26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Masjid Raya Binjai Kerap Dikunjungi Jamaah Luar Negeri

Foto: Teddy Akbari/Sumut Pos
Masjid Raya Binjai.

SUMUTPOS.CO – Masjid Raya Binjai secara resmi digunakan oleh jamaah pertama kali pada tahun 1890 lalu. Tepatnya setelah masjid yang berada di kawasan Pasar Tavip tersebut diresmikan oleh putra Sultan Langkat, Tuanku Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah.

Masjid yang terletak di Jalan Wahid Hasyim, Binjai Kota ini dibangun oleh Sultan Langkat, Tuanku Sultan Haji Musa Al Khalid Al Mahadiah Muazaam Shah pada tahun 1887 lalu. Pembangunan masjid ini 12 tahun lebih dahulu dimulai jika dibandingkan dengan Masjid Azizi yang terletak di Tanjungpura, Langkat.

Ada yang unik antara Masjid Raya Binjai dengan Masjid Azizi Tanjungpura, Langkat, yakni pembangunan keduanya sama-sama menempuh waktu tiga tahun. Sekretaris Masjid Raya Binjai Haji Usman mengatakan, ada empat kubah yang menghiasi ‘kepala’ masjid ini.

Namun dari keempatnya, kubah utama yang sudah berganti warna. Menurut Haji Usman, tiga kubah lainnya masih sesuai dengan warna aslinya, yakni berwarna hijau. Dia menjelaskan, kubah utama sudah dilakukan perombakan, yang dilapisi stainless steel, sehingga membuat warnanya menjadi perak.

“Sengaja ditutup memang karena sudah bocor. Namun kita tidak merubah bentuk. Hanya membalutnya,” ujar Haji Usman, kemarin (8/6).

Pemilik toko perabotan itu menambahkan, Masjid Raya Binjai berdiri di atas lahan 1.000 meter persegi. Ada beberapa kali sudah dilakukan renovasi sejak berdirinya masjid tersebut.

Terutama di bagian timur dan selatan, persisnya dibangun pada teras untuk menambah daya tampung masjid. Haji Usman melanjutkan, meski kubah dan beberapa bagian masjid sudah direnovasi, tapi tidak pada bagian tiang utama. Tiang cat putih itu belum diganti sejak masjid berdiri dengan megah.

Menurutnya, kayu-kayu pada Masjid Raya Binjai memiliki kekuatan yang cukup keras. “Keras sekali sudah mirip besi,” ujarnya.

Melirik ke dalam masjid, ada sebuah mimbar dengan tinggi sekira 1,5 meter. Warnanya dikombinasi putih, kuning dan hijau. Keberadaannya dinilai serupa tuanya dengan Masjid Raya.

Menurut dia, mimbar itu berbahan dari kayu jati. “Namun saya tak tahu asal mimbar ini,” katanya.

Ada yang berbeda dari Masjid Raya Binjai dengan masjid lain yang berdiri di tanah Sumatera Utara ini. Saban tahun, kata dia, masjid itu kerap dikunjungi jamaah yang berasal dari luar negeri. Kata dia, asal jamaah itu dari Malaysia, Singapura hingga Mesir.

Hampir setiap tahun, puluhan jamaah dari ketiga negara itu kerap menyambangi Masjid Raya Ibadah. Mereka beralasan, suka beribadah pada masjid yang berusia tua. Kata Haji Usman, tak hanya Masjid Raya Binjai saja yang dikunjungi. Masjid Azizi Tanjungpura dan masjid tua lainnya juga demikian. (ted/yaa)

Foto: Teddy Akbari/Sumut Pos
Masjid Raya Binjai.

SUMUTPOS.CO – Masjid Raya Binjai secara resmi digunakan oleh jamaah pertama kali pada tahun 1890 lalu. Tepatnya setelah masjid yang berada di kawasan Pasar Tavip tersebut diresmikan oleh putra Sultan Langkat, Tuanku Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah.

Masjid yang terletak di Jalan Wahid Hasyim, Binjai Kota ini dibangun oleh Sultan Langkat, Tuanku Sultan Haji Musa Al Khalid Al Mahadiah Muazaam Shah pada tahun 1887 lalu. Pembangunan masjid ini 12 tahun lebih dahulu dimulai jika dibandingkan dengan Masjid Azizi yang terletak di Tanjungpura, Langkat.

Ada yang unik antara Masjid Raya Binjai dengan Masjid Azizi Tanjungpura, Langkat, yakni pembangunan keduanya sama-sama menempuh waktu tiga tahun. Sekretaris Masjid Raya Binjai Haji Usman mengatakan, ada empat kubah yang menghiasi ‘kepala’ masjid ini.

Namun dari keempatnya, kubah utama yang sudah berganti warna. Menurut Haji Usman, tiga kubah lainnya masih sesuai dengan warna aslinya, yakni berwarna hijau. Dia menjelaskan, kubah utama sudah dilakukan perombakan, yang dilapisi stainless steel, sehingga membuat warnanya menjadi perak.

“Sengaja ditutup memang karena sudah bocor. Namun kita tidak merubah bentuk. Hanya membalutnya,” ujar Haji Usman, kemarin (8/6).

Pemilik toko perabotan itu menambahkan, Masjid Raya Binjai berdiri di atas lahan 1.000 meter persegi. Ada beberapa kali sudah dilakukan renovasi sejak berdirinya masjid tersebut.

Terutama di bagian timur dan selatan, persisnya dibangun pada teras untuk menambah daya tampung masjid. Haji Usman melanjutkan, meski kubah dan beberapa bagian masjid sudah direnovasi, tapi tidak pada bagian tiang utama. Tiang cat putih itu belum diganti sejak masjid berdiri dengan megah.

Menurutnya, kayu-kayu pada Masjid Raya Binjai memiliki kekuatan yang cukup keras. “Keras sekali sudah mirip besi,” ujarnya.

Melirik ke dalam masjid, ada sebuah mimbar dengan tinggi sekira 1,5 meter. Warnanya dikombinasi putih, kuning dan hijau. Keberadaannya dinilai serupa tuanya dengan Masjid Raya.

Menurut dia, mimbar itu berbahan dari kayu jati. “Namun saya tak tahu asal mimbar ini,” katanya.

Ada yang berbeda dari Masjid Raya Binjai dengan masjid lain yang berdiri di tanah Sumatera Utara ini. Saban tahun, kata dia, masjid itu kerap dikunjungi jamaah yang berasal dari luar negeri. Kata dia, asal jamaah itu dari Malaysia, Singapura hingga Mesir.

Hampir setiap tahun, puluhan jamaah dari ketiga negara itu kerap menyambangi Masjid Raya Ibadah. Mereka beralasan, suka beribadah pada masjid yang berusia tua. Kata Haji Usman, tak hanya Masjid Raya Binjai saja yang dikunjungi. Masjid Azizi Tanjungpura dan masjid tua lainnya juga demikian. (ted/yaa)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/