25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Vonis Bocah 11 Tahun oleh PN Pematangsiantar

JAKARTA – Kasus DS, bocah 11 tahun yang divonis 2 bulan 6 hari penjara dipotong masa tahanan oleh  Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, tampaknya berbuntut panjang.

Komisi Yudisial (KY) langsung merespon pengaduan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait kasus vonis terhadap bocah yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencurian itu.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki mengatakan, pihaknya sudah menyurati PN Pematangsiantar untuk meminta salinan putusan kasus tersebut. “Karena yang dilaporkan adalah putusannya, maka kita minta putusan agar segera dikirim ke kita,” ujar Suparman kepada koran ini di Jakarta, kemarin (14/6).

Pria kelahiran Lampung, 2 Maret 1961 lalu itu mengatakan, pihaknya belum berani membuat kesimpulan apa pun terkait kasus ini, sebelum mempelajari putusan. “Begitu kita terima putusan, baru kita bisa tahu,” ujar Suparman.

Ditanya berapa lama PN Pematangsiantar harus sudah mengirimkan salinan putusan, staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan, paling lambat tiga bulan salinan putusan harus sudah dikirim. “Kita maunya secepatnya,” ujarnya.

Namun Suparman mengakui, sudah ada kesalahan yang terlihat yang dilakukan Roziyanti, hakim tunggal di PN Pematangsiantar yang menyidangkan kasus DS itu. Yakni terkait batasan minimal usia anak yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Ketentuan ini berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 1/PPU-VIII/2010 tahun 2010. Sementara DS diketahui masih berusia 11 tahun.
Kesalahan yang sudah terlihat itu, diakui Suparman, menjadi salah satu acuan bagi KY untuk mengusut secara mendalam perkara ini. “Tapi kami harus pelajari secara detil dulu putusannya,” ujar Suparman.
Seperti diberitakan sebelumnya, YLBHI hakim Roziyanti ke KY pada Selasa (11/6). Menurut Direktur Advokasi LBHI, Bahrain, jika Roziyanti memahami perkembangan peraturan perundang-undangan dan jeli melihat persoalan, tentu kejadian penahanan dan pemidanaan terhadap DS bisa dihindari. (sam)

JAKARTA – Kasus DS, bocah 11 tahun yang divonis 2 bulan 6 hari penjara dipotong masa tahanan oleh  Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, tampaknya berbuntut panjang.

Komisi Yudisial (KY) langsung merespon pengaduan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait kasus vonis terhadap bocah yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencurian itu.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki mengatakan, pihaknya sudah menyurati PN Pematangsiantar untuk meminta salinan putusan kasus tersebut. “Karena yang dilaporkan adalah putusannya, maka kita minta putusan agar segera dikirim ke kita,” ujar Suparman kepada koran ini di Jakarta, kemarin (14/6).

Pria kelahiran Lampung, 2 Maret 1961 lalu itu mengatakan, pihaknya belum berani membuat kesimpulan apa pun terkait kasus ini, sebelum mempelajari putusan. “Begitu kita terima putusan, baru kita bisa tahu,” ujar Suparman.

Ditanya berapa lama PN Pematangsiantar harus sudah mengirimkan salinan putusan, staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan, paling lambat tiga bulan salinan putusan harus sudah dikirim. “Kita maunya secepatnya,” ujarnya.

Namun Suparman mengakui, sudah ada kesalahan yang terlihat yang dilakukan Roziyanti, hakim tunggal di PN Pematangsiantar yang menyidangkan kasus DS itu. Yakni terkait batasan minimal usia anak yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Ketentuan ini berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 1/PPU-VIII/2010 tahun 2010. Sementara DS diketahui masih berusia 11 tahun.
Kesalahan yang sudah terlihat itu, diakui Suparman, menjadi salah satu acuan bagi KY untuk mengusut secara mendalam perkara ini. “Tapi kami harus pelajari secara detil dulu putusannya,” ujar Suparman.
Seperti diberitakan sebelumnya, YLBHI hakim Roziyanti ke KY pada Selasa (11/6). Menurut Direktur Advokasi LBHI, Bahrain, jika Roziyanti memahami perkembangan peraturan perundang-undangan dan jeli melihat persoalan, tentu kejadian penahanan dan pemidanaan terhadap DS bisa dihindari. (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/