MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup (LKLH) merekomendasikan semua izin yang diterbitkan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) untuk PT Labuhan Batu Indah (LBI) perlu dilakukan peninjauan dan pengkajian ulang, karena dinilai tanpa analisa.
“Dari kajian analisa kita, sangat erat hubungannya antara banjir dan usaha perkebunan, karena satu- satunya izin di sana (izin koridor, Red) yang diterbitkan gubernur untuk PT LBI dan juga adanya IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) tahap 1 dan 2 yang diterbitkan Dinas Kehutanan Sumut,” kata Sekjen DPN Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup, Irmansyah kepada wartawan, Jumat (10/1).
Diduga kuat, banjir bandang terjadi akibat penebangan hutan di hulu areal hutan Hatapang, Labura. Dari hasil identifikasi lapangan, lanjut dia, pihaknya merekomendasikan perlu dilakukan peninjauan lapangan di lokasi izin koridor atas nama PT LBI sesuai SK Gubsu 21 Juli 2017. Perlu juga dilakukan peninjauan lapangan terhadap kebenaran realisasi pelaksanaan pemberian IPK atas nama PT LBI tahap 1 dan 2.
“IPK itu ada di posisi APL (Areal Penggunaan Lainnya) dan izin koridor ada di hutan produksi terbatas. Kedua izin tersebut, kami menduga sementara bahwa dalam lampiran petanya terjadi melenceng atau lari dari apa yang ada di koridor dan dalam IPK. Kami juga menduga kurangnya fungsi pengawasan terhadap lokasi-lokasi yang sudah diberi IPK dan izin koridor,” ujarnya.
Karena itu, katanya, rekomendasi yang sudah dibuat Balai Konservasi Lingkungan Hidup agar kedua izin tersebut ditinjau kembali atas penerbitannya dan untuk sementara harus dihentikan kegiatan perambahan hutan di luar perizinan-perizinan tersebut. “Kita berharap Dishut Sumut melakukan pengawasan terhadap IPK yang telah diterbitkan, baik tahap I 150 ha dan tahap II seluas 250 ha,” katanya.
Dia juga menyebutkan, atas penerbitan izin lokasi, izin lingkungan dan izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) yang diterbitkan bupati, perlu dilakukan peninjauan kembali dan kajian ulang terhadap proses penerbitannya. “Kita rekomendasikan atas IUPHKM yang diterbitkan Kemen LHK RI Ditjen PSKL perlu dilakukan peninjauan areal kerja perizinan perhutanan sosial,” ujarnya.
Demikian soal amdalnya, lanjutnya, harus dikaji ulang karena mungkin ada hal-hal keteledoran di sana, sehingga terjadi bencana alam. Hanya ada satu perusahaan di sana yakni LBI sebagai pemilik atau pemegang IPK dan koridor.
Menyikapi hasil identifikasi lapangan yang dilakukan lembaga konservasi, Wakil Ketua dan Anggota Komisi B DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga dan Thomas Dachi, menyatakan banjir bandang di beberapa desa di Labura disebabkan perambahan hutan yakni penebangan liar di sekitar koordinat izin koridor dan IPK atas nama PT LBI.
“Sewajarnya kita minta agar dicabut semua izin yang sudah diberikan pemerintah, karena uang menanggung akibat dan menjadi korban adalah rakyat, kecuali kepala daerahnya tidak punya rasa kemanusiaan,” ujar mereka.
Gubsu Edy Rahmayadi mengatakan terjadinya banjir bandang yang menghantam 3 desa Labura, Minggu (30/12) lalu, bukan karena dipicu pengambilan kayu dengan merusak hutan secara ilegal atau illegal logging.
Edy menegaskan bandang Labura murni musibah alam. Disebutkannya bahwa ada tebing gunung yang longsor. “Clear dia pantauannya, yang orang bilang ada ilegal loging segala macam tidak, itu ada tebing gunung longsor tebing itu. Saya tadi terbang sama Kasdam sama Wakapolda, kita saksikan benar kita foto benar dan tidak ada ilegal loging, memang itu musibah alam,” katanya.
Pernyataan ini disampaikannya setelah memantau langsung kondisi di lokasi bandang dari udara bersama Kasdam I/BB, Wakapolda Sumut, dan bupati Labura, Rabu (8/1) kemarin. Soal indikasi kuat bahwa ada perusahaan di daerah itu yang bahkan dituding masyarakat sekitar adalah merusak hutan, Gubernur Edy pun membantahnya.
“Ada PT Labuhan Batu Indah, yang dikerjai juga baru pertama di situ dan posisinya bukan di atas. Dia memang akan mengganti tanamannya. Itu diizinkan secara hukum, ada dan legilasitas kok. Saya lihat dari atas tidak pengaruh itu menjadikan banjir bandang nggak,” katanya.
Edy juga meluruskan bahwa tidak benar ada kayu-kayu berjatuhan saat peristiwa banjir bandang itu. “Tidak ada kayu, yang ada kayu-kayu tua yang sudah lapuk, dan tidak ada bagian yang ditebang-tebang juga tidak ada dan hutan di situ hutannya bukan kayu-kayu bagus nggak, hutan apa dia, kalau orang mau illegal logging di situ rugilah itu,” pungkasnya. (prn/ila)