TAPTENG, SUMUTPOS.CO – Dituduh menganiaya kerbau, Ortina boru Samosir (80) warga Desa Unte Boang, Kec. Sosorgadong, Tapteng resmi ditetapkan polisi sebagai tersangka. Mirisnya, laporan ancaman bunuh yang dibuat nenek 16 cucu ini justru dicueki petugas Polsek Barus. Hal ini pula yansg membuat Ketua DPD LSM Peduli Bangsa Sibolga dan Tapteng, Parulian Lumbantobing kecewa.
“Kita kecewa dengan kinerja oknum petugas Polsek Barus yang terkesan tidak serius dan cenderung tidak berpihak kepada yang benar. Dimana, baru-baru ini ada seorang ibu yang sudah lanjut usia mengadukan soal pengancaman pembunuhan, malah dijadikan sebagai tersangka penganiayaan terhadap hewan ternak,” jelas Parulian kepada New Tapanuli (grup JPNN), Minggu (11/5) siang di Sibolga.
Dia mengatakan, kejadian ini berawal pada Senin 16 Desember 2013 lalu sekitar pukul 16.30 WIB, saat Ortina bersama 3 cucunya sedang membersihkan kebun ubi milik mereka.
“Saat itu, tiba-tiba puluhan ekor kerbau milik salah seorang warga berinisial KH masuk ke lokasi kebun, lalu memakan daun ubi milik korban,” beber pria yang akrab disapa Pluto itu. Oleh Ortina, sambung Pluto, puluhan ekor kerbau itupun dihalau agar keluar dari lokasi kebun ubi. Singkat cerita, sekitar pukul 17.30 WIB, Ortina pun menyuruh ke 3 cucunya untuk pulang lebih dulu ke rumah mereka.
“Namun di tengah jalan tepatnya di rumah oknum KH, ketiga anak kecil itu dicegat KH seraya mengancam ketiganya dengan mengatakan ‘beritahu sama nenek kalian yang sudah menganiaya ternak saya, kalau tidak kalian beritahukan, akan saya iris jari kalian,” ucap Pluto mengutip ucapan KH kepada 3 cucu Ortina kala itu.
Karena takut, lanjutnya, ketiga cucu Ortina itupun kembali ke kebun ubi tersebut dan memberitahukan hal itu kepada nenek mereka. “Karena ketakutan, Ortina dan cucunya pun pulang ke rumah, dan sesampainya di tempat yang sama KH sudah menunggu dengan memegang dan mengayunkan tali jerat kerbau ke wajah Ortina seraya mencaci maki korban.
Ortina juga diancam oknum KH dengan mengatakan, “akan kubunuh kau diam-diam di ladangmu dan tidak ada orang yang tau. Ingat itu ya, biar tau kau aku siapa. Dan selanjutnya Ortina pun menjerit minta tolong,” beber Pluto seraya mengatakan saat korban minta tolong didengar oleh cucunya yang lain dan salah satu menantunya.
Selanjutnya, sambungnya, setiba di rumah pihak keluarga sepakat melaporkan hal itu kepada Kepling V Ruslim Limbong yang kemudian berjanji akan mendatangi KH guna mengetahui kejadian tersebut.
“Ditunggu beberapa hari, keluarga Ortina sepakat melaporkan hal itu ke Kepala Desa Henrykus Tarihoran tepatnya tanggal 20 Desember 2013. Namun itikad baik dari KH tidak ada, sehingga korban pun melapor ke Polsek Barus pada hari Selasa tanggal 24 Desember 2013 lalu dan diterima Briptu David Alvin Toffler Hutapea dengan STPL nomor “Pol/STPL/95/XII/2013,” terang Pluto.
Begitupun, sambungnya, kasus ini sepertinya tidak ditangani oleh pihak Polsek Barus dan korban pun kembali mendatangi Polsek Barus dan sekitar 2 minggu setelah pengaduan barulah dilakukan pemeriksaan.
“Namun anehnya, korban Ortina dipanggil dan diperiksa sebagai saksi korban dalam perkara tindak pidana penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310, meskipun dalam surat panggilan mereka dibuat Pasal 315. Inikan aneh, harusnya kasus yang dialami korban Ortina itu yakni Pasal 335 ayat 1 BAB XVIII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang. Sebab yang diterima korban saat itu adalah ancaman pembunuhan dari KH,” ketus Pluto seraya menuding bahwa oknum di Polsek Barus tidak memahami tugas dan KUHPidana yang berlaku.
Ironisnya, lanjutnya, pihak Polsek Barus mengirimkan surat panggilan ke dua kepada Ortina tertanggal 18 Februari 2014 dan dalam surat panggilan itu Ortina berstatus sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana penganiayaan terhadap hewan ternak sebagaimana dalam Pasal 302 ayat 2 KUHPidana.
“Logikanya, bagaimana mungkin seorang nenek yang sudah berusia 80 tahun bisa menganiaya hewan kerbau, sedangkan berjalanpun sudah susah. Artinya, pihak polisi harus jeli dalam menangani serta menerapkan pasal-pasal yang akan diberlakukan kepada warga yang bermasalah,” pungkasnya.
Hebatnya lagi, sambungnya, hari Sabtu (10/5) lalu sekira pukul 19.00 WIB, 2 oknum petugas Polsek Barus mendatangi Ortina boru Samosir dikediamannya dengan maksudagar Ortina menandatangani surat yang diduga surat pengaduan dari oknum KH si pemilik kerbau. “Inikan aneh, dan jelas korban Ortina tidak mau menandatangani surat tersebut. Sehingga Ortina pun memberikan kepercayaan kepada kami untuk mendampingi kasus yang dialaminya,” tegas Pluto.
Untuk itu, kata Pluto, pihaknya sudah melayangkan surat klarifikasi kepada Kapolres Tapteng agar menindaklanjuti serta memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan yang dilakukan petugas Polsek Barus tertanggal 29 April lalu.
“Kita hanya ingin, keadilan dapat ditegakkan dengan benar dan sesuai koridor hukum yang berlaku. Jangan karena yang mengadu warga yang lemah, lantas dijadikan sebagai korban. Padahal dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 menyatakan, Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangaka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Bukan sebaliknya,” tegas Pluto.
Terpisah, Kapolres Tapteng AKBP Misnan melalui Kapolsek Barus AKP Usman saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya memang mengenakan pasal 310 soal penghinaan terhadap kasus yang dilaporkan Ortina Samosir. “Sebab saat melapor, Ortina hanya mengatakan bahwa dia merasa tidak senang atas ucapan atau kata-kata yang disampaikan KH kepada dirinya. Ortina tidak menjelaskan secara mendetail apa yang dimaksud dengan kata-kata atau ucapan yang disampaikan oleh KH saat kejadian itu,” terang Usman.
Soal status tersangka kepada Ortina, sambung Usman, sebab KH melapor ke Polsek Barus bahwa ternak miliknya berupa kerbau mengalami luka bacokan yang diduga dilakukan oleh Ortina. “KH melaporkan bahwa kerbaunya dibacok oleh Ortina, dan sesuai penyelidikan, kita menetapkan status tersangka kepada Ortina,” tandasnya. (rb/deo)