25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tak Ada Jaminan Bagi Siswa di Zona Hijau

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat pendidikan Kota Medan, Fahriza Marta Tanjung menilai, tidak ada jaminan bagi sekolah yang berada di zona hijau akan aman dari penularan Covid-19. “Kalaupun sekolahnya berada pada zona hijau, tetapi bisa jadi warga sekolahnya, apakah siswa, guru, pegawai dan orang tuanya berasal dari zona merah dan berpotensi sebagai carier. Jangan sampai sekolah-sekolah ini menjadi klaster baru penularan Covid-19,” kata Fahriza yang juga Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) kepada Sumut Pos, Selasa (9/6).

Ia menambahkan, banyak orang tua yang mempertanyakan jaminan ini, tentu saja pihaknya sebagai guru tidak berani memberikan jaminan. “Karena penanganan Covid-19 ini bukan hanya domain guru tetapi melibatkan banyak pihak terutama dari sisi keamanan dan kesehatannya, tentu ada pihak yang lebih berkompeten,” tegas guru di salah satu SMK Negeri Medan tersebut.

Dijelaskan Fahriza, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan jika memang sekolah akan dibuka pada masa new normal. Pertama, tentunya terkait dengan perkembangan penularan Covid-19 yang semakin hari semakin banyak terindikasi positif, sementara di sisi lainnya kualitas penanganan maupun pencegahan Covid-19 ini masih diragukan.

Kedua, harus ada panduan protokol kesehatan yang khusus diterapkan di sekolah, karena situasi sekolah berbeda dengan perkantoran, mal, hotel, bandara, rumah ibadah maupun fasilitas publik lainnya. “Sekolah merupakan tempat anak-anak berkumpul sebagai kelompok yang paling rentan tertular,” ucapnya.

Kemudian ketiga, kalaupun nanti ada protokol kesehatan di sekolah, maka harus ada sosialisasi yang masif kepada guru, siswa maupun orang tua sehingga bisa diimplementasikan. Keempat, harus ada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan rasio penggunaan yang wajar. Seharusnya sekolah memiliki wastafel, sabun cuci tangan, air bersih yang memadai kemudian toilet yang sehat dan higienis.

“Idealnya setiap ruangan memiliki wastafel. Penyemprotan disinfektan terhadap ruangan maupun meubiler ruangan kelas juga harus dilakukan terus-menerus. Termasuk meningkatkan fungsi UKS di sekolah,” ujarnya.

Yang kelima, lanjut Fahriza, harus ada pengaturan jam masuk sekolah dan jam istrahat yang diatur secara bergantian maupun jam belajar yang dipersingkat sehingga memberikan ruang yang cukup untuk melakukan physical distancing. Dan keenam, mau tidak mau guru-guru harus dilibatkan dalam melakukan pengawasan terhadap aktifitas siswa di ruangan maupun di luar ruangan agar physical distancing.

Dikatakannya, berdasarkan survei yang dilakukan FSGI, banyak pihak yang meragukan keberadaan sarana kesehatan sekolah. Padahal Mendikbud melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 menganjurkan sekolah untuk melengkapi sarana yang dibutuhkan untuk Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan menerapkan protokol kesehatan lainnya.

Untuk bisa memenuhi sarana ini, kata Fahriza, Mendikbud juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 terkait Juknis BOS. Pada perubahan Permen ini disebutkan bahwa pembiayaan administrasi kegiatan sekolah dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman (disinfectan), masker atau penunjang kebersihan lainnya. “Keraguan yang timbul menunjukkan bahwa masih banyak sekolah yang belum melengkapi sarana kesehatan sesuai dengan anjuran Kemendikbud,” bebernya.

Dalam hal ini, ia berharap agar Kemendikbud segera membuat panduan protokol kesehatan sesegera mungkin mengingat kondisi sekolah yang relatif sama. Jangan mendelegasikan kewenangan ini kepada pemerintah daerah apalagi ke sekolah. “FSGI sangat khawatir dengan situasi yang berkembang saat ini dimana masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda) sudah membuat protokol kesehatannya sendiri dan sudah ada yang berencana membuka sekolah di pertengahan Juli 2020 nanti,” tukasnya. (prn/map/mag-1)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat pendidikan Kota Medan, Fahriza Marta Tanjung menilai, tidak ada jaminan bagi sekolah yang berada di zona hijau akan aman dari penularan Covid-19. “Kalaupun sekolahnya berada pada zona hijau, tetapi bisa jadi warga sekolahnya, apakah siswa, guru, pegawai dan orang tuanya berasal dari zona merah dan berpotensi sebagai carier. Jangan sampai sekolah-sekolah ini menjadi klaster baru penularan Covid-19,” kata Fahriza yang juga Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) kepada Sumut Pos, Selasa (9/6).

Ia menambahkan, banyak orang tua yang mempertanyakan jaminan ini, tentu saja pihaknya sebagai guru tidak berani memberikan jaminan. “Karena penanganan Covid-19 ini bukan hanya domain guru tetapi melibatkan banyak pihak terutama dari sisi keamanan dan kesehatannya, tentu ada pihak yang lebih berkompeten,” tegas guru di salah satu SMK Negeri Medan tersebut.

Dijelaskan Fahriza, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan jika memang sekolah akan dibuka pada masa new normal. Pertama, tentunya terkait dengan perkembangan penularan Covid-19 yang semakin hari semakin banyak terindikasi positif, sementara di sisi lainnya kualitas penanganan maupun pencegahan Covid-19 ini masih diragukan.

Kedua, harus ada panduan protokol kesehatan yang khusus diterapkan di sekolah, karena situasi sekolah berbeda dengan perkantoran, mal, hotel, bandara, rumah ibadah maupun fasilitas publik lainnya. “Sekolah merupakan tempat anak-anak berkumpul sebagai kelompok yang paling rentan tertular,” ucapnya.

Kemudian ketiga, kalaupun nanti ada protokol kesehatan di sekolah, maka harus ada sosialisasi yang masif kepada guru, siswa maupun orang tua sehingga bisa diimplementasikan. Keempat, harus ada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan rasio penggunaan yang wajar. Seharusnya sekolah memiliki wastafel, sabun cuci tangan, air bersih yang memadai kemudian toilet yang sehat dan higienis.

“Idealnya setiap ruangan memiliki wastafel. Penyemprotan disinfektan terhadap ruangan maupun meubiler ruangan kelas juga harus dilakukan terus-menerus. Termasuk meningkatkan fungsi UKS di sekolah,” ujarnya.

Yang kelima, lanjut Fahriza, harus ada pengaturan jam masuk sekolah dan jam istrahat yang diatur secara bergantian maupun jam belajar yang dipersingkat sehingga memberikan ruang yang cukup untuk melakukan physical distancing. Dan keenam, mau tidak mau guru-guru harus dilibatkan dalam melakukan pengawasan terhadap aktifitas siswa di ruangan maupun di luar ruangan agar physical distancing.

Dikatakannya, berdasarkan survei yang dilakukan FSGI, banyak pihak yang meragukan keberadaan sarana kesehatan sekolah. Padahal Mendikbud melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 menganjurkan sekolah untuk melengkapi sarana yang dibutuhkan untuk Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan menerapkan protokol kesehatan lainnya.

Untuk bisa memenuhi sarana ini, kata Fahriza, Mendikbud juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 terkait Juknis BOS. Pada perubahan Permen ini disebutkan bahwa pembiayaan administrasi kegiatan sekolah dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman (disinfectan), masker atau penunjang kebersihan lainnya. “Keraguan yang timbul menunjukkan bahwa masih banyak sekolah yang belum melengkapi sarana kesehatan sesuai dengan anjuran Kemendikbud,” bebernya.

Dalam hal ini, ia berharap agar Kemendikbud segera membuat panduan protokol kesehatan sesegera mungkin mengingat kondisi sekolah yang relatif sama. Jangan mendelegasikan kewenangan ini kepada pemerintah daerah apalagi ke sekolah. “FSGI sangat khawatir dengan situasi yang berkembang saat ini dimana masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda) sudah membuat protokol kesehatannya sendiri dan sudah ada yang berencana membuka sekolah di pertengahan Juli 2020 nanti,” tukasnya. (prn/map/mag-1)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/