BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Binjai menggelar bedah buku “Kilas Sejarah Perjuangan Pra dan Pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Binjai”, karangan HM Yunus Tampubolon, di Aula Gedung Balai Kota Binjai, Jumat (12/5) siang.
Kegiatan dibuka Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Binjai, M Mahfullah Pratama Daulay, serta dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Binjai, Mukramah, unsur Forum Koordinasi Perangkat Daerah (FKPD), kalangan akademisi, komunitas pencinta sejarah, serta para guru dan pelajar.
Walikota Binjai, HM Idaham, dalam pidato tertulisnya dibacakan Sekdako Binjai, M Mahfullah Pratama Daulay, menyambut baik pelaksanaan kegiatan tersebut, demi menjamin peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan wawasan masyarakat, tentang sejarah Kota Binjai.
Karena itu dia pun meminta seluruh peserta untuk serius mengikuti acara tersebut, sehingga diharapkan dapat memberikan masukan dan kritik bagi sang penulis buku, demi penyempurnaan karya tulis dan sumber sejarah Kota Binjai.“Dengan dilangsungkannya bedah buku ini, mudah-mudahan akan tersusun sejarah Kota Binjai yang komprehensif utuh. Nantinya dapat dijadikan sebagai warisan anak cucu sekaligus acuan untuk membangun entitas, identitas dan kearifan lokal masyarakat Kota Binjai,” ujarnya yang membacakan sambutan tertulis Wali Kota Binjai.
Kepada Disbudpar Kota Binjai, Sekda meminta untuk selalu kordinasi dengan Dinas Perpustakaan, Dinas Pendidikan dan instansi lainnya dalam menciptakan program strategis di bidang pelestarian budaya serta sejarah Kota Binjai. Itu dilakukan juga untuk meningkatkan pengetahuan generasi muda.
Dikatakannya, dengan perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informatika sekarang ini, sambung dia, tentunya informasi dengan mudah diperoleh. Bahkan dalam bentuk digital. Oleh karenanya, dibutuhkan juga tanggung jawab pemerintah terhadap pembinaan dan kelestarian budaya maupun sejarah Kota Rambutan.
Sementara, Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Phil Ichwan Azhari menyatakan, hari jadi Kota Rambutan yang jatuh pada 17 Mei tiap tahunnya itu tidak relevan.