KARO, SUMUTPOS.CO – Bosan nasib mereka terus digantung dengan janji-janji palsu Pemkab Karo. Ratusan pengungsi erupsi Gunung Sinabung asal 3 desa dan 1 dusun, kembali turun ke jalan, Kamis (9/12).
Pengungsi berjumlah 892 kepala keluarga asal Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, Dusun Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran, dan Desa Mardinding, Kecamatan Tiganderket ini, kembali mempertanyakan kepastian pengadaan Lahan Usaha Tani (LUT) relokasi tahap ketiga di Siosar.
Karena sudah habis kesabaran, dalam aksi ini, warga memaksa Bupati Karo Cory S Sebayang, segera mengambil keputusan akan nasib mereka hari itu juga. Jika tidak, pengungsi memilih bertahan di Kantor DPRD Karo. Selain menginap, warga juga akan berangkat ke Jakarta, seperti yang dilakukan warga Desa Liang Melas, beberapa waktu lalu.
Bahkan, saking kecewanya ditelantarkan selama 6 tahun, pengungsi yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara) ini, juga lebih memilih mati tertimbun awan panas Gunung Sinabung. “Hilangkan status Gunung Sinabung, kami lebih baik kembali ke desa masing-masing. Kami tidak takut mati tertimbun awan panas, daripada nasib kami terus digantung,” protes warga, yang diwakili juru bicaranya, Ikuten Sitepu.
RDP itu sempat memanas, karena Bupati Karo dan BPBD, dianggap tak melakukan tugasnya. Warga kecewa, karena dalam RDP sebelumnya, Pemkab Karo berjanji segera menyurati Pemerintah Pusat. Namun kenyataannya, surat menyangkut nasib pengungsi ini, baru dikirim BPBD Karo pada 3 Desember 2021 lalu.
Warga juga makin emosi, karena Pemkab Karo mengaku sudah menganggarkan dana pengadaan LUT di APBD. Padahal LUT seluas 480,11 hektare yang diperuntukkan bagi pengungsi, belum dikuasai/masih bermasalah. “Kami hanya meminta kepastian. Kami sudah bosan dengar janji-janji palsu. Hari ini (kemarin, red) juga harus ada keputusan,” tegas warga.
Karena terus didesak, Bupati Karo terpaksa mengambil keputusan, dan akan menemui KSP di Jakarta. Cory dan pihak BPBD akan berangkat bersama Dandim, Kapolres, serta perwakilan warga pada Senin (13/12) mendatang. Cory juga memastikan, lahan seluas 480 hektare tersebut, akan tetap diperuntukkan bagi warga pengungsi.
Dalam kesepakatan tertulis itu, Bupati Karo meminta waktu penyelesaian LUT tersebut selama 6 bulan. Karena sewa Huntara dan lahan sudah akan berakhir bulan ini, pihak BPBD akan membayar sewa Huntara dan lahan warga. Mendengar keputusan itu, warga akhirnya melunak dan membubarkan diri secara tertib.
Sekadar mengingatkan, LUT seluas 480,11 hektare, seyogianya diperuntukkan bagi warga Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, dan Dusun Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran, serta Desa Mardinding, Kecamatan Tiganderket. Namun lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek.
Mirisnya, karena ketidakbecusan Pemkab Karo, dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk pengadaan LUT, berasal dari dana hibah Rekontruksi dan Rehabilitasi tersebut, ditarik kembali oleh pemerintah pusat tertanggal 27 Juli 2021 lalu.
Akibat masalah klaim-mengklaim lahan tak kunjung selesai, anggaran dari BNPB pusat yang belum terealisasi menjadi penalti (jatuh tempo) dan mau tidak mau harus dikembalikan ke pusat.
Lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek. Padahal lahan tersebut berada di areal pelepasan kawasan hutan sesuai SK Menteri No: SK.547/MenLHK/SETJEN/PLA.2/10/2017, tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Tetap dalam Rangka TMKH untuk Relokasi Pengungsi Gunung Sinabung. Persoalan itu mencuat terkait adanya saling klaim antara pihak BPBD Karo dan warga asal Desa Portibi Lama, yang menyatakan lahan tersebut adalah tanah ulayat milik nenek moyang mereka. (deo/saz)