25 C
Medan
Saturday, September 21, 2024

Kehidupan Pemulung di Siantar akan Semakin Rumit

Jika Rencana Peraturan Daerah Pengolahan Sampah Berlaku

PERJUANGAN hidup pemulung di Kota Pematangsiantar akan semakin rumit. Terutama, bila Ranperda (rancangan peraturan daerah) tentang pengolahan sampah, segera disahkan dan diberlakukan di kota ini.

Sebab, dalam pembahasan Ranperda pengolahan sampah di Komisi III DPRD Pematangsiantar bersama Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Jekson Gultom dan Kadis Kebersihan, Kadimin, disepakati aturan, berupa larangan terhadap seluruh elemen masyarakat, agar tidak mengambil sampah dari TPS (tempat pembuangan sampah), bila tidak memiliki izin dari Dinas Kebersihan.

Jika ketentuan aturan yang akan disahkan menjadi Perda itu dilanggar, maka masyarakat yang melakukannya akan dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana itu, bisa berupa denda dan dapat pula berupa pidana penjara.

Malah sebelum Ranperda itu diubah melalui kesepakatan anggota dewan di Komisi III kemarin, Kamis (14/6), isi dari Ranperda itu jauh lebih mengancam keberadaan pemulung. Pasalnya, di Ranperda yang diajukan wali kota itu, tidak ada hal pengecualian. Karena semua masyarakat tidak diperbolehkan mengambil atau mengolah sampah dari TPS.

Ketentuan itupun menjadi bagian protes anggota dewan dari PDI Perjuangan, M Ripai Siregar. Akhirnya aturan itupun berhasil diubah di tingkat komisi. Sehingga pemulung tetap memiliki celah untuk dapat mengambil sampah (baca barang bekas) dari TPS. Hanya saja, harus melalui izin Dinas Kebersihan.
Salah seorang pemulung yang ditemui Koran ini mengaku sedih dengan aturan pengolahan sampah yang akan diberlakukan di Kota Pematangsiantar. Karena menurut pemulung yang enggan menyebutkan namanya ini mengatakan, dirinya akan semakin sulit untuk mengais TPS.

Sebab, pria berkulit hitam ini memperkirakan, izin dari Dinas Kebersihan akan sulit ia peroleh. Malah pemulung ini mengaku tidak mengetahui alamat kantor Dinas Kebersihan.

“Gimana (Bagaimana) ya pak. Jadi makin (semakin) susahlah kami. Maunya jangan kayak (seperti) itulah peraturannya,” ungkap pemulung yang ditemui saat melintas di Jalan Singosari Pematangsiantar.

Selain larangan bagi pemulung untuk mengambil barang bekas tanpa izin dari Dinas Kebersihan, kontroversial lainnya dalam Ranperda pengolahan sampah ini berupa, larangan membakar sampah pekarangan rumah bagi setiap masyarakat.

Ketika dipertanyakan anggota dewan, Frangky Boy Saragih akan kesiapan Dinas Kebersiahan dalam melakukan pelayanan berhadap masyarakat. Baik itu dari sisi jumlah pegawai maupun fasilitas pengangkutan dan lainnya, Kadis Kebersiahan, Kadimin malah mengaku secara terus terang, kalau untuk saat ini, Pemko Pematangsiantar belum bisa mengangkut seluruh sampah yang ada di Pematangsiantar.

Katanya, dari 514 ton sampah yang selalu dihasilkan di kota ini, yang masih dapat diangkut untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), hanya sekitar 346 ton sampah. Untuk itulah di tahun ini, Dinas Kebersihan akan mengadakan 10 truk container untuk mengangkut sampah.
Sedangkan, L Sihombing, salah seorang warga yang tinggal di Kelurahan Naga Pita mengaku kesal dengan aturan yang tertuang di Ranperda tersebut. Sebab menurutnya, selama ini warga selalu dikenakan retribusi sampah, dengan membayar ribuan rupiah melalui pembayaran rekening air PDAM Tirta Uli.

Hanya saja, tidak ada petugas kebersihan yang mengangkut sampah dari pemukiman penduduk yang berdomisili tidak di pinggir jalan. Kemudian, jumlah TPS juga masih terbatas, sehingga jarak antarTPS masih sangat jauh. “Apa maksudnya sampah tidak boleh kami bakar. Jadi dibiarkan menumpuk. Petugas saja tidak ada yang masuk ke gang rumah kami ini. Sudah itu, TPSnya-pun jauh jauh,” ujarnya. (Mag – 20)

Jika Rencana Peraturan Daerah Pengolahan Sampah Berlaku

PERJUANGAN hidup pemulung di Kota Pematangsiantar akan semakin rumit. Terutama, bila Ranperda (rancangan peraturan daerah) tentang pengolahan sampah, segera disahkan dan diberlakukan di kota ini.

Sebab, dalam pembahasan Ranperda pengolahan sampah di Komisi III DPRD Pematangsiantar bersama Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Jekson Gultom dan Kadis Kebersihan, Kadimin, disepakati aturan, berupa larangan terhadap seluruh elemen masyarakat, agar tidak mengambil sampah dari TPS (tempat pembuangan sampah), bila tidak memiliki izin dari Dinas Kebersihan.

Jika ketentuan aturan yang akan disahkan menjadi Perda itu dilanggar, maka masyarakat yang melakukannya akan dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana itu, bisa berupa denda dan dapat pula berupa pidana penjara.

Malah sebelum Ranperda itu diubah melalui kesepakatan anggota dewan di Komisi III kemarin, Kamis (14/6), isi dari Ranperda itu jauh lebih mengancam keberadaan pemulung. Pasalnya, di Ranperda yang diajukan wali kota itu, tidak ada hal pengecualian. Karena semua masyarakat tidak diperbolehkan mengambil atau mengolah sampah dari TPS.

Ketentuan itupun menjadi bagian protes anggota dewan dari PDI Perjuangan, M Ripai Siregar. Akhirnya aturan itupun berhasil diubah di tingkat komisi. Sehingga pemulung tetap memiliki celah untuk dapat mengambil sampah (baca barang bekas) dari TPS. Hanya saja, harus melalui izin Dinas Kebersihan.
Salah seorang pemulung yang ditemui Koran ini mengaku sedih dengan aturan pengolahan sampah yang akan diberlakukan di Kota Pematangsiantar. Karena menurut pemulung yang enggan menyebutkan namanya ini mengatakan, dirinya akan semakin sulit untuk mengais TPS.

Sebab, pria berkulit hitam ini memperkirakan, izin dari Dinas Kebersihan akan sulit ia peroleh. Malah pemulung ini mengaku tidak mengetahui alamat kantor Dinas Kebersihan.

“Gimana (Bagaimana) ya pak. Jadi makin (semakin) susahlah kami. Maunya jangan kayak (seperti) itulah peraturannya,” ungkap pemulung yang ditemui saat melintas di Jalan Singosari Pematangsiantar.

Selain larangan bagi pemulung untuk mengambil barang bekas tanpa izin dari Dinas Kebersihan, kontroversial lainnya dalam Ranperda pengolahan sampah ini berupa, larangan membakar sampah pekarangan rumah bagi setiap masyarakat.

Ketika dipertanyakan anggota dewan, Frangky Boy Saragih akan kesiapan Dinas Kebersiahan dalam melakukan pelayanan berhadap masyarakat. Baik itu dari sisi jumlah pegawai maupun fasilitas pengangkutan dan lainnya, Kadis Kebersiahan, Kadimin malah mengaku secara terus terang, kalau untuk saat ini, Pemko Pematangsiantar belum bisa mengangkut seluruh sampah yang ada di Pematangsiantar.

Katanya, dari 514 ton sampah yang selalu dihasilkan di kota ini, yang masih dapat diangkut untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), hanya sekitar 346 ton sampah. Untuk itulah di tahun ini, Dinas Kebersihan akan mengadakan 10 truk container untuk mengangkut sampah.
Sedangkan, L Sihombing, salah seorang warga yang tinggal di Kelurahan Naga Pita mengaku kesal dengan aturan yang tertuang di Ranperda tersebut. Sebab menurutnya, selama ini warga selalu dikenakan retribusi sampah, dengan membayar ribuan rupiah melalui pembayaran rekening air PDAM Tirta Uli.

Hanya saja, tidak ada petugas kebersihan yang mengangkut sampah dari pemukiman penduduk yang berdomisili tidak di pinggir jalan. Kemudian, jumlah TPS juga masih terbatas, sehingga jarak antarTPS masih sangat jauh. “Apa maksudnya sampah tidak boleh kami bakar. Jadi dibiarkan menumpuk. Petugas saja tidak ada yang masuk ke gang rumah kami ini. Sudah itu, TPSnya-pun jauh jauh,” ujarnya. (Mag – 20)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/