting tertinggi di dunia, yakni sebanyak 9 juta balita mengalami stunting.

“Dampak stunting umumnya terjadi disebabkan kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan. Yang dimulai sejak janin hingga berusia 2 tahun, dan mulai terlihat ketika anak berusia 2 tahun. Awal kehamilan sampai anak berusia 2 tahun, merupakan periode kritis terjadinya pertumbuhan, termasuk perawakan pendek,” katanya.

Menurut Friska, pemantauan pertumbuhan balita merupakan bagian dari standar pelayanan minimal yang harus dilakukan di daerah.

“Status gizi masyarakat pada umumnya, menjadi kebutuhan data di daerah, untuk mengetahui seberapa besar masalah gizi yang ada di wilayahnya, sebagai dasar perencanaan kegiatan dan evaluasi kinerja serta intervensi apa yang akan dilakukan para pemangku kepentingan. Hal ini bertujuan menghasilkan data dalam penetapan desa lokus stunting 2022 di Labuhanbatu,” pungkasnya.

Rapat ini diikuti 19 perwakilan OPD, 11 peserta dari Dinas Kesehatan, dan 15 Kepala Puskesmas Kabupaten Labuhanbatu. (fdh/saz)

LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO – Plh Bupati Labuhanbatu, Muhammad Yusuf Siagian menegaskan, dalam pencegahan dan penanganan stunting, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait harus memahami peranannya. Hal ini sebagai upaya untuk mempercepat penanganan kasus tersebut.

BERSAMA: Plh Bupati Labuhanbatu Muhammad Yusuf Siagian, diabadikan bersama peserta Rakor Pelaksanaan Aksi Analisis Situasi Program Penurunan Stunting di Rantauprapat, Selasa (9/3).FAJAR DAME HARAHAP/SUMUT POS.

“Saat ini, masyarakat sangat berharap kepada kita, selaku tenaga kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam hal kesehatan,” ungkap Yusuf pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Aksi Analisis Situasi Program Penurunan Stunting di Rantauprapat, Selasa (9/3).

Rapat yang diadakan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu ini, dimaksudkan agar sedini mungkin bisa membebaskan anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak, yang menyebabkan tingkat kecerdasan tidak maksimal.

Lebih lanjut Yusuf menjelaskan, stunting adalah satu permasalahan yang dihadapi dalam sektor kesehatan. Yakni belum optimalnya asupan gizi masyarakat, yang ditandai dengan tingginya angka stunting pada balita. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek, mencapai 29 persen. Sementara target RPJMN sebesar 28 persen.

“Berdasarkan data profil 2019, terdapat sebanyak 528 balita stunting yang tersebar pada 15 wilayah Puskesmas di Labuhanbatu,” bebernya.

Upaya pencegahan stunting membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas rumah tangga 1.000 HPK. Berdasarkan Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, atau Kepala Bappenas Nomor KEP.42./M.PPN/HK/04/2020, tertanggal 9 April 2020, tentang Penetapan Perluasan Kabupaten Kota Lokasi Fokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi, yang telah ditetapkan pada 2018-2020, ada sebanyak 360 kabupaten kota, yang satu di antaranya adalah Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam persiapan daerah, pada lokasi khusus (lokus), ada 8 aksi yang harus dijalankan, satu di antaranya adalah analisis situasi masalah, dan penetapan desa lokus stunting. Hasil penilaian aksi adalah penetapan desa lokus stunting, yang sudah dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari beberapa OPD dan analisis situasi masalah.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Kamal Ilham, melalui Kabid Kesmas, Friska Simanjuntak menyebutkan, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga anak menjadi lebih pendek dari anak normal seusianya, dan memiliki keterlambatan dalam berfikir.

Pemantauan status gizi 2017 menunjukkan, prevalensi balita stunting di indonesia masih tinggi, yakni 29,6 persen, di atas batasan yang di tetapkan oleh WHO sebesar 20 persen. Ini mengantarkan Indonesia pada urutan keempat dengan angka stunting tertinggi di dunia, yakni sebanyak 9 juta balita mengalami stunting.

“Dampak stunting umumnya terjadi disebabkan kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan. Yang dimulai sejak janin hingga berusia 2 tahun, dan mulai terlihat ketika anak berusia 2 tahun. Awal kehamilan sampai anak berusia 2 tahun, merupakan periode kritis terjadinya pertumbuhan, termasuk perawakan pendek,” katanya.

Menurut Friska, pemantauan pertumbuhan balita merupakan bagian dari standar pelayanan minimal yang harus dilakukan di daerah.

“Status gizi masyarakat pada umumnya, menjadi kebutuhan data di daerah, untuk mengetahui seberapa besar masalah gizi yang ada di wilayahnya, sebagai dasar perencanaan kegiatan dan evaluasi kinerja serta intervensi apa yang akan dilakukan para pemangku kepentingan. Hal ini bertujuan menghasilkan data dalam penetapan desa lokus stunting 2022 di Labuhanbatu,” pungkasnya.

Rapat ini diikuti 19 perwakilan OPD, 11 peserta dari Dinas Kesehatan, dan 15 Kepala Puskesmas Kabupaten Labuhanbatu. (fdh/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/