PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Jelang akhir masa tugasnya, Komisi B DPRDSU periode 2009-2014 melakukan pertemuan dengan management TobaPulp di Parapat, Selasa (9/9) malam. Dalam pertemuan itu, anggota DPRD mengkritisi banyak hal tentang perusahaan penghasil bubur kertas itu. Sebagai respon, TobaPulp menangkis dengan memberikan penjelasan seputar isu-isu yang dikritisi.
Ketua Komisi Muhammad Nasir, misalnya, mengkritisi TobaPulp dengan mengatakan, masih terdengar ada riak-riak di masyarakat berkaitan dengan keberadaan TobaPulp. Ia merujuk kepada klaim-klaim Tanah Adat atau Tanah Ulayat masyarakat terhadap blok-blok kerja perusahaan. ”Juga ada tudingan terjadinya “Pembabatan Hamijon” (kemenyan) dalam pembangunan HTI, sehingga menghilangkan salah satu sumber pendapatan turun temurun penduduk,” katanya.
Anggota dewan lainnya, Siti Aminah, menyoroti isu-isu yang mengatakan eucalyptus tidak bersahabat dengan flora-fauna di kawasan dia tumbuh. Siti Aminah juga menanyakan tapal batas konsesi yang dapat menjadi “persoalan”.
Anggota DPRD yang ikut hadir yakni Tiaisah Ritonga SE (Sekretaris komisi/PD), Dra Ristiawati (PD), Japorman Saragih (PDIP), Siti Aminah A.Mp,S.Pdi (PKS), Drs Dharmawan Sembiring (PDS), dan Muliyani,SH (Gerindra). Hadir juga perutusan Dishut Sumatera Utara Ir/ Liliek Puji Asmono Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Menanggapi berbagai kritisi tersebut, tim management TobaPulp dipimpin Drs. Leonard Hutabarat (Direktur) didampingi Tagor Manik, Jasmin Parhusip, Onggung Tambunan, Sofyan dan sejumlah staff menangkis dengan memberi penjelasan. ”TobaPulp dengan konsesi dengan sekitar 190.000 hektare, hanya menanami eucalytus sekitar 40 Persen (75 ribu hektare). Angka itu jauh di bawah izin 70 persen,” katanya.
Tujuannya, kata Leonard, tidak lain dari memberi ruang lebih luas untuk kawasan lindung (Green Belt, Sempadan Sungai, dan KPPN – Kawasan Pelestarian Plasma Nuftah) dari kewajiban 10 persen dalam izin menjadi 24,2 persen (45 ribu hektar). Serta tanaman kehidupan antara lain haminjon (kemenyan) dari kewajiban 5 persen menjadi 7,5 persen (14.226 hektare).
”Ekspedisi bersama dengan pihak perguruan tinggi, 2011 menemukan tumbuh-tumbuhan langka di hutan konsesi berfungsi KPPN, seperti anggrek hutan, bunga bangkai (raflessia), serta satwa reptil (kodok daun) yang eksotis,” katanya.
Penjelasan Leonard Hutabarat – yang dikuatkan oleh utusan Dishutsu – menginformasikan bahwa Tapal Batas TobaPulp sudah rampung beberapa Tahun yang lalu. Bahkan, mungkin konsesi TobaPulp kini masih satu satunya yang sudah rampung di tata batas di Sumut.
Sebahagian di antara komisi yang tidak lagi terpilih sebagai anggota Dewan 2014-2019, salah satunya Japorman Saragih, berjanji akan terus mengkritisi disertai masukan untuk kemajuan TobaPulp, dengan syarat sepanjang perusahaan ini memberikan dampak positif bagi masyarakat.
“Kami selalu terbuka, dan berharap masukan berharga. Jangan karena tidak lagi menjadi anggota dewan maka komunikasi kita putus,” jawab Leonard. (rel/mea)