28.9 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Kisah Imigran Bangladesh Terdampar di Medan (1), Ditawari Kerja di Malaysia, Bayar Rp57,8 Juta ke Agen

fachril/sumut pos
DIAMANKAN: Ratusan warga negara Bangladesh yang kini mendekam di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan pria usia produktif warga negara (WN) Bangladesh kini mendekam di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan. Mereka ditangkap awal Februari lalu, di beberapa lokasi di Medan. Pengakuan para imigran itu, mereka ditipu agen dengan iming-iming akan dipekerjakan di Malaysia. Bagaimana kisah para pria itu bisa terdampar di Medan hingga ditangkap petugas keamanan?

Suasana di Kantor Rudenim Belawan di Jalan Slebes, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Selasa (12/2), tampak berjalan seperti biasa. Para pegawai sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sementara di setiap sudut di lingkungan Rudenim, terlihat wajah-wajah berkulit gelap dan berhidung mancung, melakukan berbagai kesibukan di bawah pengawasan lembaga Kementerian Hukum dan HAM itu.

Di sebuah ruangan aula besar, petugas menempatkan 283 imigran Bangladesh. M Muhabbul Buya, salahsatu imigran yang mahir berbahasa Indonesia, menjadi sasaran wawancara kru koran ini Wawancara mendapat perhatian serius dari imigran lain.

Pria berusia 39 tahun ini menuturkan, ia dan ratusan temannya tiba ke Indonesia pada 17 Januari 2019 lalu. Indonesia hanya tempat persinggahan sementara. Rencananya, mereka akan menyeberang ke Malaysia menggunakan kapal laut.

“Rencananya, kami mau kerja ke Malaysia, tapi kami harus transit dulu ke Indonesia. Nantinya, kami mau masuk ke Malaysia melalui jalur laut,” ungkap Muhabbul, terbata-bata berbahasa Indonesia. Masuk Malaysia rencananya akan dilakukan secara ilegal.

Muhabbul adalah mantan tenaga kerja ilegal selama 10 tahun di Malaysia. Ia pernah bekerja di negara Mahadhir Muhammad itu pada tahun 1990 hingga tahun 2000. Masa itu, ia masuk ke Malaysia dengan cara menyeberang melalui Thailand.

Selama 10 tahun itu, ia bekerja di sebuah supermarket. Dari situlah, Muhabbul mahir berbahasa Melayu, yang punya kesamaan dengan Bahasa Indonesia.

Setelah 10 tahun menjadi TKI ilegal di Malaysia, ia pun pulang ke Bangladesh pada tahun 2001. Selama berada di negaranya, Muhabbul membuka usaha kecil-kecilan. Setelah berumah tangga dan memiliki 3 anak, belum lama ini Muhabbul mendapat tawaran bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia. “Upahnya menjanjikan,” katanya.

Secara massal, Muhabbul dan teman-teman senegaranya menerima tawaran bekerja di negara kerajaan tersebut. Melalui agen tenaga kerja bernama Mutofa, mereka diharuskan membayar uang keberangkatan sebesar 17.000 Ringgit Malaysia (sekitar Rp57,8 juta dengan kurs Rp3.400 per Ringgit).

“Kami berangkat kerja ke Malaysia bukan gratis. Kami bayar sama agen. Makanya kami mau berangkat ke Malaysia,” ucap Muhabbul.

Tanggal 17 Januari lalu, ia dan 16 rekannya berangkat naik pesawat dari Banglades ke Malaysia. Oleh si agen, mereka telah dibekali paspor dan tiket perjalanan. Setengah hari menunggu di bandara, mereka melanjutkan penerbangan ke Jakarta Indonesia. “Selanjutnya dari Jakarta, kami naik bus menuju ke Medan selama 4 hari,” beber ayah 3 anak ini.

Setibanya di Medan, ia dan 16 temannya bertemu 2 orang utusan agen. Mereka diajak ke sebuah bangunan yang disebut agennya sebagai hotel di Medan. Si agen menempatkan mereka di hotel itu, dengan alasan menunggu proses penyeberangan ke Malaysia.

“Selama berhari-hari, saya dan 16 teman saya dikurung dan dikunci di kamar hotel. Dua orang utusan agen itu menyita paspor kami. Kalau waktu makan, utusan agen itu baru datang mengantar makanan,” beber Muhabbul.

Ternyata penantian berlangsung hingga 20 hari. Selama 20 hari dikurung di hotel itu, mereka kerap kelaparan. Dan merasa hidup bak di penjara. Karena mereka tidak diperbolehkan keluar dari ‘hotel’ tersebut.

Pada 5 Februari lalu, hotel yang mereka huni digerebek. Bukannya diberangkatkan ke Malaysia, para imigran itu malah diamankan petugas keamanan. Ia dan ke-16 temannya pun dibawa oleh petugas ke Rudenim.

Selain Muhabbul dan ke-16 temannya, pada malam yang sama, petugas juga menggerebek berbagai lokasi tempat imigran ilegal disembunyikan di Medan. Antara lain, rumah pertokoan (ruko) di kawasan Kampung Lalang, Jalan Gatot Subroto, Medan. Kemudian sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Pasar V, Kelurahan Cintadamai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.

Keesokan harinya, petugas juga menggerebek sebuah ruko pertokoan Vintage Nomor 8D di Jalan Medan-Binjai Km 14, Dusun V, Desa Sumbermelati, Diski.

Dua jam kemudian, lagi-lagi ditemukan 36 warga Bangladesh di belakang Restoran Nelayan di Jalan Merak Jingga, Kota Medan. Total warga Bangladesh yang diamankan adalah 288 orang. Selanjutnya, delapan warga Bangladesh juga diamankan di seputaran rel kereta api di Jalan Sekip, Kecamatan Medan Barat. Total warga Bangladesh yang diamankan adalah 296 orang.

“Kami ini ditipu. Saya tahunya setelah berada di Rudenim. Ratusan teman satu negara mengaku dijanjikan kerja sebagai kuli bangunan di Malaysia dengan membayar. Rupanya kami semua kena tipu,” ungkap Muhabbul.

Ia mengakui, untuk bekerja secara ilegal di Malaysia, mereka harus menempuh perjalanan secara ilegal pula. Tujuannya, agar mereka tidak ditangkap petugas keamanan Malaysia. Agen menawarkan solusi perjalanan: menyeberang melalui Indonesia atau Thailand.

“Kami semua ini yang diberangkatkan melalui Indonesia. Tapi ada juga yang memilih jalur Thailand. Umumnya, rekan-rekan masuk ke Malaysia melalui jalur laut Indonesia. Kami tidak tahu dari mana kami mau menyeberang. Itu tanggung jawab agen,” cerita Muhabbul.

Hal senada juga dikatakan M Sagor. Pria yang sudah pernah bekerja di Malaysia selama 8 tahun itu, juga menerima tawaran kerja ke Malaysia sebagai kuli bangunan. Sagor juga masuk ke Indonesia melalui jalur pesawat. Rencananya, akan diberangkatkan ke Malaysia melalui laut.

“Saya dikumpulkan dengan rekan-rekan satu negara di sebuah rumah di Medan. Kami rencananya mau menyebrang. Tapi hampir sebulan kami tidak juga diberangkatkan. Kami semu kena tipu. Kami mau minta pertanggungjawaban dari agen,” beber Sagor dengan nada kesal.

Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rudenim Belawan, Andi Bram, mengatakan ratusan imgran asal Bangladesh itu merupakan titipan dari Kantor Rudenim Medan. Pihaknya tidak punya kapasitas memberikan keterangan. “Untuk lebih jelasnya, tanya ke Medan saja,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, Fery Monang Sihite, ratusan warga Bangladesh itu sampai di Kota Medan seperti wisatawan. Mereka masuk dengan cara bergelombang. Lalu oleh para penyalur ditempatkan di rumah toko (ruko) yang sudah disiapkan.

“Para pendatang itu korban penipuan. Izin tinggal mereka ada yang sudah habis serta hampir habis masa berlakunya. Mereka minta segera dipulangkan karena sudah cukup menderita di sini. Mungkin langkah yang kami ambil adalah deportasi dengan pencekalan,” kata Fery.

Lantas, apakah yang menyebabkan warga negara Bangladesh lebih suka bekerja di Malaysia daripada di negaranya sendiri? (*/bersambung)

fachril/sumut pos
DIAMANKAN: Ratusan warga negara Bangladesh yang kini mendekam di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan pria usia produktif warga negara (WN) Bangladesh kini mendekam di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan. Mereka ditangkap awal Februari lalu, di beberapa lokasi di Medan. Pengakuan para imigran itu, mereka ditipu agen dengan iming-iming akan dipekerjakan di Malaysia. Bagaimana kisah para pria itu bisa terdampar di Medan hingga ditangkap petugas keamanan?

Suasana di Kantor Rudenim Belawan di Jalan Slebes, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Selasa (12/2), tampak berjalan seperti biasa. Para pegawai sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sementara di setiap sudut di lingkungan Rudenim, terlihat wajah-wajah berkulit gelap dan berhidung mancung, melakukan berbagai kesibukan di bawah pengawasan lembaga Kementerian Hukum dan HAM itu.

Di sebuah ruangan aula besar, petugas menempatkan 283 imigran Bangladesh. M Muhabbul Buya, salahsatu imigran yang mahir berbahasa Indonesia, menjadi sasaran wawancara kru koran ini Wawancara mendapat perhatian serius dari imigran lain.

Pria berusia 39 tahun ini menuturkan, ia dan ratusan temannya tiba ke Indonesia pada 17 Januari 2019 lalu. Indonesia hanya tempat persinggahan sementara. Rencananya, mereka akan menyeberang ke Malaysia menggunakan kapal laut.

“Rencananya, kami mau kerja ke Malaysia, tapi kami harus transit dulu ke Indonesia. Nantinya, kami mau masuk ke Malaysia melalui jalur laut,” ungkap Muhabbul, terbata-bata berbahasa Indonesia. Masuk Malaysia rencananya akan dilakukan secara ilegal.

Muhabbul adalah mantan tenaga kerja ilegal selama 10 tahun di Malaysia. Ia pernah bekerja di negara Mahadhir Muhammad itu pada tahun 1990 hingga tahun 2000. Masa itu, ia masuk ke Malaysia dengan cara menyeberang melalui Thailand.

Selama 10 tahun itu, ia bekerja di sebuah supermarket. Dari situlah, Muhabbul mahir berbahasa Melayu, yang punya kesamaan dengan Bahasa Indonesia.

Setelah 10 tahun menjadi TKI ilegal di Malaysia, ia pun pulang ke Bangladesh pada tahun 2001. Selama berada di negaranya, Muhabbul membuka usaha kecil-kecilan. Setelah berumah tangga dan memiliki 3 anak, belum lama ini Muhabbul mendapat tawaran bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia. “Upahnya menjanjikan,” katanya.

Secara massal, Muhabbul dan teman-teman senegaranya menerima tawaran bekerja di negara kerajaan tersebut. Melalui agen tenaga kerja bernama Mutofa, mereka diharuskan membayar uang keberangkatan sebesar 17.000 Ringgit Malaysia (sekitar Rp57,8 juta dengan kurs Rp3.400 per Ringgit).

“Kami berangkat kerja ke Malaysia bukan gratis. Kami bayar sama agen. Makanya kami mau berangkat ke Malaysia,” ucap Muhabbul.

Tanggal 17 Januari lalu, ia dan 16 rekannya berangkat naik pesawat dari Banglades ke Malaysia. Oleh si agen, mereka telah dibekali paspor dan tiket perjalanan. Setengah hari menunggu di bandara, mereka melanjutkan penerbangan ke Jakarta Indonesia. “Selanjutnya dari Jakarta, kami naik bus menuju ke Medan selama 4 hari,” beber ayah 3 anak ini.

Setibanya di Medan, ia dan 16 temannya bertemu 2 orang utusan agen. Mereka diajak ke sebuah bangunan yang disebut agennya sebagai hotel di Medan. Si agen menempatkan mereka di hotel itu, dengan alasan menunggu proses penyeberangan ke Malaysia.

“Selama berhari-hari, saya dan 16 teman saya dikurung dan dikunci di kamar hotel. Dua orang utusan agen itu menyita paspor kami. Kalau waktu makan, utusan agen itu baru datang mengantar makanan,” beber Muhabbul.

Ternyata penantian berlangsung hingga 20 hari. Selama 20 hari dikurung di hotel itu, mereka kerap kelaparan. Dan merasa hidup bak di penjara. Karena mereka tidak diperbolehkan keluar dari ‘hotel’ tersebut.

Pada 5 Februari lalu, hotel yang mereka huni digerebek. Bukannya diberangkatkan ke Malaysia, para imigran itu malah diamankan petugas keamanan. Ia dan ke-16 temannya pun dibawa oleh petugas ke Rudenim.

Selain Muhabbul dan ke-16 temannya, pada malam yang sama, petugas juga menggerebek berbagai lokasi tempat imigran ilegal disembunyikan di Medan. Antara lain, rumah pertokoan (ruko) di kawasan Kampung Lalang, Jalan Gatot Subroto, Medan. Kemudian sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Pasar V, Kelurahan Cintadamai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.

Keesokan harinya, petugas juga menggerebek sebuah ruko pertokoan Vintage Nomor 8D di Jalan Medan-Binjai Km 14, Dusun V, Desa Sumbermelati, Diski.

Dua jam kemudian, lagi-lagi ditemukan 36 warga Bangladesh di belakang Restoran Nelayan di Jalan Merak Jingga, Kota Medan. Total warga Bangladesh yang diamankan adalah 288 orang. Selanjutnya, delapan warga Bangladesh juga diamankan di seputaran rel kereta api di Jalan Sekip, Kecamatan Medan Barat. Total warga Bangladesh yang diamankan adalah 296 orang.

“Kami ini ditipu. Saya tahunya setelah berada di Rudenim. Ratusan teman satu negara mengaku dijanjikan kerja sebagai kuli bangunan di Malaysia dengan membayar. Rupanya kami semua kena tipu,” ungkap Muhabbul.

Ia mengakui, untuk bekerja secara ilegal di Malaysia, mereka harus menempuh perjalanan secara ilegal pula. Tujuannya, agar mereka tidak ditangkap petugas keamanan Malaysia. Agen menawarkan solusi perjalanan: menyeberang melalui Indonesia atau Thailand.

“Kami semua ini yang diberangkatkan melalui Indonesia. Tapi ada juga yang memilih jalur Thailand. Umumnya, rekan-rekan masuk ke Malaysia melalui jalur laut Indonesia. Kami tidak tahu dari mana kami mau menyeberang. Itu tanggung jawab agen,” cerita Muhabbul.

Hal senada juga dikatakan M Sagor. Pria yang sudah pernah bekerja di Malaysia selama 8 tahun itu, juga menerima tawaran kerja ke Malaysia sebagai kuli bangunan. Sagor juga masuk ke Indonesia melalui jalur pesawat. Rencananya, akan diberangkatkan ke Malaysia melalui laut.

“Saya dikumpulkan dengan rekan-rekan satu negara di sebuah rumah di Medan. Kami rencananya mau menyebrang. Tapi hampir sebulan kami tidak juga diberangkatkan. Kami semu kena tipu. Kami mau minta pertanggungjawaban dari agen,” beber Sagor dengan nada kesal.

Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rudenim Belawan, Andi Bram, mengatakan ratusan imgran asal Bangladesh itu merupakan titipan dari Kantor Rudenim Medan. Pihaknya tidak punya kapasitas memberikan keterangan. “Untuk lebih jelasnya, tanya ke Medan saja,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, Fery Monang Sihite, ratusan warga Bangladesh itu sampai di Kota Medan seperti wisatawan. Mereka masuk dengan cara bergelombang. Lalu oleh para penyalur ditempatkan di rumah toko (ruko) yang sudah disiapkan.

“Para pendatang itu korban penipuan. Izin tinggal mereka ada yang sudah habis serta hampir habis masa berlakunya. Mereka minta segera dipulangkan karena sudah cukup menderita di sini. Mungkin langkah yang kami ambil adalah deportasi dengan pencekalan,” kata Fery.

Lantas, apakah yang menyebabkan warga negara Bangladesh lebih suka bekerja di Malaysia daripada di negaranya sendiri? (*/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/