Keindahan langsung mengemuka ketika matahari terbenam di Kualanamu Internasional Airport (KNIA), kemarin.
Lampu-lampu bersinar terang menunjukkan kemegahan bandara mewah yang telah jadi itu.
Sama sekali tak ada kesan seram dan tak berpenghuni. Namun, ketika beranjak pulang, jalanan menuju KNIA cukup gelap. Jalan menuju Kualanamu memang masih butuh penerangan.
Kenyataan ini terungkap ketika Sumut Pos memilih pulang malam dari diskusi publik, soal kesiapan publik pindah bandara, yang digelar di terminaln
keberangkatan domestik KNIA, Rabu (10/7). Tidak menggunakan jasa kereta api, Sumut Pos memilih jalan arteri ke Simpang Kayubesar. Saat mata memandang ke depan yang ada hanya warna hitam. Kegelapan begitu mengemuka. Sinar kendaraan praktis menjadi satu-satunya penerangan. Namun, ketika kepala ditolehkan ke belakang, lampu-lampu menyinari bangunan KNIA. Bandara yang akan mulai beroperasi pada 25 Juli itu seakan bermandikan cahaya aneka warna.
Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu), T Erry Nuradi saat diskusi publik tak menampik kalau KNIA memang butuh penerangan. Dia mengatakan soal penerangan sudah memasuki masa tender. Hanya saja pemasangannya dilakukan saat pembangunan jalan sudah siap. “Itu sudah menjadi wewenang Dirjen Bina Marga Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional. Nah, kabarnya akan dipasang saat jalan sudah siap dibangun,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I (BBPJN) Medan Wijaya Seta. Dia menyatakan tender untuk pemasangan lampu jalan menuju Kualanamu dari Simpang Kayubesar sedang dalam tahap tender. “Awalnya kita pasang dari sebelah dulu. Tepatnya sebelah kiri bila dari Simpang Kayubesar. Sedangkan untuk sebelah kanan, akan dilanjutkan bila jalan sudah selesai dibangun,” terangnya.
Terlepas dari itu, soal kesiapan pemindahan dari Polonia ke Kualanamu Wagubsu punya catatan sendiri. Menurutnya, pemindahan itu bukan suatu masalah besar. Dengan kata lain, ketidakoptimisan warga hanya terletak pada kebiasaan saja. Apalagi, saat ini warga Medan sangat terbiasa dan manja dengan posisi bandara yang sangat dekat.
“Terkait dengan masyarakat yang kurang optimis dengan Kualanamu, ini hanya tinggal kebiasaan saja. Karena biasa Polonia yang sangat dekat dengan domisili kita. Jadi, ini hanya tinggal membiasakan diri saja,” ujarnya.
Dijelaskannya, kondisi ini pernah dirasakannya. Tepatnya, saat dirinya sudah tidak menjabat sebagai Bupati Serdang Bedagai (Sergai) lagi. “Saat saya masih jadi bupati Sergai, saya merasa jarak Medan-Sergai itu sangat dekat. Tidak sampai 1 jam. Tapi sekarang, saya sudah mulai merasa jauh. Karena sudah sangat jarang saya ke Sergai,” jelasnya.
Erry juga menyatakan bahwa sudah saatnya masyarakat Sumut untuk menerima perubahan. Apalagi, nantinya, Kualanamu akan menjadi Hub untuk domestik maupun internasional. “Sepengetahuan saya, AP II menyiapkan Kualanamu sebagai salah satu Hub terbesar untuk masuk ke Indonesia. Karena, selain memiliki jarak yang semakin dekat, juga jam terbang yang akan semakin dekat pula,” lanjutnya.
Dirinya mengatakan, sebelum Kualanamu, sudah ada beberapa bandara yang belum sukses seutuhnya harus dioperasionalkan. Dia mencontohkan Bandara Juanda (Surabaya). Fasilitas di bandara itu belum seutuhnya tersedia, tetapi bandara harus dioperasionalkan seutuhnya. “Jadi, tidak benar bila masih ada masyarakat masih tidak optimis dengan operasionalnya Kualanamu. Karena sejak 2007 kita sudah mulai membangunnya,” tambahnya.
Dirinya mengisahkan, saat akan dimulai pembangunan, dirinya sempat menawarkan agar bandara baru pengganti Polonia dibangun di kawasan Serdang Bedagai. Karena, tanah di Kualanamu merupakan tanah gambut yang harus dilakukan penimbunan lagi. “Saya menawarkan, karena saya tahu, bahwa penimbunan bandara biayanya sama dengan pembangunan bandara baru. Tetapi, ketika itu, Pak Yusuf Kalla menolak. Karena, untuk membuat bandara baru, diperlukan survei udara yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Itulah alasannya,” lanjutnya.
Selain Wagubsu, acara diskusi publik kemarin menghadirkan pembicara Prof Ningrum pengamat kebijakan publik (dosen USU), Direktur PT Angkasa Pura (AP) I, Tri Sunoko, Dirjen Perhubungan Udara pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Harry Bakti S Gumay, dan Pengurus Assosiasi Himpunan Maskapai penerbangan Indonesia (Inaka) Tengku Burhanuddin.
Para audiens banyak mempertanyakan proses pembangunan fasilitas akses jalan ke KNIA yang belum rampung. Kemudian pertanyaan lainnya seputar sektor privat seperti gedung administrasi, gedung perkantoran kargo, gedung peralatan, masjid, dan stasiun kereta api.
Tengku Burhanuddin menitikberatkan pada PT AP II agar melakukan sosialisasi yang maksimal. Contohnya berapa rentang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai KNIA, pasalnya masih banyak kendala terkait akses.
Selain itu, akses darat lainnya yang menggunakan jasa kendaraan umum dan pribadi juga masih jauh dari sempurna. Hal ini dikhawatirkan dapat berpengaruh pada arus mudik di atas tanggal 25 Juli yang diperkirakan padat.
Di sisi lain, Direktur PT Angkasa Pura (AP) II, Tri Sunoko meminta agar semua pihak agar mendukung pelaksanan soft operasional pada tanggal 25 juli mendatang.” Ini untuk kepentingan Sumatera Utara khususnya, mari kita dukung pelaksanan soft operasional bandara KNIA,”ungkapnya.
Tri Sunoko menjelaskan, fasilitas di terminal penumpang sudah tidak menjadi masalah. Berbagai peralatan mulai peralatan check in, peralatan sekuriti bandara, dan lainnya telah siap. Untuk fasilitas sektor publik yang meliputi landasan pacu (run way), taxiway, apron, fasilitas navigasi, stasiun pemadam kebakaran, stasiun radar, stasiun kelistrikan semuanya sudah selesai. Pembangunan sektor publik sepenuhnya didanai APBN Kementerian Perhubungan dengan total nilai sekitar Rp3,4 triliun, yang dialokasikan secara bertahap sejak tahun 2007. Untuk pembiayaan sektor privat merupakan investasi dari PT AP II selaku operator, yang sampai dengan tahun 2013 telah mengalokasikan dana sebesar lebih kurang Rp1,3 triliun.
Menjadi bagian pembiayaan oleh PT AP II adalah stasiun kereta api KNIA yang merupakan bandara pertama yang dibangun sekaligus dilengkapi dengan akses transportasi kereta api (KA). Stasiun KA akan menghubungkan KNIA dengan Stasiun Besar Medan dengan lintasan rel sepanjang 29 kilometer.
Sejauh ini pembangunan lintasan rel telah selesai, sedangkan untuk sarana yang nantinya akan dioperasikan oleh PT Railink, masih dalam proses pengadaan. Untuk sementara ini lintasan rel masih dalam kondisi single rack (lintasan tunggal), ke depannya tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan menjadi double track. (btr/ram)