Gadis Cacat Tekuni Usaha Tas Manik-Manik
Meski mengalami cacat kaki sejak kelas II Sekolah dasar (SD), tak membuat Sumaria (42) berkecil hati bahkan sampai prustasi. Berbekal semangat tinggi, gadis yang mengalami penyakit kaki mengecil ini, mampu menghasilkan karya nyata dengan memproduksi tas manik-manik. Seperti apa kisahnya?
SOPIAN, Tebing Tinggi
Dengan kondisi kaki mengecil dan tidak bisa berjalan selayaknya orang biasa, namun dia tidak menyusahkan orang lain dan terus menekuni pembuatan tas dari manik-manik dan sudah berjalan empat tahun ini.
Saat ditemui Sumut Pos, Minggu (9/10) di kediamannya di Jalan Gunung Arjuna, Lingkungan II, Kelurahan Mekar Sentosa, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, Sumaria mengaku, menekuni profesi pembuatan tas manik karena dirinya ingin mandiri.
“Empat tahun sudah saya tekuni pembuatan tas manik-manik, dari pada duduk-duduk menyusahkan orang lain, dengan usaha ini kita jadi hidup mandiri tidak mengharapkan pemberian orang lain,” kata Sumaria yang tinggal di ruangan 3×3 meter.
Anak ke empat pasangan almarhum Muhammad Yusuf dan Rosmini ini, menderita kelumpuhan sejak kecil, saat itu dia menderita sakit panas, setelah dibawah berobat keberbagai rumah sakit, malah sakitnya tidak kunjung sembuh hingga sampai sekarang.
“Walaupun kaki saya cacat dan tubuh ku kecil seperti ini, tetapi semangat untuk hidup dan mandiri tak menjadi pantangan bagi saya. Saya terus bekerja keras untuk memenuhui kebutuhan hidup saya yang ditinggal orang tua (ibu) merantau ke Medan,” sebutnya.
Sementara untuk menghidupi dirinya sehari-hari karena tinggal bersama kakaknya Mila, Sumaria terus membuat tas manik-manik yang dijual kepada pemesan terlebih dahulu. Tas manik-manik dengan berbagai macam corak, warna dan bentuk ini, dikerjakannya tanpa kenal lelah baik siang dan malam, untuk tas manik cantik paling murah dipatok dengan harga Rp15.000 hingga harga Rp100.000 untuk ukuran besar. Untuk model dan jenis, tas manik bisa dipesan sesuai kebutuhan, seperti, tempat handphone, tas sandang melancong dan sofenir lainnya. Untuk bahan manik-maniknya, dia memesan di Kota Medan dengan dibantu ibunya sebulan sekali.
“Ibu saya yang membelikan bahannya, untuk bahan-bahan membuat tas manik terdiri dari manik-manik, benang nilon, jarum jahit dan kain lapis,” kataSumaria.
Sementara untuk pemasaran, Sumaria mengalami kendala, pasalnya untuk pemasaran dirinya hanya punya teman yang menjualkan dengan cara dikreditkan kepada tetangga dan orang lain.
Dia pun sangat berharap, Pemerintah Kota Tebing Tinggi bisa memfasilitasi pemasaran tas manik-manik buatannya untuk dipasarkan di dalam kota maupun luar kota. Sementara untuk bantuan dari pihak Pemko, dirinya mengaku sudah pernah menerima bantuan walupun nilainya dirasa masih cukup kecil.
“Bantuan pernah diterima, tapi untuk penambahan modal masih kurang. Yang lebih penting, pemasarannya mas, pemerintah diharapkan bisa membantu,” harap Sumaria dengan duduk terpaku merajut manik-manik dengan sabar di dalam kamar tidur sekaligus tempatnya bekerja.
Sebelum Sumaria menekuni pembuatan tas manik-manik ini, dahulu dia tidak punya kegiatan dan hanya duduk-duduk di rumah. Bermula melihat tontonan di televisi, dirinya berinspirasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri.
Dan ilmu yang didapatkan itu, mendapatkan dukungan penuh dari ibunya hingga dia terus menekuni usaha tas manik-manik sampai sekarang.
“Sebenarnya untuk ilmu ini diperoleh secara alami (otodidak), ditambah sokongan dari orang tua (ibunya) dan buku,” jelasnya.
Masih Sumaria, untuk menyelesaikan satu tas ukuran kecil, butuh waktu satu hari merajut manik-maniknya. Untuk tas yang sedang, butuh waktu selama empat hari, sedangkan yang besar bisa memakan waktu hingga setengah bulan lamanya. Dalam pembuatan tas rajut manik-manik ini, dibutuhkan kesabaran.
“Kalau orang yang tidak sabar, tidak akan bisa merajut tas manik ini. Kita harus merajut satu persatu manik-manik hingga menjadi sebuah tas,” bebernya.
Untuk keperluan makan, dia memberikan uang belanja kepada kakaknya setiap minggu dari hasil penjualan tas manik-manik. Untuk mandi, Sumaria bisa berjalan ke kemar mandi dengan cara merangkak dan duduk di kursi roda dia juga melakukannya sendiri.
“Semuanya kalau masih bisa, saya lakukan sendiri, tapi kalau tak mampu baru minta bantuan kakak,” cetusnya sembari memasukkan manik-manik ke dalam benang nilon.
Penjualan tas manik untuk satu bulannya belum memuaskan. Penjualan tas manik dalam sebulan hanya lima belas buah ukuran kecil dan sedang. Parahnya, penjualan tas manik-manik ini dilakukan secara kredit sehingga putaran uangnya lamban.(*)