BINJAI, SUMUTPOS.CO – Bus Trans Binjai dituding telah membebani APBD Kota Binjai. Sebab, pengoperasiannya masih gratis dan dinilai tidak memberikan keuntungan.
Namun, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Binjai Chairin Simanjuntak, menepis tudingan jika disebut Bus Trans Binjai hanya membebani APBD. Menurut dia, keberadaan bus massal untuk masyarakat Kota Binjai ini, telah melakukan efisiensi anggaran.
“Memang betul, dengan kita pakai pelat merah, pasti disubsidi APBD. Dibanding tahun lalu, Bus Trans Binjai sudah melakukan efisensi. Sudah diperintahkan juga, supaya kondisi keuangan (yang tengah defisit) dibantu,” ungkap Chairin, didampingi Kepala Unit Pelaksana Teknis Supardi Tamba, ketika dikonfirmasi akhir pekan lalu.
Karena dinilai terus membebani APBD, sejumlah pengamat atau tokoh di Kota Binjai, meminta, agar Bus Trans Binjai dikandangkan saja. Bahkan bila perlu, dibubarkan. Namun, Chairin dengan tegas menolak desakan pembubaran tersebut.
“Kalau dibubarkan sayang. BRT (bus rapid trans) kita ini banyak yang minjam untuk dipakai anak-anak berkeliling melihat Binjai, dan dipinjam untuk bawa atlet,” bebernya.
Dia juga mengatakan, Bus Trans Binjai hadir dibarengi dengan Peraturan Wali Kota Nomor 23 Tahun 2019. Kehadirannya sebagai pendamping inflasi di bidang transportasi. Kala itu, harga bahan bakar minyak (BBM) sedang naik. Karena itu, Dishub Kota Binjai melahirkan inovasi Bus Trans Binjai sebanyak 14 unit, yang diperuntukan bagi masyarakat miskin dan peserta didik.
“Bus kita ini buatan India, orang bilang tayo-tayo, bukan Mercedes-Benz. Kalau duduk, tak nampak kepala kita (penumpang), kalau berdiri tinggi baru nampak,” jelas Chairin.
Sejauh ini, Chairin menyebutkan, antusias masyarakat terhadap Bus Trans Binjai cukup menyita perhatian.
“Saya monitoring, padat (penuh penumpang) dan menjadi antusias karena gratis. Tapi, tak bisa cepat (laju bus),” sambungnya.
Bahkan, menurutnya, Bus Trans Binjai juga menjadi ikon. Artinya, Dishub dari kabupaten atau kota lain di Sumut, banyak yang datang ke Binjai untuk mempelajarinya.
“Di tempat lain tak ada. Yang ada Bus Mebidang. Berbayar,” urai Chairin.
Sementara itu, Kepala UPT Bus Trans Binjai, Supardi Tamba menuturkan, jumlah keseluruhan pegawai dan honorer di tempatnya berjumlah 50 orang. Ditanya honorarium, Supardi mengaku, dibebankan kepada APBD Kota Binjai, dan pembayarannya ditunaikan setiap bulan.
“Kalau tenaga di kantor, seperti administrasi dan kondektur, (gaji/honor) Rp1.250.000. Dan driver atau sopir Rp1.800.000,” tuturnya.
Sopir pun harus dilengkapi Surat Izin Mengemudi (SIM) A dan B. Bahkan sebelum terpilih, juga harus diuji coba dulu. Supardi menegaskan, Bus Trans Binjai tidak dapat disewakan kepada masyarakat yang ingin memakainya pergi ke luar kota.
“Tidak bisa disewakan, kecuali urusan negara atau bawa atlet,” katanya.
Dia juga mengakui, pihaknya sudah melakukan efisiensi anggaran di tengah APBD Kota Binjai yang sedang defisit. Untuk anggaran operasional Bus Trans Binjai, pada 2023 ini, menghabiskan Rp239.800.000 dalam setahun.
“Sudah berkurang jauh kalau dibandingkan dengan 2021, yang saat itu Rp800 juta untuk operasional, seperti pembelian BBM dan lainnya. Sedangkan 2022, Rp400 juta, dan juga berkurang kalau dibandingkan pada tahun ini, yakni Rp239.800.000,” pungkas Supardi. (ted/saz)