TEBINGTINGGI-Para pengusaha dan pedagang kaki lima (PKL) memprotes kegiatan pasar malam ‘Kampung Murah Ramadan’ yang digelar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) kerja sama dengan Dinas Kouperindag Kota Tebingtinggi. Pasalnya, kegiatan itu dituding menyulitkan pedagang kecil dan kali lima, karena hanya menguntungkan kelompok orang.
Pantauan Posmtero Medan (Grup Sumut Pos), Selasa (10/7), kegiatan berpusat di lapangan Merdeka, Jalan Sutomo, Kota Tebingtinggi itu berlangsung 10 Juli-6 Agustus, sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB. Usaha besar dan mikro dari berbagai daerah Kota Tebingtinggi terlibat dalam bisnis tersebut. Produk yang dijual, mulai dari barang industri, perbankan. Untuk mendapatkan stan, pengusaha harus merogok kocek Rp5,5 juta hingga Rp8 juta, namun pedagang mikro (makanan/minuman) tidak dikutip bayaran.
Ucok Salim, PKL di Jalan Jawa dan Amiruddin PKL di Jalan Pattimura menyesalkan Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi yang telah memberikan izin pasar murah itu. “Belakangan ini kami terus jadi korban Pemko Tebingtinggi”, keluh Ucok Salim.
Menurutnya, tahun lalu akibat pembangunan jembatan PKL digusur. Kemudian dibangun jembatan Iskandar Muda PKL kembali diganggu. Kini, pasar murah ‘Kampung Ramadan’ malah jadi pesaing yang sengaja diciptakan Pemko Tebingtinggi. “Kami macamnya dimatikan pelan-pelan,” protes Amiruddin.
Mantan Ketua HIPMI periode sebelumnya, Muhammad Faisal SE, mengaku kegiatan yang awalnya digagasnya itu telah melenceng dari tujuan semula. Tujuan kegiatan itu, kata Faisal untuk mendukung PKL dan usaha mikro, bukan mematikannya. Harusnya, kegiatan ini memberikan peluang bagi PKL untuk ekspansi usaha. Artinya, mereka tetap buka usaha di tempat awal, tapi bisa buka usaha di Kampung Ramadan dan bukan jadi ajang bisnis macam sekarang ini,” tegas dia.
Sementara fungsionaris Kamar Dagang dan Industri (Kadin), M Iqbal memprediksi dari pengalaman sebelumnya, 95 persen hasil jual beli kegiatan itu dinikmati pedagang luar. Dari kalkulasi kasar, kegiatan itu bisa menghasilkan jual beli sekitar Rp4,5 miliar. Tapi, dari jual beli sebesar itu, PKL Tebingtinggi hanya kebagian kecil saja. “Ini indikasi Pemko Tebingtinggi tak peduli nasib PKL”, tegas Iqbal.
Kadis Kouperindag, H Yunus Matondang SE mengatakan awalnya Pemko mengundang PKL, tapi mereka tak mampu membayar biaya yang diminta panitia. Namun, kegiatan itu tetap memberi ruang pada PKL untuk berusaha melalui lurah. (awi/smg)
membawa warganya mengisi stan pedagang mikro (makanan/minuman). “ Ada 55 stand disiapkan untuk mereka”, kata Kadis.(awi)