25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Wacana Provinsi Sumteng, Tapanuli, & Nias, Pemekaran Tak Otomatis Bikin Sejahtera

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gencarnya Tim VII DPRD Sumut memperjuangkan pembentukan Provinsi Sumatera Tengah (Sumteng), sekaligus mengajak penggagas Provinsi Tapanuli (Protap) dan Provinsi Nias ikut berjuang, mengundang pro kontra dari sejumlah akademi, pengamat anggaran, mantan birokrat, dan sebagainya. Teranyar, pengamat ekonomi Sumut ikut menyatakan: pemekaran tidak menjamin kesejahteraan rakyat meningkat.

“Begini… pemekaran itu seharusnya untuk pemerataan kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah yang dimekarkan. Bukan semata-mata untuk kepentingan kekuasaan. Tetapi selama ini fakta berbicara, pemekaran ternyata tidak otomatis menjamin peningkatan kesejahteraan rakyatnya,” tutur Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), Gunawan Benjamin kepada Sumut Pos, Selasa (16/7).

Fakta ini, jelas Gunawan, seharusnya jadi landasan berfikir bagi penggagas pemekaran, agar lebih serius menyelesaikan masalah ekonomi masyarakat. “Pemekaran ‘kan nantinya membuat anggaran daerah menjadi terfokus ke suatu wilayah tertentu. Katakanlah, kalau wilayah (Provinsi) Sumteng, Tapanuli, dan Nias sebelumnya mendapatkan dana alokasi pembangunan dari Pemprov Sumut, maka setelah pemekaran wilayah tersebut akan mandiri dalam mengelola keuangannya,” jelas Gunawan.

Artinya, kepentingan ekonomi daerah tersebut lebih terwakilkan dibandingkan harus menunggu pembagian alokasi dana dari Pemprov Sumut yang selama ini harus dibagi ke 33 kota/kabupaten.

“Tetapi masalah tepat atau tidak penggunaan alokasi anggaran itu, sangat tergantung dari eksekutornya. Artinya Gubernur, Bupati, dan semua jajaran staf yang menjadi eksekutor anggaran memegang peranan penting. Jadi bukan karena ada pemekaran, maka masyarakatnya otomatis jadi sejahtera. Sekalipun daerahnya sangat kaya,” ungkap Gunawan.

Gunawan mengakui, kesejahteraan masyarakat di wilayah Sumteng, Tapanuli, dan Nias selama ini memang tertinggal dibandingkan masyarakat di wilayah timur di Sumut yang berdekatan dengan kota Medan.

Salahsatu manfaat pemekaran adalah masyarakat menjadi lebih dekat dengan wilayah administratif pemerintah. Masyarakat akan dipermudah urusan birokrasinya.

“Tetapi pada dasarnya, konektifitas antarwilayah dibangun dengan jaringan infrastruktur. Ini seharusnya menjadi pertimbangan. Karena sekalipun pemekaran, industri secara otomatis tumbuh signifikan di daerah pemekaran baru. Jadi kalau alasan pemekaran hanya pertimbangan jarak, saya sarankan agar ditinjau dengan seksama. Jangan sampai pemekaran hanya menjadi alat bagi tokoh-tokoh tertentu untuk menjadi penguasa,” pungkasnya.

Wacana Provinsi Nias Masih Adem

Berbeda dengan penggagas pemekaran Provinsi Sumteng yang gencar berjuang ke mana-mana, wacana pembentukan Provinsi Nias dan Provinsi Tapanuli (Protap) terkesan masih adem-ayem. Anggota DPRD Sumatera Utara Daerah Pemilihan Sumut 8 yang meliputi kabupaten/kota se Kepulauan Nias, belum bergerakan memperjuangkan pemekaran Provinsi Nias, meski usulan ke pusat atas daerah otonomi baru (DOB) sudah disampaikan Pemprovsu.

Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 8, Fatonowa Waruwu, mengungkapkan mereka baru berencana membicarakan kelanjutan usulan pemekaran Provinsi Nias, dalam rapat internal antar anggota dewan Dapil Nias, pada pekan mendatang.

“Mungkin khusus Nias ini agak berbeda seperti usulan DOB lain yang dilakukan kawan-kawan kami. Apalagi kawan-kawan se-dapil masih sibuk dengan agenda kunker dan lainnya. Jadi belum sempat membicarakan usulan Provinsi Nias. Minggu depan, antara Senin atau Selasa kami sudah sepakat untuk membahas ini secara internal,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (16/7).

Menurutnya, pembentukan DOB ini tidaklah mudah. Ada persyaratan yang harus dilengkapi sebelum menindaklanjutinya lebih serius. Apalagi Nias sudah masuk kategori pulau terluar.

“Pembentukan DOB dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, dan lainnya. Ini mesti kita cermati. Karena menurut saya jumlah penduduk Nias sekarang belum memenuhi ketentuan yang diminta itu,” ujar politisi Partai Hanura tersebut.

Ia mengatakan, ada perubahan regulasi menyangkut DOB di Indonesia sebelum ide pemekaran Provinsi Nias diusulkan. Karena itulah, dewan dari Nias memilih membahasnya dulu di tingkat internal.

“Kita khawatir ketika nantinya berkonsultasi dengan Kemendagri ataupun DPR RI, ternyata ada regulasi atas persyaratan pemekaran yang membuat usaha kita mentah,” kata Fatonowa.

Meski demikian, ia mendukung tujuan mulia dari pemekaran Provinsi Nias sebagai pemerataan pembangunan dan tercapainya kesejahteraan masyarakat Nias, terlebih dari aspek perekonomian.

“Jika nanti hasil diskusi kami berenam menyimpulkan bahwa syarat pemekaran Nias yang diusulkan tempo hari tidak berubah, ya mungkin wacana pemekaran akan ditindaklanjuti. Sebab konteksnya beda waktu perjuangan (pemekaran Provinsi Nias) dahulu dengan sekarang. Saya pun baru baca sepintas aturan perundangannya, yang salah satunya ada menyoal luas wilayah dan jumlah penduduk. Jangan pula karena hal yang mendasar itu tidak terpenuhi, lantas usulan kita menjadi sia-sia,” katanya.

Sebelumnya, penggagas Provinsi Tapanuli, RE Nainggolan, mengingatkan, harus ada kajian yang jelas terkait pemekaran. Jangan hanya mementingkan keinginan sekelompok saja.

Mengaku semangat pembentukan Provinsi Tapanuli yang digagas sejak 30 tahun lalu itu masih ada, RE Nainggolan mengatakan, sementara ini wacana itu masih ditahan. “Karena masih banyak kabupaten lainnya yang belum sepakat. Berubah-ubah niatannya,” katanya belum lama ini.

Menurut Nainggolan, Provinsi Tapanuli sangat layak untuk dibentuk. “Faktanya memang begitu. Tujuan pemekaran provinsi itu memang harus untuk mendekatkan pelayanan pemerintah terhadap warganya. Dan memang yang kita lihat, warga Tapanuli masih jauh dari sentuhan pelayanan pemerintah,” ucap RE.

Selain itu, lanjut RE, pembangunan serta peningkatan ekonomi di daerah tidak bertumbuh dengan baik atau berjalan lambat. “Tidak seperti kabupaten/kota yang di seputar Kota Medan yang laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya jelas lebih pesat,” ujarnya.

Untuk itu, kata RE, sebagai tokoh Tapanuli, dirinya menilai Tapanuli sudah sangat layak untuk menjadi sebuah provinsi. “Ini bukan masalah setuju atau tidak setuju Tapanuli dijadikan sebuah provinsi, tapi lebih kepada layak atau tidak layak. Menurut saya, Tapanuli itu memang sudah sangat layak untuk dijadikan sebuah provinsi. Hal itu nantinya jelas akan memberikan dampak pertumbuhan yang jauh lebih cepat dan lebih baik bagi masyarakat Tapanuli,” katanya.

Terkait belum adanya kemandirian sebuah provinsi dari pemerintah pusat untuk tumbuh dan berkembang dari, RE menilai hal itu merupakan hal yang wajar. Menurutnya, Sumatera Utara dan provinsi lainnya juga tidak ada yang mandiri dalam melakukan pembangunan dan pertumbuhan di daerahnya.

“Memang di mana ada provinsi di Indonesai yang bisa mandiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat? Hanya DKI Jakarta saja. Sisanya tidak ada karena penerimaan pajak juga nantinya mayoritas akan diberikan kepada pemerintah pusat, jadi wajar saja kalau provinsi masih bergantung pada pemerintah pusat. Sekarang yang penting adalah bagaimana provinsi itu bisa mengembangkan pelayanannya dan pembangunan daerahnya agar bisa dinikmati langsung oleh masyarakat di daerah itu karena pertumbuhan itu harus merata dan bisa dirasakan oleh semua orang hingga ke pelosok negeri,” tutupnya. (gus/prn)

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gencarnya Tim VII DPRD Sumut memperjuangkan pembentukan Provinsi Sumatera Tengah (Sumteng), sekaligus mengajak penggagas Provinsi Tapanuli (Protap) dan Provinsi Nias ikut berjuang, mengundang pro kontra dari sejumlah akademi, pengamat anggaran, mantan birokrat, dan sebagainya. Teranyar, pengamat ekonomi Sumut ikut menyatakan: pemekaran tidak menjamin kesejahteraan rakyat meningkat.

“Begini… pemekaran itu seharusnya untuk pemerataan kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah yang dimekarkan. Bukan semata-mata untuk kepentingan kekuasaan. Tetapi selama ini fakta berbicara, pemekaran ternyata tidak otomatis menjamin peningkatan kesejahteraan rakyatnya,” tutur Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), Gunawan Benjamin kepada Sumut Pos, Selasa (16/7).

Fakta ini, jelas Gunawan, seharusnya jadi landasan berfikir bagi penggagas pemekaran, agar lebih serius menyelesaikan masalah ekonomi masyarakat. “Pemekaran ‘kan nantinya membuat anggaran daerah menjadi terfokus ke suatu wilayah tertentu. Katakanlah, kalau wilayah (Provinsi) Sumteng, Tapanuli, dan Nias sebelumnya mendapatkan dana alokasi pembangunan dari Pemprov Sumut, maka setelah pemekaran wilayah tersebut akan mandiri dalam mengelola keuangannya,” jelas Gunawan.

Artinya, kepentingan ekonomi daerah tersebut lebih terwakilkan dibandingkan harus menunggu pembagian alokasi dana dari Pemprov Sumut yang selama ini harus dibagi ke 33 kota/kabupaten.

“Tetapi masalah tepat atau tidak penggunaan alokasi anggaran itu, sangat tergantung dari eksekutornya. Artinya Gubernur, Bupati, dan semua jajaran staf yang menjadi eksekutor anggaran memegang peranan penting. Jadi bukan karena ada pemekaran, maka masyarakatnya otomatis jadi sejahtera. Sekalipun daerahnya sangat kaya,” ungkap Gunawan.

Gunawan mengakui, kesejahteraan masyarakat di wilayah Sumteng, Tapanuli, dan Nias selama ini memang tertinggal dibandingkan masyarakat di wilayah timur di Sumut yang berdekatan dengan kota Medan.

Salahsatu manfaat pemekaran adalah masyarakat menjadi lebih dekat dengan wilayah administratif pemerintah. Masyarakat akan dipermudah urusan birokrasinya.

“Tetapi pada dasarnya, konektifitas antarwilayah dibangun dengan jaringan infrastruktur. Ini seharusnya menjadi pertimbangan. Karena sekalipun pemekaran, industri secara otomatis tumbuh signifikan di daerah pemekaran baru. Jadi kalau alasan pemekaran hanya pertimbangan jarak, saya sarankan agar ditinjau dengan seksama. Jangan sampai pemekaran hanya menjadi alat bagi tokoh-tokoh tertentu untuk menjadi penguasa,” pungkasnya.

Wacana Provinsi Nias Masih Adem

Berbeda dengan penggagas pemekaran Provinsi Sumteng yang gencar berjuang ke mana-mana, wacana pembentukan Provinsi Nias dan Provinsi Tapanuli (Protap) terkesan masih adem-ayem. Anggota DPRD Sumatera Utara Daerah Pemilihan Sumut 8 yang meliputi kabupaten/kota se Kepulauan Nias, belum bergerakan memperjuangkan pemekaran Provinsi Nias, meski usulan ke pusat atas daerah otonomi baru (DOB) sudah disampaikan Pemprovsu.

Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 8, Fatonowa Waruwu, mengungkapkan mereka baru berencana membicarakan kelanjutan usulan pemekaran Provinsi Nias, dalam rapat internal antar anggota dewan Dapil Nias, pada pekan mendatang.

“Mungkin khusus Nias ini agak berbeda seperti usulan DOB lain yang dilakukan kawan-kawan kami. Apalagi kawan-kawan se-dapil masih sibuk dengan agenda kunker dan lainnya. Jadi belum sempat membicarakan usulan Provinsi Nias. Minggu depan, antara Senin atau Selasa kami sudah sepakat untuk membahas ini secara internal,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (16/7).

Menurutnya, pembentukan DOB ini tidaklah mudah. Ada persyaratan yang harus dilengkapi sebelum menindaklanjutinya lebih serius. Apalagi Nias sudah masuk kategori pulau terluar.

“Pembentukan DOB dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, dan lainnya. Ini mesti kita cermati. Karena menurut saya jumlah penduduk Nias sekarang belum memenuhi ketentuan yang diminta itu,” ujar politisi Partai Hanura tersebut.

Ia mengatakan, ada perubahan regulasi menyangkut DOB di Indonesia sebelum ide pemekaran Provinsi Nias diusulkan. Karena itulah, dewan dari Nias memilih membahasnya dulu di tingkat internal.

“Kita khawatir ketika nantinya berkonsultasi dengan Kemendagri ataupun DPR RI, ternyata ada regulasi atas persyaratan pemekaran yang membuat usaha kita mentah,” kata Fatonowa.

Meski demikian, ia mendukung tujuan mulia dari pemekaran Provinsi Nias sebagai pemerataan pembangunan dan tercapainya kesejahteraan masyarakat Nias, terlebih dari aspek perekonomian.

“Jika nanti hasil diskusi kami berenam menyimpulkan bahwa syarat pemekaran Nias yang diusulkan tempo hari tidak berubah, ya mungkin wacana pemekaran akan ditindaklanjuti. Sebab konteksnya beda waktu perjuangan (pemekaran Provinsi Nias) dahulu dengan sekarang. Saya pun baru baca sepintas aturan perundangannya, yang salah satunya ada menyoal luas wilayah dan jumlah penduduk. Jangan pula karena hal yang mendasar itu tidak terpenuhi, lantas usulan kita menjadi sia-sia,” katanya.

Sebelumnya, penggagas Provinsi Tapanuli, RE Nainggolan, mengingatkan, harus ada kajian yang jelas terkait pemekaran. Jangan hanya mementingkan keinginan sekelompok saja.

Mengaku semangat pembentukan Provinsi Tapanuli yang digagas sejak 30 tahun lalu itu masih ada, RE Nainggolan mengatakan, sementara ini wacana itu masih ditahan. “Karena masih banyak kabupaten lainnya yang belum sepakat. Berubah-ubah niatannya,” katanya belum lama ini.

Menurut Nainggolan, Provinsi Tapanuli sangat layak untuk dibentuk. “Faktanya memang begitu. Tujuan pemekaran provinsi itu memang harus untuk mendekatkan pelayanan pemerintah terhadap warganya. Dan memang yang kita lihat, warga Tapanuli masih jauh dari sentuhan pelayanan pemerintah,” ucap RE.

Selain itu, lanjut RE, pembangunan serta peningkatan ekonomi di daerah tidak bertumbuh dengan baik atau berjalan lambat. “Tidak seperti kabupaten/kota yang di seputar Kota Medan yang laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya jelas lebih pesat,” ujarnya.

Untuk itu, kata RE, sebagai tokoh Tapanuli, dirinya menilai Tapanuli sudah sangat layak untuk menjadi sebuah provinsi. “Ini bukan masalah setuju atau tidak setuju Tapanuli dijadikan sebuah provinsi, tapi lebih kepada layak atau tidak layak. Menurut saya, Tapanuli itu memang sudah sangat layak untuk dijadikan sebuah provinsi. Hal itu nantinya jelas akan memberikan dampak pertumbuhan yang jauh lebih cepat dan lebih baik bagi masyarakat Tapanuli,” katanya.

Terkait belum adanya kemandirian sebuah provinsi dari pemerintah pusat untuk tumbuh dan berkembang dari, RE menilai hal itu merupakan hal yang wajar. Menurutnya, Sumatera Utara dan provinsi lainnya juga tidak ada yang mandiri dalam melakukan pembangunan dan pertumbuhan di daerahnya.

“Memang di mana ada provinsi di Indonesai yang bisa mandiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat? Hanya DKI Jakarta saja. Sisanya tidak ada karena penerimaan pajak juga nantinya mayoritas akan diberikan kepada pemerintah pusat, jadi wajar saja kalau provinsi masih bergantung pada pemerintah pusat. Sekarang yang penting adalah bagaimana provinsi itu bisa mengembangkan pelayanannya dan pembangunan daerahnya agar bisa dinikmati langsung oleh masyarakat di daerah itu karena pertumbuhan itu harus merata dan bisa dirasakan oleh semua orang hingga ke pelosok negeri,” tutupnya. (gus/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/