30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

PSBB Opsi Terakhir di Sumut, Utamakan Razia Kerumunan & Social Distancing

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Saat ini, jumlah pasien positif atau terkonfirmasi mengidap Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Sumatera Utara masih 102 orang, dengan kasus meninggal dunia 9 orang dan sembuh 12 orang. Sedangkan jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 129 orang. Jumlah tersebut dinilai belum signifikan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumut. PSBB menjadi opsi terakhir, yang diberlakukan jika terjadi lonjakan pasien positif dan PDP.

“JIKA terjadi lonjakan penyebaran Covid-19, tidak menutup kemungkinan akan diberlakukan PSBB. Namun itu langkah alternatif terakhir untuk menekan persebaran wabah Covid-19. Langkah tegas yang telah diambil saat ini adalah merazia tempat keramaian, hingga membubarkan kerumunan oleh aparat kepolisian,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut , Whiko Irwan dalam keterangan pers di Media Center Gugus Tugas Covid-19 Kantor Gubernur Sumut, Rabu (15/4).

Whiko mengatakan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Sumut terus mengimbau masyarakat agar mematuhi lima protokol kesehatan, dan memperbanyak intensitas imbauan melalui berbagai media. Namun jika ada indikasi lonjakan, keputusan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan dipertimbangkan.

Gugus Tugas menerima banyak laporan dari warga tentang kondisi masyarakat di beberapa daerah, seperti Kota Medan, Kabupaten Deliserdang dan lainnya, yang masih belum mematuhi protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19 melanda Indonesia, khususnya provinsi ini.

“Kota Medan merupakan daerah tertinggi hasil sebarannya, namun sepertinya warga belum juga sadar melakukan pembatasan sosial. Untuk itu, kembali kami mengimbau dan mengajak warga Sumut untuk mengikuti imbauan pemerintah. Juga kepada pemerintah kabupaten/kota agar terus menyosialisasikan tentang Covid-19,” ujar Whiko .

Menurutnya, Covid-19 bisa menular dari orang tanpa gejala (OTG). OTG adalah orang-orang tanpa gejala infeksi saluran pernafasan, namun memiliki riwayat kontak erat dengan penderita Covid-19. “Contohnya, orang yang membersihkan ruangan penderita Covid-19 tanpa menggunakan APD (alat pelindung diri), atau berada dalam satu ruangan dengan penderita Covid-19, atau berada di dalam kendaraan yang sama (angkutan umum) dalam radius jarak satu meter,” jelas Whiko.

Untuk itu, bagi orang yang berada di luar rumah diminta agar menghindari keramaian, menjaga jarak fisik, serta menggunakan masker. Ketiga hal itu dinilai menjadi jurus menekan penyebaran Covid-19 di masyarakat.

Mengenai laporan warga tentang adanya swalayan di beberapa tempat yang terlihat ramai pengunjung, Whiko meminta agar pelayanan bagi pelanggan menggunakan nomor antrean, untuk membatasi jumlah orang di dalam satu gedung.

“Kepada pemilik swalayan agar menyediakan fasilitas pencegah virus corona, seperti menyediakan nomor antrian bagi pelanggan dan menyiapkan tempat pencuci tangan. Semoga wabah ini dapat segera berakhir,” ujarnya.

Mengenai data persebaran Covid-19 di Sumut, hingga kemarin sore sebanyak 129 orang berstatus PDP, meningkat dari hari sebelumnya 101 orang. Untuk yang positif atau terkonfirmasi sebanyak 102 orang, diketahui dari hasil PCR (78 orang) dan Rapid Test (24). Sementara data meninggal dunia sebanyak 9 orang dan sembuh 12 orang.

“Hasil sebaran, Kota Medan masih terbanyak merawat PDP sebanyak 66 orang, diikuti Simalungun sebanyak 20 orang, dan Deliserdang sebanyak 11 orang,” sebut Whiko.

Sumut Belum Perlu PSBB

Terpisah, pemerhati sosial dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar, memuji sikap Pemprovsu yang belum mengusulkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan.

“Saya kira Gubsu perlu melihat lebih detil perbedaan potensi ancaman bersama bupati dan wali kota tertentu di Sumut, sebelum menentukan status. Sampai saat ini, mungkin Sumut secara menyeluruh belum perlu PSBB, kecuali ada perkembangan baru nanti,” kata Shohibul menjawab Sumut Pos.

Meski Sumut belum perlu PSBB, menurut dia, kota seperti Medan dan daerah-daerah lain di sekitar Sumatera Timur serta daerah tempat proyek-proyek besar yang memperkerjakan tenaga asing, cara penanganannya harus dibedakan. “Ini nanti akan mirip dengan usul Jawa Barat yang memilah kabupaten/kota berdasarkan tingkat ancaman untuk diusulkan PSBB,” katanya.

Memang, lanjut Shohibul, antara Jakarta dan Sumut tak hanya ada perbedaan faktor geografi, kondisi sosial ekonomi, dan komposisi demografis. Tetapi beberapa wilayah kabupaten dan kota tertentu di Sumut, dilihat dari tingkat potensi ancaman Covid-19, tak begitu berbeda dengan Jakarta.

“Saya kira gubernur tahu dan sudah memetakan itu. Beberapa daerah di Sumut harus lebih waspada,” katanya.

Diakui dia, penetapan PSBB pada suatu daerah, memerlukan kajian luas dalam dua wilayah utama. Wilayah kajian pertama menyangkut hal-ihwal epidemiologis yang memerlukan dukungan data-data valid. Sedangkan wilayah kajian kedua menyangkut aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, keamanan dan lain-lain.

“Saya kira itu yang kita saksikan di DKI sejak awal hingga akhirnya diperkenankan memberlakukan PSBB. Dan segera disusul dengan permohonan PSBB oleh Jawa Barat. Penentangan dari Papua melalui salah seorang pejabat bupati di sana, menunjukkan perbedaan cara pandang dan kepentingan antara daerah dan pusat. Kita tahu berdasarkan regulasi yang ada, status PSBB ditentukan pemerintah pusat. Daerah hanya mengusulkan,” katanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Aris Yudhariansyah menyampaikan, Pemprov Sumut maupun pemkab dan pemko di Sumut belum memberlakukan PSBB dalam menangani pandemi Covid-19. Sebab, sejauh ini belum ada yang mengajukan PSBB baik Pemprovsu dan pemkab/pemko di Sumut.

Menurutnya, pemberlakuan PSBB berpedoman terhadap Permenkes Nomor 9/2020. PSBB itu ditetapkan oleh menteri Kesehatan RI, yang diputuskan berdasarkan permohonan kepala daerah baik gubernur, bupati ataupun wali kota. Artinya, mengenai pemberlakukan PSBB harus disampaikan ke pemerintah pusat.

Ada beberapa kriteria untuk penetapan PSBB ini. Pertama, jumlah kasus dan kematian yang meningkat. Kedua, terdapat kaitan epidemiologi kejadian di wilayah atau serupa dengan negara lain. Ketiga, pengajuan PSBB ini harus dilampirkan beberapa data-data sesuai dengan Permenkes Nomor 9/2020.

“Jadi, tidak ada kaitan perbedaan data kasus antara provinsi (Sumut) dengan kabupaten/kota, sehingga belum menetapkan PSBB,” ucap sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Aris berharap, walaupun tidak diajukan PSBB akan tetapi sosialisasi sesuai dengan protokol kesehatan yaitu social dan physical distancing bisa terus dilakukan. Dengan begitu, berharap PSBB ini tidak perlu dilakukan. (rel/prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Saat ini, jumlah pasien positif atau terkonfirmasi mengidap Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Sumatera Utara masih 102 orang, dengan kasus meninggal dunia 9 orang dan sembuh 12 orang. Sedangkan jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 129 orang. Jumlah tersebut dinilai belum signifikan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumut. PSBB menjadi opsi terakhir, yang diberlakukan jika terjadi lonjakan pasien positif dan PDP.

“JIKA terjadi lonjakan penyebaran Covid-19, tidak menutup kemungkinan akan diberlakukan PSBB. Namun itu langkah alternatif terakhir untuk menekan persebaran wabah Covid-19. Langkah tegas yang telah diambil saat ini adalah merazia tempat keramaian, hingga membubarkan kerumunan oleh aparat kepolisian,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut , Whiko Irwan dalam keterangan pers di Media Center Gugus Tugas Covid-19 Kantor Gubernur Sumut, Rabu (15/4).

Whiko mengatakan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Sumut terus mengimbau masyarakat agar mematuhi lima protokol kesehatan, dan memperbanyak intensitas imbauan melalui berbagai media. Namun jika ada indikasi lonjakan, keputusan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan dipertimbangkan.

Gugus Tugas menerima banyak laporan dari warga tentang kondisi masyarakat di beberapa daerah, seperti Kota Medan, Kabupaten Deliserdang dan lainnya, yang masih belum mematuhi protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19 melanda Indonesia, khususnya provinsi ini.

“Kota Medan merupakan daerah tertinggi hasil sebarannya, namun sepertinya warga belum juga sadar melakukan pembatasan sosial. Untuk itu, kembali kami mengimbau dan mengajak warga Sumut untuk mengikuti imbauan pemerintah. Juga kepada pemerintah kabupaten/kota agar terus menyosialisasikan tentang Covid-19,” ujar Whiko .

Menurutnya, Covid-19 bisa menular dari orang tanpa gejala (OTG). OTG adalah orang-orang tanpa gejala infeksi saluran pernafasan, namun memiliki riwayat kontak erat dengan penderita Covid-19. “Contohnya, orang yang membersihkan ruangan penderita Covid-19 tanpa menggunakan APD (alat pelindung diri), atau berada dalam satu ruangan dengan penderita Covid-19, atau berada di dalam kendaraan yang sama (angkutan umum) dalam radius jarak satu meter,” jelas Whiko.

Untuk itu, bagi orang yang berada di luar rumah diminta agar menghindari keramaian, menjaga jarak fisik, serta menggunakan masker. Ketiga hal itu dinilai menjadi jurus menekan penyebaran Covid-19 di masyarakat.

Mengenai laporan warga tentang adanya swalayan di beberapa tempat yang terlihat ramai pengunjung, Whiko meminta agar pelayanan bagi pelanggan menggunakan nomor antrean, untuk membatasi jumlah orang di dalam satu gedung.

“Kepada pemilik swalayan agar menyediakan fasilitas pencegah virus corona, seperti menyediakan nomor antrian bagi pelanggan dan menyiapkan tempat pencuci tangan. Semoga wabah ini dapat segera berakhir,” ujarnya.

Mengenai data persebaran Covid-19 di Sumut, hingga kemarin sore sebanyak 129 orang berstatus PDP, meningkat dari hari sebelumnya 101 orang. Untuk yang positif atau terkonfirmasi sebanyak 102 orang, diketahui dari hasil PCR (78 orang) dan Rapid Test (24). Sementara data meninggal dunia sebanyak 9 orang dan sembuh 12 orang.

“Hasil sebaran, Kota Medan masih terbanyak merawat PDP sebanyak 66 orang, diikuti Simalungun sebanyak 20 orang, dan Deliserdang sebanyak 11 orang,” sebut Whiko.

Sumut Belum Perlu PSBB

Terpisah, pemerhati sosial dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Ansor Siregar, memuji sikap Pemprovsu yang belum mengusulkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan.

“Saya kira Gubsu perlu melihat lebih detil perbedaan potensi ancaman bersama bupati dan wali kota tertentu di Sumut, sebelum menentukan status. Sampai saat ini, mungkin Sumut secara menyeluruh belum perlu PSBB, kecuali ada perkembangan baru nanti,” kata Shohibul menjawab Sumut Pos.

Meski Sumut belum perlu PSBB, menurut dia, kota seperti Medan dan daerah-daerah lain di sekitar Sumatera Timur serta daerah tempat proyek-proyek besar yang memperkerjakan tenaga asing, cara penanganannya harus dibedakan. “Ini nanti akan mirip dengan usul Jawa Barat yang memilah kabupaten/kota berdasarkan tingkat ancaman untuk diusulkan PSBB,” katanya.

Memang, lanjut Shohibul, antara Jakarta dan Sumut tak hanya ada perbedaan faktor geografi, kondisi sosial ekonomi, dan komposisi demografis. Tetapi beberapa wilayah kabupaten dan kota tertentu di Sumut, dilihat dari tingkat potensi ancaman Covid-19, tak begitu berbeda dengan Jakarta.

“Saya kira gubernur tahu dan sudah memetakan itu. Beberapa daerah di Sumut harus lebih waspada,” katanya.

Diakui dia, penetapan PSBB pada suatu daerah, memerlukan kajian luas dalam dua wilayah utama. Wilayah kajian pertama menyangkut hal-ihwal epidemiologis yang memerlukan dukungan data-data valid. Sedangkan wilayah kajian kedua menyangkut aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, keamanan dan lain-lain.

“Saya kira itu yang kita saksikan di DKI sejak awal hingga akhirnya diperkenankan memberlakukan PSBB. Dan segera disusul dengan permohonan PSBB oleh Jawa Barat. Penentangan dari Papua melalui salah seorang pejabat bupati di sana, menunjukkan perbedaan cara pandang dan kepentingan antara daerah dan pusat. Kita tahu berdasarkan regulasi yang ada, status PSBB ditentukan pemerintah pusat. Daerah hanya mengusulkan,” katanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Aris Yudhariansyah menyampaikan, Pemprov Sumut maupun pemkab dan pemko di Sumut belum memberlakukan PSBB dalam menangani pandemi Covid-19. Sebab, sejauh ini belum ada yang mengajukan PSBB baik Pemprovsu dan pemkab/pemko di Sumut.

Menurutnya, pemberlakuan PSBB berpedoman terhadap Permenkes Nomor 9/2020. PSBB itu ditetapkan oleh menteri Kesehatan RI, yang diputuskan berdasarkan permohonan kepala daerah baik gubernur, bupati ataupun wali kota. Artinya, mengenai pemberlakukan PSBB harus disampaikan ke pemerintah pusat.

Ada beberapa kriteria untuk penetapan PSBB ini. Pertama, jumlah kasus dan kematian yang meningkat. Kedua, terdapat kaitan epidemiologi kejadian di wilayah atau serupa dengan negara lain. Ketiga, pengajuan PSBB ini harus dilampirkan beberapa data-data sesuai dengan Permenkes Nomor 9/2020.

“Jadi, tidak ada kaitan perbedaan data kasus antara provinsi (Sumut) dengan kabupaten/kota, sehingga belum menetapkan PSBB,” ucap sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Aris berharap, walaupun tidak diajukan PSBB akan tetapi sosialisasi sesuai dengan protokol kesehatan yaitu social dan physical distancing bisa terus dilakukan. Dengan begitu, berharap PSBB ini tidak perlu dilakukan. (rel/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/