KARO,SUMUTPOS.CO- Seluas 10.779.49 hektar lahan pertanian warga di 7 desa, radius 4 kilometer puncak kawah hancur diterjang badai debu vulkanik erupsi Sinabung, sejak Rabu (8/1) hingga Jumat (10/1). Kerusakan parahn
melanda Desa Sigaranggarang, Kutarayat, Kutagugung, Kebayaken, Sukanalu, Bekerah, dan Simacem.
Angka kerusakan hamparan akibat bencana alam ini sesuai keterangan Kadis Pertanian dan Perkebunan Pemkab Karo, Agustoni Tarigan, kepada sejumlah awak media, akhir pekan lalu disela survei lapangan. Merupakan angka sementara mengingat aktivitas gunung masih tinggi. Tidak tertutup kemungkinan akan meluas jika terjadi erupsi susulan menyerupai bahkan melebihi intensitas letusan sebelumnya.
Diuraikannya, dari hasil survei Distanbun Pemkab Karo, dampak erupsi gunung tiga hari belakangan yang mengeluarkan material berat (debu dan pasir yang bercampur air hujan) menjadi sedimen, menyebabkan terjadinya gagal panen terhadap sejumlah komoditi petani. Di antaranya tanaman pangan, seluas 1.636,62 Ha, Holtikultura 7.120,29 Ha dan Perkebunan 2.857.48 Ha.
Amatan wartawan Sumut Pos Grup di lapangan, Minggu (12/1), debu vulkanik campur pasir yang terkena air hujan, menjadi sedimen di atas lahan pertanian warga. Tanaman penduduk secara kasat mata seluruhnya berwarna putih keabu-abuan dan sulit dikenali jenisnya. Bahkan komoditi holtikultura yang baru ditanam rata dengan tanah dan tertimbun di kedalaman variatif antara 3cm sampai 10 cm.
Para pengungsi yang ditemui wartawan di camp penampungan mengaku sangat sedih mendengar peristiwa yang melanda desa mereka. Apalagi tumpuan harapan akan perolehan materi dari tanaman yang ada diladang kini menjadi pupus. Beberapa diantaranya tidak lagi mampu memberi komentar, hanya terduduk lesu sambil mengeluarkan air mata.
“Apalagi yang bisa kami harapakan saat ini. Hampir seluruh impian kami sirna. Bagaimana nantinya kami ini jika erupsi usai. Tidak terpikirkan lagi, bisa-bisa menjadi depresi, apalagi kepastian kapan pulang belum ada mengingat aktivitas gunung masih tetap tinggi. Hanya bisa berserah kepada Yang Kuasa,” ujar S Br Sembiring warga asal Desa Sigaranggarang kepada Posmetro Karo.
Beberapa di antara pengungsi yang ditemui di lapangan saat mengevakuasi barang yang tersisa dari rumah mereka, sudah mengalami keputusasaan. “Daripada begini terus, sebaiknya kami direlokasi saja. Sudah letih begini terus, sejak bulan September tahun 2013 lalu. Jantung kami tidak lagi normal, anak-anak juga mengalami trauma berat,” papar Ginting warga Desa Simacem.
Menurutnya, hal yang terbaik saat ini adalah proses relokasi perkampungan zona merah sesuai rekomendasi pihak PVMBG. Karena bagaimanapun kedepannya, kawasan itu tetap akan mengalami masalah yang sama, seperti pada 2010 lalu, 2013, 2014, dan tahun-tahun mendatang. Oleh karenannya pemerintah diharapkan segera bertindak bijaksana. “Jika sudah dipindahkan, tentunya kami tidak akan lagi sesengsara ini. Tetapi mengapa diperlambat, itu yang mulai menjadi pertanyaan. Kami dengar pemerintah pusat sudah menyiapakan dana relokasi, tetapi mengapa tersendat di Pemerintahan Kabupaten Karo dalam hal lokasi. Jangan sempat warga pengungsi bertindak, bisa berakibat fatal. Jadi sebelum terjadi, pikirkanlah!” tegas Ginting.
Terkait rencana relokasi, Komandan Satgas Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Erupsi Sinabung, Sabrina Br Tarigan, ketika dihubungi melalui telepon selularnya, mengaku belum dapat memberi rincian pasti. “Masih dalam pembahasan. Kita akan melakukan yang terbaik bagi warga pengungsi, khususnya yang berasal dari kawasan zona merah,” ujarnya.
Sementara itu, hingga Minggu (12/1) sore, aktivitas Sinabung masih tetap tinggi. Sesuai keterangan petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Ahmad Nabawi, hingga pukul 18.00 Wib terjadi 21 kali proses erupsi. Jangkauan terjauh awan panas tetap pada jarak 4,5 kilometer. Gempa hybrid mulai berkurang, sementara gempa guguran mengalami peningkatan.(riz/nng/smg/rbb)