29 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Seputar Bangkai Ikan Dibuang ke Danau Toba, DKP: Polisi Tak Bisa Memastikan Itu Ikan

BANGKAI IKAN: Bupati Tobasa, Darwin Siagian melihat bangkai ikan yang baru diangkat Holmes Hutapea dari dasar Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bangkai ikan mati yang dibuang ke dasar Danau Toba, belum dapat dipastikan oleh penyidik Polres Toba Samosir. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Utara, Mulyadi Simatupang, polisi sendiri tidak bisa memastikan bahwa limbah itu adalah ikan.

“Setelah kabar bangkai ikan mati itu mencuat, dua orang penyidik Polres Tobasa datang ke kantor DKP, untuk memastikan apakah limbah yang diduga dibuang masyarakat sekitar PT Aquafarm Nusantara itu adalah ikan. Waktu kami tanya ke mereka (polisi), mereka sendiri tidak bisa memastikan apakah itu adalah ikan. Karena tidak ada lagi kepala maupun duri ikannya. Hanya tinggal ampas-ampasnya saja,” kata Mulyadi kepada Sumut Pos, Selasa (12/2)n

Mulyadi mengakui, pihaknya tidak melihat langsung dugaan bangkai ikan yang dibawa penyidik Polres Tobasa itu. Tetapi lewat keterangan penyidik polisi, DKP menegaskan tidak bisa melakukan uji laboratorium, kalau sampel yang mau diuji bukan benar-benar ikan.

“Tupoksi kami ‘kan menguji kualitas kandungan ikan. Bukan untuk memastikan sesuatu itu ikan atau bukan. Sedangkan dugaan ikan yang mereka bawa bukan dalam bentuk ikan, seperti ada kepalanya atau durinya. Untuk dipahami, dinas kami ini menguji ikan. Bukan menguji yang masih diduga ikan,” katanya.

Meski begitu, pihaknya tidak serta merta menyatakan bahwa sampel yang pernah dibawa penyidik tersebut adalah bukan ikan. “Dan ternyata sebelum datang ke kantor kami, polisi juga sudah mau mengujinya di Socfindo dan DLH Sumut. Tapi di sana mereka juga belum melakukan uji lab. Makanya datang ke dinas kami,” kata mantan Kabag Anggaran Biro Keuangan Setdaprovsu ini.

Kalaupun materi yang dibawa polisi tersebut mau diuji, menurutnya, yang menyimpulkan isi kandungan ikan itu adalah pakar dan ahli DKP. Bukan dirinya selaku kepala dinas. “Tapi sekali lagi saya bilang, DKP bukan menguji dugaan ikan, apalagi memastikan itu ikan atau tidak. Tapi menguji yang benar-benar ikan,” sambungnya.

Mulyadi menambahkan, paling terpenting dari insiden dugaan pencemaran Danau Toba ini ialah bagaimana pengendalian budidaya di kawasan tersebut yang sesuai dengan regulasi. “Ada Perpres No.81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba. Di situ diatur kawasan budidaya perikanan harus sesuai daya dukung lingkungan, di mana dalam hal ini khusus pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA),” katanya.

Pihaknya mengaku rutin menyurati pembudidaya KJA yang tidak taat aturan, sehingga pengendalian lingkungan dan ekosistem kawasan Danau Toba tetap terjaga. “Jadi insiden kemarin itu ‘kan baru dugaan, bahwa terindikasi ada limbah ikan dibuang ke dasar danau. Tentu dari segi UU perikanan tidak nyambung (bukan tupoksi) kami, melainkan Dinas Lingkungan Hidup. Kalau kami lebih kepada pengendalian budidaya ikan di kawasan Danau Toba,” katanya.

Kepala DLH Sumut, Binsar Situmorang belum bisa dikonfirmasi lagi perihal ini. Namun ia sebelumnya menegaskan sesuai hasil investigasi pihaknya, PT Aquafarm Nusantara diduga kuat sebagai otak pelaku pembuangan bangkai ikan melalui tangan masyarakat sekitar yang mereka bagi-bagikan.

Selain itu Binsar menambahkan, terungkap sejumlah pelanggaran berdasarkan hasil investigasi pihaknya yang dilakukan perusahaan asal Swiss tersebut. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).

“Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun. Namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut,” sebutnya.

Kemudian dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.

“Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampaui banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan,” katanya.

Pelanggaran lainnya, yakni pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdangbedagai, berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

“Mereka langsung menyalurkannya ke badan air, sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU No.32/2009 tepatnya Pasal 20 Ayat 3,” ucapnya. (prn)

BANGKAI IKAN: Bupati Tobasa, Darwin Siagian melihat bangkai ikan yang baru diangkat Holmes Hutapea dari dasar Danau Toba, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bangkai ikan mati yang dibuang ke dasar Danau Toba, belum dapat dipastikan oleh penyidik Polres Toba Samosir. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Utara, Mulyadi Simatupang, polisi sendiri tidak bisa memastikan bahwa limbah itu adalah ikan.

“Setelah kabar bangkai ikan mati itu mencuat, dua orang penyidik Polres Tobasa datang ke kantor DKP, untuk memastikan apakah limbah yang diduga dibuang masyarakat sekitar PT Aquafarm Nusantara itu adalah ikan. Waktu kami tanya ke mereka (polisi), mereka sendiri tidak bisa memastikan apakah itu adalah ikan. Karena tidak ada lagi kepala maupun duri ikannya. Hanya tinggal ampas-ampasnya saja,” kata Mulyadi kepada Sumut Pos, Selasa (12/2)n

Mulyadi mengakui, pihaknya tidak melihat langsung dugaan bangkai ikan yang dibawa penyidik Polres Tobasa itu. Tetapi lewat keterangan penyidik polisi, DKP menegaskan tidak bisa melakukan uji laboratorium, kalau sampel yang mau diuji bukan benar-benar ikan.

“Tupoksi kami ‘kan menguji kualitas kandungan ikan. Bukan untuk memastikan sesuatu itu ikan atau bukan. Sedangkan dugaan ikan yang mereka bawa bukan dalam bentuk ikan, seperti ada kepalanya atau durinya. Untuk dipahami, dinas kami ini menguji ikan. Bukan menguji yang masih diduga ikan,” katanya.

Meski begitu, pihaknya tidak serta merta menyatakan bahwa sampel yang pernah dibawa penyidik tersebut adalah bukan ikan. “Dan ternyata sebelum datang ke kantor kami, polisi juga sudah mau mengujinya di Socfindo dan DLH Sumut. Tapi di sana mereka juga belum melakukan uji lab. Makanya datang ke dinas kami,” kata mantan Kabag Anggaran Biro Keuangan Setdaprovsu ini.

Kalaupun materi yang dibawa polisi tersebut mau diuji, menurutnya, yang menyimpulkan isi kandungan ikan itu adalah pakar dan ahli DKP. Bukan dirinya selaku kepala dinas. “Tapi sekali lagi saya bilang, DKP bukan menguji dugaan ikan, apalagi memastikan itu ikan atau tidak. Tapi menguji yang benar-benar ikan,” sambungnya.

Mulyadi menambahkan, paling terpenting dari insiden dugaan pencemaran Danau Toba ini ialah bagaimana pengendalian budidaya di kawasan tersebut yang sesuai dengan regulasi. “Ada Perpres No.81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba. Di situ diatur kawasan budidaya perikanan harus sesuai daya dukung lingkungan, di mana dalam hal ini khusus pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA),” katanya.

Pihaknya mengaku rutin menyurati pembudidaya KJA yang tidak taat aturan, sehingga pengendalian lingkungan dan ekosistem kawasan Danau Toba tetap terjaga. “Jadi insiden kemarin itu ‘kan baru dugaan, bahwa terindikasi ada limbah ikan dibuang ke dasar danau. Tentu dari segi UU perikanan tidak nyambung (bukan tupoksi) kami, melainkan Dinas Lingkungan Hidup. Kalau kami lebih kepada pengendalian budidaya ikan di kawasan Danau Toba,” katanya.

Kepala DLH Sumut, Binsar Situmorang belum bisa dikonfirmasi lagi perihal ini. Namun ia sebelumnya menegaskan sesuai hasil investigasi pihaknya, PT Aquafarm Nusantara diduga kuat sebagai otak pelaku pembuangan bangkai ikan melalui tangan masyarakat sekitar yang mereka bagi-bagikan.

Selain itu Binsar menambahkan, terungkap sejumlah pelanggaran berdasarkan hasil investigasi pihaknya yang dilakukan perusahaan asal Swiss tersebut. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).

“Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun. Namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut,” sebutnya.

Kemudian dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.

“Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampaui banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan,” katanya.

Pelanggaran lainnya, yakni pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdangbedagai, berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

“Mereka langsung menyalurkannya ke badan air, sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU No.32/2009 tepatnya Pasal 20 Ayat 3,” ucapnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/