IKAN porapora atau ikan bilis merupakan salah satu ikan yang dihasilkan di Danau Toba. Ikan porapora sangat potensial dikembangkan di Danau Toba, dan keuntungan yang didapat nelayan dari ikan tersebut mencapai sekitar 20 ton per hari, dengan harga jual berkisar Rp3.000 per kilogram (Kg). Bahkan dalam kondisi dikeringkan dapat dijual dengan harga Rp6.500 per Kg.
Ikan pora-pora yang hidup di sungai dan pinggiran Danau Toba memang menjadi berkah bagi warga. Sebab, dari hasil tangkapan ikan tersebut mampu memberikan kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Toba.
Ikan yang dulunya kurang dikenal dan diminati, kini setiap harinya berton-ton ikan ditangkap di sungai itu. Setidaknya warga setempat masih bersyukur, kondisi alam hutan masih relatif terjaga sehingga ekosistim sungai masih terawat baik menjadikan ikan pora pora terus berkembang.
Produksi ikan porapora di kawasan Danau Toba bisa mencapai 40 ton per hari, namun selama ini masih diperdagangkan secara tradisional serta menjadi salah satu menu andalan pada sejumlah rumah makan di daerah objek wisata pulau Samosir sekitarnya.
J Naibaho (52) nelayan yang ada di Siogungogung Kecamatan Pangururan mengatakan, bahwa jumlah pora-pora di Danau Toba itu sangat banyak. Ikan porapora sangat cepat berkembang biak. Umur 3 minggu ikan pora-pora sudah bertelur dan 3 hari sudah menetas, sehingga jumlah porapora terus bertambah jumlahnya.
Naibaho menjelaskan bahwa peralatan yang dipergunakan untuk menangkap porapora disebut dengan nama sulangat. Dengan sulangat tersebut hasil tangkapan bisa mencapai hingga 50 kilogram setiap hari.
Dengan menyalakan lampu sulangat pada pukul 19.00 WIB dan Naibaho akan memanen ikan porapora pada pukul 05.00 WIB dini hari. Di waktu yang lain Naibaho masih tetap dapat mengerjakan pekerjaan yang lain.
Naibaho juga mengakui bahwa dari hasil tangkapan sulangatnya itu, dia dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Setiap pagi kita menjual kepada toke. Toke ini yang akan memasarkan ke luar Samosir. Bahkan ada pihak penampung ikan porapora yang dengan sengaja memasarkannya hingga ke Padang dan Pekanbaru. Dari hasil sulangat, kami bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Waktu mengerjakannya juga tidak terlalu monoton. Pagi sampai sore hari, kami juga masih bisa mengerjakan pekerjaan yang lain. Malam hari, kami menyalakan lampu sulangat. Dini hari, kami memanen ikan yang tertangkap di jala sulangat” jelas Naibaho
Sementara menurut Melly Sihite (28) pengusaha rumah makan di Pangururan, beberapa orang makan di warungnya selalu tertarik dengan ikan pora-pora.
‘Jika kita membuat menu ikan pora-pora yang kita masak dengan goreng kering ataupun di sambal, tamu kita senang memakannya. Rasa ikan pora-pora gurih dan renyah. Murah namun banyak protein yang terkandung didalamnya,” Jelas Melly. (mag-20)