26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemko Lakukan Kajian dan Penataan Resiko Bencana di Kota Tebingtinggi

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota Tebingtinggi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tebingtinggi kembali menggelar Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I dengan melakukan Kajian dan Penataan Resiko Bencana Kawasan Permukiman Berbasis dan Terintegrasi dengan Sistem Early Warning System (EWS) Pengelolaan Resiko Bencana Kabupaten Kota di Gedung Hj Sawiyah Nasution Jalan Sutomo Kota Tebingtinggi, Kamis (12/10/2023).

Pj Wali Kota Tebingtinggi Drs Syarmadani mengatakan kegiatan ini sangat penting dan spesifik, karena kaitannya dengan EWS dan sistem peringatan dini terhadap bencana.

“Kota Tebingtinggi termasuk daerah yang risiko tinggi, baik kaitannya dengan banjir maupun kaitannya dengan bencana yang lain. Jadi salah satu juga yang terasa memasuki El Nino, udara terasa panas. Jadi gampang terjadi kebakaran baik tidak sengaja maupun karena proses alam,” ujar Syarmadani.

Bilang Syarmadani, sering kali ketidaksiagaan atau kegagalan mengantisipasi munculnya bencana, baik yang sifatnya bencana alam maupun non alam bencana. Hal ini, kaitan bencana banjir, ditambah dengan cakupan banjir yang luas dan lambat surut.

Kenapa, tanya Syarmadani, selain tata kelola tanah kita tidak pas di aliran air rumah penduduk, juga karena permukaan air laut sudah mulai tinggi akibat pemanasan global.

Kaitan dengan EWS, Syarmadani memungkinkan menggunakan pengeras suara yang ada di tempat-tempat umum, semisal di masjid, gereja, maupun di instansi pemerintah seperti Damkar dan PDAM.

“Kita meminta kepada Camat, Lurah dan para Kepala Lingkungan, yang tentunya sangat memahami kondisi lingkungan sekitarnya untuk menentukan lokasi pemasangan EWS,” ungkap Syarmadani.

Jelas Syarmadani, terkait paham dan mengetahui, pertama titik-titik di mana lokasi itu diperkirakan akan sangat tinggi bencananya baik banjir mungkin juga gempa. Yang kedua di mana lokasi paling tepat misalnya mau dipasang alat (EWS), satu yang diperhatikan keamanan, kedua EWS tersebut dapat didengar oleh penduduk sekitarnya.

Kepala Badan Penganggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tebingtinggi, Tora Daeng Masaro menjelaskan bahwa Kota Tebingtinggi termasuk daerah rawan bencana menurut hasil pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia atau IRBI tahun 2022, Kota Tebingtinggi memiliki kelas risiko sedang dengan nilai 94,77.

“Namun bila dilihat berdasarkan data IRBI tahun 2022 Tebingtinggi berada pada kategori kelas risiko tinggi untuk bencana banjir dengan skor 17,54, penanganan bencana di Kota Tebingtinggi masih belum optimal,” bilang Tora.

Menurut Tora, hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain bencana yang bersifat parsial sektoral dan kurang terpadunya kelembagaan penanganan bencana yang ada belum memiliki kewenangan yang memadai dan mekanisme yang ada saat ini hanya terbatas pada mekanisme penanganan tanggap darurat.

“Sehingga ke depan, perlu ditingkatkan melalui pengkajian dan pemilihan alat teknologi tinggi berbasis gizi yang terintegrasi agar informasi peringatan dini resiko bencana mudah diperoleh dan dapat disebarluaskan kepada semua warga yang berpotensi mengalami bencana dan kepada para pemangku kepentingan lainnya sehingga dapat mengurangi resiko kerugian akibat bencana banjir di masyarakat luas,” tutup Tora. (ian/ram)

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota Tebingtinggi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tebingtinggi kembali menggelar Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I dengan melakukan Kajian dan Penataan Resiko Bencana Kawasan Permukiman Berbasis dan Terintegrasi dengan Sistem Early Warning System (EWS) Pengelolaan Resiko Bencana Kabupaten Kota di Gedung Hj Sawiyah Nasution Jalan Sutomo Kota Tebingtinggi, Kamis (12/10/2023).

Pj Wali Kota Tebingtinggi Drs Syarmadani mengatakan kegiatan ini sangat penting dan spesifik, karena kaitannya dengan EWS dan sistem peringatan dini terhadap bencana.

“Kota Tebingtinggi termasuk daerah yang risiko tinggi, baik kaitannya dengan banjir maupun kaitannya dengan bencana yang lain. Jadi salah satu juga yang terasa memasuki El Nino, udara terasa panas. Jadi gampang terjadi kebakaran baik tidak sengaja maupun karena proses alam,” ujar Syarmadani.

Bilang Syarmadani, sering kali ketidaksiagaan atau kegagalan mengantisipasi munculnya bencana, baik yang sifatnya bencana alam maupun non alam bencana. Hal ini, kaitan bencana banjir, ditambah dengan cakupan banjir yang luas dan lambat surut.

Kenapa, tanya Syarmadani, selain tata kelola tanah kita tidak pas di aliran air rumah penduduk, juga karena permukaan air laut sudah mulai tinggi akibat pemanasan global.

Kaitan dengan EWS, Syarmadani memungkinkan menggunakan pengeras suara yang ada di tempat-tempat umum, semisal di masjid, gereja, maupun di instansi pemerintah seperti Damkar dan PDAM.

“Kita meminta kepada Camat, Lurah dan para Kepala Lingkungan, yang tentunya sangat memahami kondisi lingkungan sekitarnya untuk menentukan lokasi pemasangan EWS,” ungkap Syarmadani.

Jelas Syarmadani, terkait paham dan mengetahui, pertama titik-titik di mana lokasi itu diperkirakan akan sangat tinggi bencananya baik banjir mungkin juga gempa. Yang kedua di mana lokasi paling tepat misalnya mau dipasang alat (EWS), satu yang diperhatikan keamanan, kedua EWS tersebut dapat didengar oleh penduduk sekitarnya.

Kepala Badan Penganggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tebingtinggi, Tora Daeng Masaro menjelaskan bahwa Kota Tebingtinggi termasuk daerah rawan bencana menurut hasil pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia atau IRBI tahun 2022, Kota Tebingtinggi memiliki kelas risiko sedang dengan nilai 94,77.

“Namun bila dilihat berdasarkan data IRBI tahun 2022 Tebingtinggi berada pada kategori kelas risiko tinggi untuk bencana banjir dengan skor 17,54, penanganan bencana di Kota Tebingtinggi masih belum optimal,” bilang Tora.

Menurut Tora, hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain bencana yang bersifat parsial sektoral dan kurang terpadunya kelembagaan penanganan bencana yang ada belum memiliki kewenangan yang memadai dan mekanisme yang ada saat ini hanya terbatas pada mekanisme penanganan tanggap darurat.

“Sehingga ke depan, perlu ditingkatkan melalui pengkajian dan pemilihan alat teknologi tinggi berbasis gizi yang terintegrasi agar informasi peringatan dini resiko bencana mudah diperoleh dan dapat disebarluaskan kepada semua warga yang berpotensi mengalami bencana dan kepada para pemangku kepentingan lainnya sehingga dapat mengurangi resiko kerugian akibat bencana banjir di masyarakat luas,” tutup Tora. (ian/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/