28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Sumut Belum Perlu PSBB

MEDAN, SUMUTPOS.CO – pemerhati sosial dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar, memuji sikap Pemprovsu yang belum mengusulkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan.

“Saya kira Gubsu perlu melihat lebih detil perbedaan potensi ancaman bersama bupati dan wali kota tertentu di Sumut, sebelum menentukan status. Sampai saat ini, mungkin Sumut secara menyeluruh belum perlu PSBB, kecuali ada perkembangan baru nanti,” kata Shohibul menjawab Sumut Pos, Senin (13/4).

Meski Sumut belum perlu PSBB, menurut dia, kota seperti Medan dan daerah-daerah lain di sekitar Sumatera Timur serta daerah tempat proyek-proyek besar yang memperkerjakan tenaga asing, cara penanganannya harus dibedakan. “Ini nanti akan mirip dengan usul Jawa Barat yang memilah kabupaten/kota berdasarkan tingkat ancaman untuk diusulkan PSBB,” katanya.

Memang, lanjut Shohibul, antara Jakarta dan Sumut tak hanya ada perbedaan faktor geografi, kondisi sosial ekonomi, dan komposisi demografis. Tetapi beberapa wilayah kabupaten dan kota tertentu di Sumut, dilihat dari tingkat potensi ancaman Covid-19, tak begitu berbeda dengan Jakarta.

“Saya kira gubernur tahu dan sudah memetakan itu. Beberapa daerah di Sumut harus lebih waspada,” katanya.

Diakui dia, penetapan PSBB pada suatu daerah, memerlukan kajian luas dalam dua wilayah utama. Wilayah kajian pertama menyangkut hal-ihwal epidemiologis yang memerlukan dukungan data-data valid. Sedangkan wilayah kajian kedua menyangkut aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, keamanan dan lain-lain.

“Saya kira itu yang kita saksikan di DKI sejak awal hingga akhirnya diperkenankan memberlakukan PSBB. Dan segera disusul dengan permohonan PSBB oleh Jawa Barat. Penentangan dari Papua melalui salah seorang pejabat bupati di sana, menunjukkan perbedaan cara pandang dan kepentingan antara daerah dan pusat. Kita tahu berdasarkan regulasi yang ada, status PSBB ditentukan pemerintah pusat. Daerah hanya mengusulkan,” katanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Aris Yudhariansyah menyampaikan, Pemprov Sumut maupun pemkab dan pemko di Sumut belum memberlakukan PSBB dalam menangani pandemi Covid-19. Sebab, sejauh ini belum ada yang mengajukan PSBB baik Pemprovsu dan pemkab/pemko di Sumut.

“Hingga hari ini (Minggu, Red), kabupaten/kota dan Provinsi Sumut belum ada mengajukan usulan PSBB ke Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.

Menurutnya, terkait pemberlakuan PSBB ini berpedoman terhadap Permenkes Nomor 9/2020. PSBB itu ditetapkan oleh menteri Kesehatan RI, yang diputuskan berdasarkan permohonan kepala daerah baik gubernur, bupati ataupun wali kota. Artinya, mengenai pemberlakukan PSBB harus disampaikan ke pemerintah pusat.

Dijelaskan dia, ada beberapa kriteria untuk penetapan PSBB ini. Pertama, jumlah kasus dan kematian yang meningkat. Kedua, terdapat kaitan epidemiologi kejadian di wilayah atau serupa dengan negara lain. Ketiga, pengajuan PSBB ini harus dilampirkan beberapa data-data sesuai dengan Permenkes Nomor 9/2020.

“Jadi, tidak ada kaitan perbedaan data kasus antara provinsi (Sumut) dengan kabupaten/kota, sehingga belum menetapkan PSBB,” ucap sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Aris berharap, walaupun tidak diajukan PSBB akan tetapi sosialisasi sesuai dengan protokol kesehatan yaitu social dan physical distancing bisa terus dilakukan. Dengan begitu, berharap PSBB ini tidak perlu dilakukan. (prn/ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – pemerhati sosial dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar, memuji sikap Pemprovsu yang belum mengusulkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan.

“Saya kira Gubsu perlu melihat lebih detil perbedaan potensi ancaman bersama bupati dan wali kota tertentu di Sumut, sebelum menentukan status. Sampai saat ini, mungkin Sumut secara menyeluruh belum perlu PSBB, kecuali ada perkembangan baru nanti,” kata Shohibul menjawab Sumut Pos, Senin (13/4).

Meski Sumut belum perlu PSBB, menurut dia, kota seperti Medan dan daerah-daerah lain di sekitar Sumatera Timur serta daerah tempat proyek-proyek besar yang memperkerjakan tenaga asing, cara penanganannya harus dibedakan. “Ini nanti akan mirip dengan usul Jawa Barat yang memilah kabupaten/kota berdasarkan tingkat ancaman untuk diusulkan PSBB,” katanya.

Memang, lanjut Shohibul, antara Jakarta dan Sumut tak hanya ada perbedaan faktor geografi, kondisi sosial ekonomi, dan komposisi demografis. Tetapi beberapa wilayah kabupaten dan kota tertentu di Sumut, dilihat dari tingkat potensi ancaman Covid-19, tak begitu berbeda dengan Jakarta.

“Saya kira gubernur tahu dan sudah memetakan itu. Beberapa daerah di Sumut harus lebih waspada,” katanya.

Diakui dia, penetapan PSBB pada suatu daerah, memerlukan kajian luas dalam dua wilayah utama. Wilayah kajian pertama menyangkut hal-ihwal epidemiologis yang memerlukan dukungan data-data valid. Sedangkan wilayah kajian kedua menyangkut aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, keamanan dan lain-lain.

“Saya kira itu yang kita saksikan di DKI sejak awal hingga akhirnya diperkenankan memberlakukan PSBB. Dan segera disusul dengan permohonan PSBB oleh Jawa Barat. Penentangan dari Papua melalui salah seorang pejabat bupati di sana, menunjukkan perbedaan cara pandang dan kepentingan antara daerah dan pusat. Kita tahu berdasarkan regulasi yang ada, status PSBB ditentukan pemerintah pusat. Daerah hanya mengusulkan,” katanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Aris Yudhariansyah menyampaikan, Pemprov Sumut maupun pemkab dan pemko di Sumut belum memberlakukan PSBB dalam menangani pandemi Covid-19. Sebab, sejauh ini belum ada yang mengajukan PSBB baik Pemprovsu dan pemkab/pemko di Sumut.

“Hingga hari ini (Minggu, Red), kabupaten/kota dan Provinsi Sumut belum ada mengajukan usulan PSBB ke Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.

Menurutnya, terkait pemberlakuan PSBB ini berpedoman terhadap Permenkes Nomor 9/2020. PSBB itu ditetapkan oleh menteri Kesehatan RI, yang diputuskan berdasarkan permohonan kepala daerah baik gubernur, bupati ataupun wali kota. Artinya, mengenai pemberlakukan PSBB harus disampaikan ke pemerintah pusat.

Dijelaskan dia, ada beberapa kriteria untuk penetapan PSBB ini. Pertama, jumlah kasus dan kematian yang meningkat. Kedua, terdapat kaitan epidemiologi kejadian di wilayah atau serupa dengan negara lain. Ketiga, pengajuan PSBB ini harus dilampirkan beberapa data-data sesuai dengan Permenkes Nomor 9/2020.

“Jadi, tidak ada kaitan perbedaan data kasus antara provinsi (Sumut) dengan kabupaten/kota, sehingga belum menetapkan PSBB,” ucap sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Aris berharap, walaupun tidak diajukan PSBB akan tetapi sosialisasi sesuai dengan protokol kesehatan yaitu social dan physical distancing bisa terus dilakukan. Dengan begitu, berharap PSBB ini tidak perlu dilakukan. (prn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/