26.2 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Warga Karo Aksi Tutup Mulut di Depan Istana Negara

Foto: Ken Girsang/SUMUTPOS.CO Aksi demo tutup mulut yang dilakukan warga Karo di depan Istana Negara, Selasa (17/6/2014).
Foto: Ken Girsang/SUMUTPOS.CO
Aksi demo tutup mulut yang dilakukan warga Karo di depan Istana Negara, Selasa (17/6/2014).

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Empat orang perwakilan masyarakat Karo melakukan aksi tutup mulut di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (17/6). Didampingi puluhan masyarakat Karo lainnya, mereka menuntut Presiden segera menerbitkan surat keputusan terkait pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur ‘Karo Jambi’ Surbakti. Karena telah melewati batas waktu, padahal seluruh syarat yang ditentukan telah dipenuhi. Termasuk keputusan dari Mahkamah Agung (MA).

“Dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 29 ayat 4 huruf e, batas waktunya 30 hari (bagi presiden menerbitkan Keppres setelah usulan diterima). Dan itu telah terlewati. Karena itu kami dari Gerakan Peduli Sesama menduga telah terjadi maladministrasi dalam penuyelenggaraan pelayan publik oleh Presiden,” ujar Ketua Gerakan Peduli Sesama, Pagit Tarigan, di depan Istana Negara, Jakarta.

Menurut Pagit, aksi tutup mulut dilakukan, karena ketidakbenaran yang mereka teriakkan selama ini, seolah-olah tidak mendapat tanggapan dari Presiden. Padahal Keppres pemberhentian sangat diperlukan, karena berpengaruh besar terhadap kelanjutan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Karo.

“Lewat aksi ini kita berharap Presiden mau memerhatikan nasib masyarakat Karo. Janganlah seolah-olah kita dianggap daerah tak bertuan. Kita meminta Presiden segera menerbitkan Keppres pemberhentian Kena Ukur karo Jambi Surbakti sebagai Bupati Karo sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

Ditemui di tempat yang sama, perwakilan masyarakat pendemo lainnya, Julianus Sembiring, mengaku datang ke Jakarta atas kepedulian sendiri. Ia bersama tiga pendemo yang melakukan aksi tutup mulut, merasa terpanggil. Bahkan mereka sudah berada di Jakarta dan melakoni aksinya dengan puasa makan sejak Senin (16/6), sebelum menggelar aksi di depan Istana.

“Dua pendemo aksi tutup mulut bermarga Bangun, yang satunya lagi bermarga Sembiring. Mereka merupakan anak-anak dari korban erupsi Gunung Sinanbung. Mereka mau melakoni aksi ini karena katanya sama saja, di kampung juga mereka sudah tidak makan. Jadi lebih baik melakukan aksi unjukrasa tutup mulut ke Jakarta,” katanya.

Dari pantauan di lapangan, tiga pengunjukrasa aksi tutup mulut mulai terbaring lemah. Kurangnya asupan makanan dan air minum di tengah cuaca panas Jakarta yang membakar, cukup menurunkan stamina. Namun mereka bertekad akan terus melanjutkan aksinya hingga Presiden berkenan menerbitkan Keppres.

Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Didik Suprayitno, menyatakan permohonan dan salinan draft pemakzulan sudah diserahkan Kemendagri ke sekretariat negara pada 24 Apri lalu. Artinya jika mengacu pada pasal 123 ayat 4 huruf (e) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005, maka Keppres paling lambat sudah tersebut pada 24 Mei. Namun hingga kini, Keppres yang diharapkan tak juga kunjung terbit.

Atas kondisi ini, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, menilai Presiden SBY telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang. Karena dalam pasal tersebut diatur, Presiden wajib memproses usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah tersebut, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.

“Dalam 30 hari presiden harus membuat keputusan. Kalau sudah lewat 30 hari, berarti presiden melanggar undang-undang,” ujarnya beberapa waktu lalu.(gir/bd)

Foto: Ken Girsang/SUMUTPOS.CO Aksi demo tutup mulut yang dilakukan warga Karo di depan Istana Negara, Selasa (17/6/2014).
Foto: Ken Girsang/SUMUTPOS.CO
Aksi demo tutup mulut yang dilakukan warga Karo di depan Istana Negara, Selasa (17/6/2014).

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Empat orang perwakilan masyarakat Karo melakukan aksi tutup mulut di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (17/6). Didampingi puluhan masyarakat Karo lainnya, mereka menuntut Presiden segera menerbitkan surat keputusan terkait pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur ‘Karo Jambi’ Surbakti. Karena telah melewati batas waktu, padahal seluruh syarat yang ditentukan telah dipenuhi. Termasuk keputusan dari Mahkamah Agung (MA).

“Dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 29 ayat 4 huruf e, batas waktunya 30 hari (bagi presiden menerbitkan Keppres setelah usulan diterima). Dan itu telah terlewati. Karena itu kami dari Gerakan Peduli Sesama menduga telah terjadi maladministrasi dalam penuyelenggaraan pelayan publik oleh Presiden,” ujar Ketua Gerakan Peduli Sesama, Pagit Tarigan, di depan Istana Negara, Jakarta.

Menurut Pagit, aksi tutup mulut dilakukan, karena ketidakbenaran yang mereka teriakkan selama ini, seolah-olah tidak mendapat tanggapan dari Presiden. Padahal Keppres pemberhentian sangat diperlukan, karena berpengaruh besar terhadap kelanjutan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Karo.

“Lewat aksi ini kita berharap Presiden mau memerhatikan nasib masyarakat Karo. Janganlah seolah-olah kita dianggap daerah tak bertuan. Kita meminta Presiden segera menerbitkan Keppres pemberhentian Kena Ukur karo Jambi Surbakti sebagai Bupati Karo sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

Ditemui di tempat yang sama, perwakilan masyarakat pendemo lainnya, Julianus Sembiring, mengaku datang ke Jakarta atas kepedulian sendiri. Ia bersama tiga pendemo yang melakukan aksi tutup mulut, merasa terpanggil. Bahkan mereka sudah berada di Jakarta dan melakoni aksinya dengan puasa makan sejak Senin (16/6), sebelum menggelar aksi di depan Istana.

“Dua pendemo aksi tutup mulut bermarga Bangun, yang satunya lagi bermarga Sembiring. Mereka merupakan anak-anak dari korban erupsi Gunung Sinanbung. Mereka mau melakoni aksi ini karena katanya sama saja, di kampung juga mereka sudah tidak makan. Jadi lebih baik melakukan aksi unjukrasa tutup mulut ke Jakarta,” katanya.

Dari pantauan di lapangan, tiga pengunjukrasa aksi tutup mulut mulai terbaring lemah. Kurangnya asupan makanan dan air minum di tengah cuaca panas Jakarta yang membakar, cukup menurunkan stamina. Namun mereka bertekad akan terus melanjutkan aksinya hingga Presiden berkenan menerbitkan Keppres.

Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Didik Suprayitno, menyatakan permohonan dan salinan draft pemakzulan sudah diserahkan Kemendagri ke sekretariat negara pada 24 Apri lalu. Artinya jika mengacu pada pasal 123 ayat 4 huruf (e) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005, maka Keppres paling lambat sudah tersebut pada 24 Mei. Namun hingga kini, Keppres yang diharapkan tak juga kunjung terbit.

Atas kondisi ini, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, menilai Presiden SBY telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang. Karena dalam pasal tersebut diatur, Presiden wajib memproses usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah tersebut, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.

“Dalam 30 hari presiden harus membuat keputusan. Kalau sudah lewat 30 hari, berarti presiden melanggar undang-undang,” ujarnya beberapa waktu lalu.(gir/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/