26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

86 Tower BTS Tak Bayar Pajak, Pemkab Dairi Rugi Miliaran Rupiah

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Puluhan tower Base Transciever Station (BTS) yang tersebar di wilayah Kabupaten Dairi sudah lima tahun terakhir tidak membayar pajak retribusi ke Pemerintah Kabupaten (Pembak) Dairi. Itu sesuai nominal yang ditentukan sesuai peratutran daerah. Alhasil, tidak ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapat dari keberadaan tower-tower tersebut.

Terkait hal itu Kepala Dinas (Kadis) Kominfo Kabupaten Dairi, Rahmatsyah Munthe, mengatakan, sebanyak 86 tower BTS sejak tahun 2015 sampai 2019, pemilik tower BTS tidak lagi membayar pajak kepada Pemkab Dairi. Terakhir perusahaan jasa telekomunikasi, yang mengelola tower BTS tersebut membayar retribusi pajak pada tahun 2014.

“Semenjak tahun 2015-2019, sebanyak 86 tower BTS beroperasi gratis. Kalau dihitung-hitung Pemkab Dairi merugi sampai miliaran rupiah,” kata Rahmatsyah kepada medanbisnisdaily.com di ruang kerjanya, Selasa (10/3).

Disebutkan Rahmatsyah, keberadaan 86 tower BTS diharapkan sebagai PAD Pemkab Dairi. Namun sayang, tidak bisa ditagih karena tak punya dasar hukum.

Dijelaskannya, perusahaan telekomunikasi memohon judicial review ke MK terkait salah satu pasal di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada tahun 2014.

Pasalnya, besaran pajak/retribusi tower BTS sebesar 2% dari NJOP dirasa terlalu berat. Permohonan itu pun dikabulkan MK. Pasal tentang besaran itu akhirnya dihapus. Produk hukum turunannya, termasuk Perda Dairi Nomor 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, akhirnya menjadi tak berlaku. “Saat digugat, ada tujuh tower BTS yang punya tunggakan dan hingga hari ini masih belum bayar. Total tunggakannya Rp46,71 juta lebih,” terang Rahmatsyah.

Poin pasal yang digugat adalah besaran retribusi menara BTS sebesar 2 persen dari NJOP. “Retribusinya rata-rata Rp5,5 juta per tower per tahun,” kata Rahmatsyah. Lebih lanjut, Rahmat menyebutkan, rancangan perda baru untuk menggantikan perda lama, tentang penyelenggaraan menara telekomunikasi, sempat dibuat tahun 2016. Namun, rancangan perda tersebut baru terwujud/diundang kan pada tahun 2019, era kepemimpinan Bupati Dairi, Dr Eddy Keleng Ate Berutu, yaitu Perda Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Perda Nomor 7 Tahun 2011.

“Pada Perda Nomor 11 Tahun 2019, besaran retribusi dihitung berdasarkan tingkat pengguna jasa x tarif retribusi (biaya operasional x nilai tower telekomunikasi),” ujar Rahmatsyah.

Ditambahkan Rahmatsyah, Pemkab Dairi tidak memungut lagi retribusi menara-menara BTS mulai tahun 2015 hingga 2019. Pungutan retribusi dimulai tahun 2020 ini.

“Untuk tahun-tahun sebelumnya, kita tidak punya dasar untuk menagih. Yang penting saat ini, kita sedang menyusun Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), mulai dihitung bulan Januari 2020, sembari merekap data jumlah tower yang ril untuk saat ini,” pungkasnya. (bbs/azw)

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Puluhan tower Base Transciever Station (BTS) yang tersebar di wilayah Kabupaten Dairi sudah lima tahun terakhir tidak membayar pajak retribusi ke Pemerintah Kabupaten (Pembak) Dairi. Itu sesuai nominal yang ditentukan sesuai peratutran daerah. Alhasil, tidak ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapat dari keberadaan tower-tower tersebut.

Terkait hal itu Kepala Dinas (Kadis) Kominfo Kabupaten Dairi, Rahmatsyah Munthe, mengatakan, sebanyak 86 tower BTS sejak tahun 2015 sampai 2019, pemilik tower BTS tidak lagi membayar pajak kepada Pemkab Dairi. Terakhir perusahaan jasa telekomunikasi, yang mengelola tower BTS tersebut membayar retribusi pajak pada tahun 2014.

“Semenjak tahun 2015-2019, sebanyak 86 tower BTS beroperasi gratis. Kalau dihitung-hitung Pemkab Dairi merugi sampai miliaran rupiah,” kata Rahmatsyah kepada medanbisnisdaily.com di ruang kerjanya, Selasa (10/3).

Disebutkan Rahmatsyah, keberadaan 86 tower BTS diharapkan sebagai PAD Pemkab Dairi. Namun sayang, tidak bisa ditagih karena tak punya dasar hukum.

Dijelaskannya, perusahaan telekomunikasi memohon judicial review ke MK terkait salah satu pasal di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada tahun 2014.

Pasalnya, besaran pajak/retribusi tower BTS sebesar 2% dari NJOP dirasa terlalu berat. Permohonan itu pun dikabulkan MK. Pasal tentang besaran itu akhirnya dihapus. Produk hukum turunannya, termasuk Perda Dairi Nomor 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, akhirnya menjadi tak berlaku. “Saat digugat, ada tujuh tower BTS yang punya tunggakan dan hingga hari ini masih belum bayar. Total tunggakannya Rp46,71 juta lebih,” terang Rahmatsyah.

Poin pasal yang digugat adalah besaran retribusi menara BTS sebesar 2 persen dari NJOP. “Retribusinya rata-rata Rp5,5 juta per tower per tahun,” kata Rahmatsyah. Lebih lanjut, Rahmat menyebutkan, rancangan perda baru untuk menggantikan perda lama, tentang penyelenggaraan menara telekomunikasi, sempat dibuat tahun 2016. Namun, rancangan perda tersebut baru terwujud/diundang kan pada tahun 2019, era kepemimpinan Bupati Dairi, Dr Eddy Keleng Ate Berutu, yaitu Perda Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Perda Nomor 7 Tahun 2011.

“Pada Perda Nomor 11 Tahun 2019, besaran retribusi dihitung berdasarkan tingkat pengguna jasa x tarif retribusi (biaya operasional x nilai tower telekomunikasi),” ujar Rahmatsyah.

Ditambahkan Rahmatsyah, Pemkab Dairi tidak memungut lagi retribusi menara-menara BTS mulai tahun 2015 hingga 2019. Pungutan retribusi dimulai tahun 2020 ini.

“Untuk tahun-tahun sebelumnya, kita tidak punya dasar untuk menagih. Yang penting saat ini, kita sedang menyusun Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), mulai dihitung bulan Januari 2020, sembari merekap data jumlah tower yang ril untuk saat ini,” pungkasnya. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/