NIAS, SUMUTPOS.CO – Pasar Rakyat Zuzundrao yang berada di tengah-tengah kebun dekat hutan, di Desa Zuzundrao, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat telantar. Sejak selesai dibangun pada tahun 2018 yang lalu, sampai saat ini belum juga difungsikan.
Tidak hanya itu, bangunan gedung yang terdiri dari 11 kios, 60 los, kamar mandi/toilet umum, dan pos penjagaan, anggarannya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Nias Barat tahun 2018 sebesar Rp 1,1 miliar dikerjakan oleh CV Suani Siteholi, tampak tak terurus.
Kini sebagian pintu-pintu kiosnya sudah rusak. Plang nama roboh. Halaman dan sekeliling gedung sudah ditumbuhi rumput setinggi 1 meter.
Kepala Dinas Perindagkop Kabupaten Nias Barat, Famili Daeli mengaku pasar rakyat itu pernah diaktifkan pada pertengahan tahun 2019 yang lalu. Karena faktor keamanan para pedagang tidak mau lagi berjualan. Ironisnya yang melakukan keributan di lokasi pasar itu, tidak lain adalah kepala desa setempat alasan mabuk.
“Pasar itu pernah aktif pada tahun lalu, selama 1,5 bulan. Namun karena kepala desanya sering mabuk, lalu diusirnya para pedagang makanya mereka tidak berani jualan lagi,” kata Famili Daeli, didampingi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pasar itu, Pance Warta Daely kepada Media ini di ruang kerja Kadis, Rabu (13/5).
Pengakuan Famili Daeli bertolakbelakang dengan pantauan media di lokasi. Tidak ada tanda-tanda pasar rakyat itu pernah terjadi transaksi jual beli sebagaimana layaknya pasar pada umumnya. Begitu pula pengakuan masyarakat setempat, sepengetahuan mereka belum pernah diaktifkan.
“Setahu saya belum pernah diaktifkan, kami juga tak tau. Tapi kalau menurut saya lokasinya kurang pas. Bagaimana ada pasar di tengah-tengah kebun, dekat hutan lagi. Apalagi jalan menuju pasar ini belum diaspal, masih jalan tanah, malaslah orang belanja kesini,” kata warga setempat yang namanya tidak mau disebutkan, kepada media ini di lokasi, Rabu (13/5).
Disinggung mengenai perencanaan awal dan kelayakan lokasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan pasar itu, Pance Warta Daely mengatakan sudah tepat. Sebab menurutnya tekstur tanahnya tidak longsor, tahan gempa, dan bebas dari banjir. “Kami pilih lokasi itu, karena kami lihat sudah sangat layak. Lokasinya tidak banjir, tidak longsor, dan tahan gempa,” katanya.
Di sisi lain, Pance menyebutkan lemahnya pengawasan terhadap fasilitas umum yang dibangun dinas Perindagkop Kabupaten Nias Barat, disebabkan Sumber daya Manusia (SDM) sangat terbatas. “Memang untuk pengawasan, SDM kami terbatas. Kami hanya dua orang mengawasi 8 kecamatan,” sebutnya.
Sementara itu, ketua DPC LSM Penjara Kabupaten Nias Barat, Candra Arbi Bugis menyebutkan beberapa fasilitas umum yang sudah dibangun, namun pada akhirnya tak berfungsi disebabkan kesalahan perencanaan awal. “Banyak fasilitas umum yang dibangun beberapa dinas di wilayah Kabupaten Nias Barat, namun tak berfungsi. Kita duga, perencanaan awal,” sebutnya.
Ia pun berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak selalu berpedoman pada MOU yang telah dibuat dengan pemerintah daerah yang ada dikepulauan Nias.
“APH harusnya tanggap dan mampu mengungkap setiap laporan masyarakat yang patut diduga ada unsur kerugian keuangan Negara. Sebab pada dasarnya pembangunan itu dilaksanakan dan difungsikan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataan di lapangan bertolak belakang , dimana uang Negara terkesan dihambur-hamburkan dan tidak bermanfaat,” pungkasnya. (adl/azw)