28 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Penggerebekan Dianggap tak Serius

Penjualan Ikan Impor di Belawan Sepi

BELAWAN-Pascapenggerebekan Unit I-Subdit/Indag Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Poldas Sumut, aktivitas transaksi ikan asal luar negeri ke pedagang pengecer di sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB)mulai tampak sepi. Ruas jalan yang biasanya kerap dipadati becak bermesin pengangkut ikan impor kotakan kemarin lengang.

“Hari ini sepi tak begitu ramai penjualan ikan impor kotakan, pengusaha tak berani menjualnya sama pedagang pengecer. Mungkin karena kemarin digerebek polisi,” ujar Ruslan (37) seorang pekerja di salah satu gudang perikanan Gabion Belawan pada Sumut Pos, Rabu (16/1) kemarin.

Penggerebekan itu memang membuat nyali pengusaha importir ciut. Karena tindakan tegas seperti itu sebelumnya tidak pernah terjadi di kawasan PPSB. Lemahnya pengawasan dari instansi dan lembaga terkait, mengakibatkan Belawan dijadikan jalur bebas utama masuknya ikan-ikan asal Malaysia, China, Vietnam, Pakistan, India, dan Thailand.

Menurutnya, ikan-ikan kotakan yang bebas diperjualbelikan itu harganya memang relatif lebih murah dari ikan segar hasil tangkapan nelayan lokal. Untuk ikan yang telah dikemas menggunakan kotak ukuran 10 kilogram, harga jualnya cuma Rp100 ribu per kotaknya.
“Itu untuk harga jenis ikan selayang atau gembung. Bahkan pedagang pengecer lebih cenderung membeli ikan impor kotakan, daripada ikan tangkapan nelayan di Belawan. Sebab selisih harganya mencapai Rp4 ribu untuk setiap kilonya,” tuturnya.

Sementara, kalangan nelayan di Belawan justru menganggap penggerebekan
Dilakukan Polda Sumut terkesan tidak serius. Ini dikarenakan, dalam melakukan
penindakan korps Bhayangkara itu dinilai setengah hati.”Inikan aneh, kenapa dokumen importir dibawa, tapi tak seekor pun ikan yang katanya mengandung zat berbahaya disita sebagai barang bukti,” ungkap Abdul Wahab (46) dan beberapa nelayan lainnya di Belawan.

Dia justru mengkhawatirkan kasus ikan impor yang kini bergulir ke aparat korps Bhayangka tersebut, nantinya akan berjalan ditempat tanpa adanya tindakan tegas atau hukuman yang dapat menjerat para importir nakal. “Kalau memang ikan impor yang ditemukan itu dibilang mengandung zat berbahaya, seharusnyakan ikut diamankan polisi bukan ditinggal bigitu saja. Karena bisa saja ikan tersebut ditukar pengusahannya
setelah petugas meninggalkan lokasi gudang tersebut,” ucapnya.

Meski demikian, mereka mengaku tetap mendukung aparat Polda Sumut dalam melakukan penindakan terhadap importir nakal dimaksud.”Begitupun kami nelayan tetap mendukung, asalkan jangan sampai kasus ikan impor ini ‘dipetieskan’,” ujar dia sambil tertawa lebar.

Terpisah, DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Medan menanggapi penggerebekan dilakukan Polda Sumut terhadap empat pengusaha importir ikan meminta agar pihak kepolisian segera memasang police line dan melakukan penjagaan di sekitar lokasi gudang milik importir di PPSB. Ini dilakukan agar tidak terjadi upaya untuk menghilangkan barang bukti. “Kita minta polisi memberi garis pembatas, agar barang bukti berupa ikan yang diduga mengadung zat berbahaya (pengawet) tidak hilang atau
sengaja dihilangkan,” tegas Zakaria, Wakil Ketua DPC HNSI Medan.

Organisasi nelayan ini menilai peredaran ikan impor hingga menembus pasar tradisional di Medan dan di luar daerah itu terjadi disebabkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait.”Masuknya ikan impor ke dalam negeri tetap legal karena sejauh ini belum ada larangan untuk itu dari pemerintah. Hanya saja, peredarannya hingga ke pasar tradisional dan dikonsumsi masyarakat itu yang membuktikan lemahnya pengawasan dari instansi berkompeten,” kata dia.

Indikasi Suap

Di balik masuk dan beredarnya ikan impor dimaksud diduga tidak terlepas dari indikasi suap dilakukan oknum pengusaha importir kepada oknum pejabat dan lembaga terkait dikawasan tersebut. Bahkan informasi beredar di Belawan pascapenggerebekan empat gudang importir itu, untuk satu unit kontainer berisi ikan, importir mengeluarkan biaya
Rp500 ribu.

“Setiap oknum tertentu di instansi atau lembaga memberikan bayaran Rp500 ribu per unit kontainer. Dan ini dilakukan terorganisir, sehingga permainan yang sudah sejak lama terjadi ini bisa berlangsung mulus, dan baru kali inilah penggerebekan terjadi,” sebut sumber Sumut Pos.

Dia menyebutkan, masuknya ikan-ikan asal luar negeri dikemas menggunakan kontainer itu melalui pelabuhan Belawan International Container Terminal (BICT). Di pelabuhan ini pasokan berbagai jenis ikan seperti, ikan gembung, selayang, tongkol dan lainnya diperiksa petugas Bea dan Cukai guna menganalisa atau menyesuaikan fisik muatan
dengan dokumen PIB yang diajukan.

“Setelah diperiksa BC, lalu kontainer diangkut dan dibawa ke gudang importir. Di lokasi gudang itulah selanjutnya petugas terkait seperti karantina melakukan pemeriksaan mutu dan kualitas ikan yang dipasok importir,” tuturnya
Yang lebih mengejutkan sambung dia, dari belasan perusahan importir di Belawan ternyata ada yang memiliki izin kadaluarsa, namun masih bisa melakukan aktivitas impor ikan. Tak hanya itu, oknum importir diduga juga tidak jujur dalam melaporkan tonase barang, guna memperkecil pembayaran pajaknya.

“Bahkan ada izin importir sudah mati dan belum diperpanjang, tapi masih bisa berbisnis ikan impor. Itu bisa terjadi karena pengusahannya lebih dulu melakukan lobi atau pendekatan ke oknum petugas,” ungkapnya.

Importir yang izinnya sudah kedarluarsa adalah UD YSR sesuai dengan izin B.2778/P2HP/Ps.440/XI/2011 tertanggal 04/11/2011 masa izin impor hanya sampai dengan 4 Mei 2012. Kemudian PT GC dengan no izin B.2691/P2HP/Ps.440/X/2011 tertanggal 26/10/2011, izin impor dinyatakan tidak berlaku sejak dikeluarkannya surat dari Dirjen P2HP Nomor B.680/DJ.P2HP/Ps.440/II/2012 perihal pencabutan izin pemasukan hasil perikanan tanggal 12 Februari 2012. Dan masih ada beberapa perusahaan lain yang izinnya juga kedarluarsa, namun sampai kini tetap saja mengimpor ikan.

Sub Direktorat (Subdit) I/ Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut masih melakukan penyelidikkan terhadap gudang ikan eksport-import di Jalan Pelabuhan Perikanan Samudra Gabion Belawan, untuk melanjuti penggerebek yang dilakukan Selasa (15/1) sore, lalu.

“Anggota masih melakukan penyeledikkan di TKP, sampai sore ini (kemarin,red) anggota tetap masih di TKP,”aku Kasubdit I/ Indag Ditreskrimsus Polda Sumut AKBP Edi Fariadi.
Saat penggerebekkan yang dilakukan itu, pihaknya hanya menyita beberapa dokumen saja.

“Baru dokumen yang kita sita, dari dokumen ini baru kita kembangankan. Kalau terbukti pemilik gudang dan seluruh ikan akan kita sita, tapi sabar dulu tunggu hasil penyeledikkan, bakalan kita kasih tahu lah,” sebutnya. (mag-17/gus)

Penjualan Ikan Impor di Belawan Sepi

BELAWAN-Pascapenggerebekan Unit I-Subdit/Indag Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Poldas Sumut, aktivitas transaksi ikan asal luar negeri ke pedagang pengecer di sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB)mulai tampak sepi. Ruas jalan yang biasanya kerap dipadati becak bermesin pengangkut ikan impor kotakan kemarin lengang.

“Hari ini sepi tak begitu ramai penjualan ikan impor kotakan, pengusaha tak berani menjualnya sama pedagang pengecer. Mungkin karena kemarin digerebek polisi,” ujar Ruslan (37) seorang pekerja di salah satu gudang perikanan Gabion Belawan pada Sumut Pos, Rabu (16/1) kemarin.

Penggerebekan itu memang membuat nyali pengusaha importir ciut. Karena tindakan tegas seperti itu sebelumnya tidak pernah terjadi di kawasan PPSB. Lemahnya pengawasan dari instansi dan lembaga terkait, mengakibatkan Belawan dijadikan jalur bebas utama masuknya ikan-ikan asal Malaysia, China, Vietnam, Pakistan, India, dan Thailand.

Menurutnya, ikan-ikan kotakan yang bebas diperjualbelikan itu harganya memang relatif lebih murah dari ikan segar hasil tangkapan nelayan lokal. Untuk ikan yang telah dikemas menggunakan kotak ukuran 10 kilogram, harga jualnya cuma Rp100 ribu per kotaknya.
“Itu untuk harga jenis ikan selayang atau gembung. Bahkan pedagang pengecer lebih cenderung membeli ikan impor kotakan, daripada ikan tangkapan nelayan di Belawan. Sebab selisih harganya mencapai Rp4 ribu untuk setiap kilonya,” tuturnya.

Sementara, kalangan nelayan di Belawan justru menganggap penggerebekan
Dilakukan Polda Sumut terkesan tidak serius. Ini dikarenakan, dalam melakukan
penindakan korps Bhayangkara itu dinilai setengah hati.”Inikan aneh, kenapa dokumen importir dibawa, tapi tak seekor pun ikan yang katanya mengandung zat berbahaya disita sebagai barang bukti,” ungkap Abdul Wahab (46) dan beberapa nelayan lainnya di Belawan.

Dia justru mengkhawatirkan kasus ikan impor yang kini bergulir ke aparat korps Bhayangka tersebut, nantinya akan berjalan ditempat tanpa adanya tindakan tegas atau hukuman yang dapat menjerat para importir nakal. “Kalau memang ikan impor yang ditemukan itu dibilang mengandung zat berbahaya, seharusnyakan ikut diamankan polisi bukan ditinggal bigitu saja. Karena bisa saja ikan tersebut ditukar pengusahannya
setelah petugas meninggalkan lokasi gudang tersebut,” ucapnya.

Meski demikian, mereka mengaku tetap mendukung aparat Polda Sumut dalam melakukan penindakan terhadap importir nakal dimaksud.”Begitupun kami nelayan tetap mendukung, asalkan jangan sampai kasus ikan impor ini ‘dipetieskan’,” ujar dia sambil tertawa lebar.

Terpisah, DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Medan menanggapi penggerebekan dilakukan Polda Sumut terhadap empat pengusaha importir ikan meminta agar pihak kepolisian segera memasang police line dan melakukan penjagaan di sekitar lokasi gudang milik importir di PPSB. Ini dilakukan agar tidak terjadi upaya untuk menghilangkan barang bukti. “Kita minta polisi memberi garis pembatas, agar barang bukti berupa ikan yang diduga mengadung zat berbahaya (pengawet) tidak hilang atau
sengaja dihilangkan,” tegas Zakaria, Wakil Ketua DPC HNSI Medan.

Organisasi nelayan ini menilai peredaran ikan impor hingga menembus pasar tradisional di Medan dan di luar daerah itu terjadi disebabkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait.”Masuknya ikan impor ke dalam negeri tetap legal karena sejauh ini belum ada larangan untuk itu dari pemerintah. Hanya saja, peredarannya hingga ke pasar tradisional dan dikonsumsi masyarakat itu yang membuktikan lemahnya pengawasan dari instansi berkompeten,” kata dia.

Indikasi Suap

Di balik masuk dan beredarnya ikan impor dimaksud diduga tidak terlepas dari indikasi suap dilakukan oknum pengusaha importir kepada oknum pejabat dan lembaga terkait dikawasan tersebut. Bahkan informasi beredar di Belawan pascapenggerebekan empat gudang importir itu, untuk satu unit kontainer berisi ikan, importir mengeluarkan biaya
Rp500 ribu.

“Setiap oknum tertentu di instansi atau lembaga memberikan bayaran Rp500 ribu per unit kontainer. Dan ini dilakukan terorganisir, sehingga permainan yang sudah sejak lama terjadi ini bisa berlangsung mulus, dan baru kali inilah penggerebekan terjadi,” sebut sumber Sumut Pos.

Dia menyebutkan, masuknya ikan-ikan asal luar negeri dikemas menggunakan kontainer itu melalui pelabuhan Belawan International Container Terminal (BICT). Di pelabuhan ini pasokan berbagai jenis ikan seperti, ikan gembung, selayang, tongkol dan lainnya diperiksa petugas Bea dan Cukai guna menganalisa atau menyesuaikan fisik muatan
dengan dokumen PIB yang diajukan.

“Setelah diperiksa BC, lalu kontainer diangkut dan dibawa ke gudang importir. Di lokasi gudang itulah selanjutnya petugas terkait seperti karantina melakukan pemeriksaan mutu dan kualitas ikan yang dipasok importir,” tuturnya
Yang lebih mengejutkan sambung dia, dari belasan perusahan importir di Belawan ternyata ada yang memiliki izin kadaluarsa, namun masih bisa melakukan aktivitas impor ikan. Tak hanya itu, oknum importir diduga juga tidak jujur dalam melaporkan tonase barang, guna memperkecil pembayaran pajaknya.

“Bahkan ada izin importir sudah mati dan belum diperpanjang, tapi masih bisa berbisnis ikan impor. Itu bisa terjadi karena pengusahannya lebih dulu melakukan lobi atau pendekatan ke oknum petugas,” ungkapnya.

Importir yang izinnya sudah kedarluarsa adalah UD YSR sesuai dengan izin B.2778/P2HP/Ps.440/XI/2011 tertanggal 04/11/2011 masa izin impor hanya sampai dengan 4 Mei 2012. Kemudian PT GC dengan no izin B.2691/P2HP/Ps.440/X/2011 tertanggal 26/10/2011, izin impor dinyatakan tidak berlaku sejak dikeluarkannya surat dari Dirjen P2HP Nomor B.680/DJ.P2HP/Ps.440/II/2012 perihal pencabutan izin pemasukan hasil perikanan tanggal 12 Februari 2012. Dan masih ada beberapa perusahaan lain yang izinnya juga kedarluarsa, namun sampai kini tetap saja mengimpor ikan.

Sub Direktorat (Subdit) I/ Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut masih melakukan penyelidikkan terhadap gudang ikan eksport-import di Jalan Pelabuhan Perikanan Samudra Gabion Belawan, untuk melanjuti penggerebek yang dilakukan Selasa (15/1) sore, lalu.

“Anggota masih melakukan penyeledikkan di TKP, sampai sore ini (kemarin,red) anggota tetap masih di TKP,”aku Kasubdit I/ Indag Ditreskrimsus Polda Sumut AKBP Edi Fariadi.
Saat penggerebekkan yang dilakukan itu, pihaknya hanya menyita beberapa dokumen saja.

“Baru dokumen yang kita sita, dari dokumen ini baru kita kembangankan. Kalau terbukti pemilik gudang dan seluruh ikan akan kita sita, tapi sabar dulu tunggu hasil penyeledikkan, bakalan kita kasih tahu lah,” sebutnya. (mag-17/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/