25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Komit Tuntaskan Konflik Agraria di Sumut, Gubsu Koordinasi ke Pusat

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kasus sengketa tanah di Sumatera Utara (Sumut), menjadi salah prioritas Gubsu Edy Rahmayadi, untuk dituntaskan. Untuk itu, Gubsu terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Menurut Gubsu Edy Rahmayadi, konflik agraria di Sumut terbesar di Indonesia sehingga butuh keseriusan dan campur tangan pemerintah pusat untuk menyelesaikannya. “Sumatera Utara terbesar kasus agrarianya dari 34 provinsi se-Indonesia. Makanya kita harus urai, satu per satu masalah kita selesaikan,” kata Edy Rahmayadi kepada wartawan, usai mendampingi Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto kepada menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) kepada sejumlah warga di Jalan Kramat Indah, Gang Trenggono II dan III, Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Kamis (17/11) siang.

Dikatakan Edy, ada sekitar 5.800 eks HGU PTPN di Sumut yang harus segera diselesaikan. Termasuk, permasalahan tanah di Sari Rejo, Karang Rejo, Kecamatan Medan Polonia hingga pemindahan Bandara Lanud Soewondo, Kota Medan. “Eks PTPN II, Sari Rejo terus kita lakukan, ini yang akan diskusikan nanti, semua. Ada Polonia, Karang Sari, Karang Rejo, ada 5.800 eks HGU,” ungkapnya.

Untuk menyelesaikan konflik tanah di Sumut, kata Edy, pemerintah harus memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat dalam rangka kepastian hukum, manfaat dan keadilan atas kepemilikan tanah diperoleh masyarakat. “Dia (masyarakat) pegang sertifikat, sudah selesai dia memegang hak milik,” tutur mantan Pangdam I Bukit Barisan itu.

Sebelumnya, saat penyerahan sejumlah SHT dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kepada sejumlah warga Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, seorang warga penerima SHT, Nafsiah mengungkapkan, keluarganya sudah menempati rumah tersebut sejak 1984 dan tanpa memiliki sertifikat tanah. Melalui program PTSL, ia mengakui sangat terbantu dan biayanya gratis. “Saya tinggal di sini tahun 1984, rumah warisan orang tua, untuk pengurusan lancar dan muda,” kata Nafsiah. (gus/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kasus sengketa tanah di Sumatera Utara (Sumut), menjadi salah prioritas Gubsu Edy Rahmayadi, untuk dituntaskan. Untuk itu, Gubsu terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Menurut Gubsu Edy Rahmayadi, konflik agraria di Sumut terbesar di Indonesia sehingga butuh keseriusan dan campur tangan pemerintah pusat untuk menyelesaikannya. “Sumatera Utara terbesar kasus agrarianya dari 34 provinsi se-Indonesia. Makanya kita harus urai, satu per satu masalah kita selesaikan,” kata Edy Rahmayadi kepada wartawan, usai mendampingi Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto kepada menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) kepada sejumlah warga di Jalan Kramat Indah, Gang Trenggono II dan III, Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Kamis (17/11) siang.

Dikatakan Edy, ada sekitar 5.800 eks HGU PTPN di Sumut yang harus segera diselesaikan. Termasuk, permasalahan tanah di Sari Rejo, Karang Rejo, Kecamatan Medan Polonia hingga pemindahan Bandara Lanud Soewondo, Kota Medan. “Eks PTPN II, Sari Rejo terus kita lakukan, ini yang akan diskusikan nanti, semua. Ada Polonia, Karang Sari, Karang Rejo, ada 5.800 eks HGU,” ungkapnya.

Untuk menyelesaikan konflik tanah di Sumut, kata Edy, pemerintah harus memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat dalam rangka kepastian hukum, manfaat dan keadilan atas kepemilikan tanah diperoleh masyarakat. “Dia (masyarakat) pegang sertifikat, sudah selesai dia memegang hak milik,” tutur mantan Pangdam I Bukit Barisan itu.

Sebelumnya, saat penyerahan sejumlah SHT dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kepada sejumlah warga Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, seorang warga penerima SHT, Nafsiah mengungkapkan, keluarganya sudah menempati rumah tersebut sejak 1984 dan tanpa memiliki sertifikat tanah. Melalui program PTSL, ia mengakui sangat terbantu dan biayanya gratis. “Saya tinggal di sini tahun 1984, rumah warisan orang tua, untuk pengurusan lancar dan muda,” kata Nafsiah. (gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/