32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Penyekatan Kepulauan Nias, Gubsu: Hanya 14 Hari, Tidak Lama…

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan Kepala Daerah se-Kepulauan Nias telah sepakat melakukan penyekatan aktif untuk orang yang datang ke Nias maupun yang akan pergi dari Nias. Hal itu dilakukan lantaran angka kasus terkonfirmasi Covid-19 meningkat tajam di Pulau Nias.

“Penyekatan aktif dimulai pada 21 September. Intinya adalah memisahkan orang yang sehat dengan orang yang sakit (Covid-19), dan ini harus disegerakan. Langkah ini selama 14 hari, tidak lama. Jadi, tolong dan mohon pengertian masyarakat,” kata Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, saat diwawancarai di Museum Negeri Sumatera Utara, Jalan HM Jhoni, Medan, Kamis (17/9).

Edy menuturkan, kebijakan penyekatan ini bukan untuk menghambat aktivitas masyarakat. Tetapi sebagai langkah pencegahan mengingat angka kasus terkonfirmasi Covid-19 terus meningkat di Pulau Nias. Di mana, minggu lalu tidak angka kasus terkonfirmasi Covid-19 alias nol. Tetapi per 15 September 2020, sudah mencapai 106 kasus.

Menurut Edy, meski penyekatan baru akan dimulai 4 hari lagi, rapid test dan swab sudah dimulai. “Kemarin sudah dikirim sebanyak 1.800 unit untuk tracing terhadap orang yang terpapar. Kemudian, mulai hari ini (kemarin, Red), kita siapkan tempat-tempat isolasi Covid-19 sesuai kategori penderitanya yaitu ringan, sedang, dan berat,” ujar Edy

Dalam menyiapkan tempat isolasi bagi pendatang, menurut Edy, tidak ada kendala. Hanya saja, diperlukan kesiapan sarana dan prasarana mendukung. “Misalnya, untuk tempat isolasi berat, dibutuhkan ventilator, tenaga dokter spesialis, dan lainnya. Tapi kalau ringan, bisa digunakan tempat isolasi dengan tidak terlalu fokus terhadap kondisi kesehatan penderitanya,” kata dia.

Selanjutnya, sambung Edy, membuat regulasi berupa peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub). Aturan tersebut terkait masyarakat di luar Kepulauan Nias atau orang Nias yang berada di luar Pulau Nias yang menggunakan pesawat maupun kapal laut. “Saat ini akan kita lakukan penyekatan terhadap orang yang masuk dan keluar Nias dengan memberlakukan surat keterangan swab. Jadi, orang-orang yang datang ke Pulau Nias harus dilakukan swab. Setelah itu, menjalani karantina di tempat isolasi selama kurang lebih tiga hari,” ungkap Edy.

Disinggung mengenai langkah antisipasi sebagai dampak penyekatan Kepulauan Nias, Edy menyatakan telah menyiapkannya. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail. “Langkah antisipasi sudah kita susun. Tetapi tidak bisa disampaikan, karena dikhawatirkan akan salah persepsi. Selain itu, disiapkan juga personel gabungan TNI dan Polri dalam langkah antisipasi tersebut,” tukasnya.

Informasi diperoleh, angka kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kepulauan Nias hingga Rabu (16/9) tercatat sudah mencapai 124 orang. Angka ini bertambah 18 orang dibanding sehari sebelumnya, 106 orang. Sedangkan jumlah suspek 377 orang, sembuh 58 orang, dan meninggal dunia 4 orang.

Dari 5 kabupaten/kota di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli menjadi wilayah yang paling banyak kasus terkonfirmasi Covid-19 dengan jumlah 94 orang, suspek 117 orang, sembuh 47 orang, dan 4 orang. Kemudian, disusul Kabupaten Nias Utara dengan jumlah kasus terkonfirmasi 11 orang dan sembuh 9 orang.

Selanjutnya, Kabupaten Nias 9 orang terkonfirmasi, 10 orang suspek, dan 1 orang sembuh. Berikutnya, Kabupaten Nias Barat 6 orang terkonfirmasi, 16 orang suspek, dan 1 orang sembuh. Terakhir, Kabupaten Nias Selatan 4 orang terkonfirmasi, 14 orang suspek, dan 1 orang sembuh.

Tenaga Medis Harus Kompak

Terkait penambahan kasus Covid-19 di Kepulauan Nias, praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), DR dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI, mengatakan pandemi ini sudah berjalan 6 bulan. Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi tenaga medis bahwa APD tidak lengkap.

“Tenaga medis di Nias harus bersatu untuk meminta kepada kepala daerah, agar menyiapkan APD lengkap. Karena ini ibarat berperang. Kalau nggak lengkap, jangan mau. Jangan ada alasan nggak lengkap. Ini ‘kan sudah 6 bulan wabah. Bukan baru. Nampaknya terkesan sepele. Jadi kalau nanti sudah banyak korban, yang disalahkan tenaga medis kesehatan juga. Padahal mereka tidak dilindungi. IDI Nias juga harus bersuara,” ujarnya, Kamis (17/9).

Kasus penyakit menular ini, menurutnya, bila tidak diantisipasi dengan benar, kasusnya akan terus meningkat. Ditambah sosialisasi juga sangat kurang. “Seluruh dunia saat ini darurat Covid-19. Begitu juga dengan Indonesia. Kemarin infonya kasus di Nias itu tidak ada. Tiba-tiba sudah tinggi. Jadi terkesan ditutupi. Padahal penyakit menular itu musti diungkapkan. Jangan disembunyikan. Karena itu tetap menular. Aturan kita tahu sebatas mana kita bisa menanganinya di lapangan. Kalau ditutupi kasusnya akan ketahuan juga,” terangnya.

Untuk itu, para tenaga medis diharapkan kompak dan sepakat meminta jumlah APD yang cukup. Artinya, bukan hanya untuk kebutuhan satu hari, tetapi paling tidak untuk kebutuhan sebulan.

“Karena APD ini ada yang sekali pakai langsung buang, seperti masker dan sarung tangan. Kalau APD tidak lengkap, tenaga medis boleh menolak untuk keselamatan diri. Sebab kalau tenaga medis tertular, keluarganya juga bisa ikut tertular,” tegas mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan ini.

Ditambahkannya, pandemi ini bukan hanya urusan kesehatan saja, tapi juga urusan semua sektor. Seharusnya jauh-jauh hari setiap daerah harus sudah disediakan. “Jadi setiap tenaga medis itu wajib pakai APD, termasuk juga cleaning servis di rumah sakit. Petugas laboratorium, dan petugas gizi. Sedangkan penggali kuburan aja pakai APD,” tukasnya. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan Kepala Daerah se-Kepulauan Nias telah sepakat melakukan penyekatan aktif untuk orang yang datang ke Nias maupun yang akan pergi dari Nias. Hal itu dilakukan lantaran angka kasus terkonfirmasi Covid-19 meningkat tajam di Pulau Nias.

“Penyekatan aktif dimulai pada 21 September. Intinya adalah memisahkan orang yang sehat dengan orang yang sakit (Covid-19), dan ini harus disegerakan. Langkah ini selama 14 hari, tidak lama. Jadi, tolong dan mohon pengertian masyarakat,” kata Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, saat diwawancarai di Museum Negeri Sumatera Utara, Jalan HM Jhoni, Medan, Kamis (17/9).

Edy menuturkan, kebijakan penyekatan ini bukan untuk menghambat aktivitas masyarakat. Tetapi sebagai langkah pencegahan mengingat angka kasus terkonfirmasi Covid-19 terus meningkat di Pulau Nias. Di mana, minggu lalu tidak angka kasus terkonfirmasi Covid-19 alias nol. Tetapi per 15 September 2020, sudah mencapai 106 kasus.

Menurut Edy, meski penyekatan baru akan dimulai 4 hari lagi, rapid test dan swab sudah dimulai. “Kemarin sudah dikirim sebanyak 1.800 unit untuk tracing terhadap orang yang terpapar. Kemudian, mulai hari ini (kemarin, Red), kita siapkan tempat-tempat isolasi Covid-19 sesuai kategori penderitanya yaitu ringan, sedang, dan berat,” ujar Edy

Dalam menyiapkan tempat isolasi bagi pendatang, menurut Edy, tidak ada kendala. Hanya saja, diperlukan kesiapan sarana dan prasarana mendukung. “Misalnya, untuk tempat isolasi berat, dibutuhkan ventilator, tenaga dokter spesialis, dan lainnya. Tapi kalau ringan, bisa digunakan tempat isolasi dengan tidak terlalu fokus terhadap kondisi kesehatan penderitanya,” kata dia.

Selanjutnya, sambung Edy, membuat regulasi berupa peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub). Aturan tersebut terkait masyarakat di luar Kepulauan Nias atau orang Nias yang berada di luar Pulau Nias yang menggunakan pesawat maupun kapal laut. “Saat ini akan kita lakukan penyekatan terhadap orang yang masuk dan keluar Nias dengan memberlakukan surat keterangan swab. Jadi, orang-orang yang datang ke Pulau Nias harus dilakukan swab. Setelah itu, menjalani karantina di tempat isolasi selama kurang lebih tiga hari,” ungkap Edy.

Disinggung mengenai langkah antisipasi sebagai dampak penyekatan Kepulauan Nias, Edy menyatakan telah menyiapkannya. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail. “Langkah antisipasi sudah kita susun. Tetapi tidak bisa disampaikan, karena dikhawatirkan akan salah persepsi. Selain itu, disiapkan juga personel gabungan TNI dan Polri dalam langkah antisipasi tersebut,” tukasnya.

Informasi diperoleh, angka kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kepulauan Nias hingga Rabu (16/9) tercatat sudah mencapai 124 orang. Angka ini bertambah 18 orang dibanding sehari sebelumnya, 106 orang. Sedangkan jumlah suspek 377 orang, sembuh 58 orang, dan meninggal dunia 4 orang.

Dari 5 kabupaten/kota di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli menjadi wilayah yang paling banyak kasus terkonfirmasi Covid-19 dengan jumlah 94 orang, suspek 117 orang, sembuh 47 orang, dan 4 orang. Kemudian, disusul Kabupaten Nias Utara dengan jumlah kasus terkonfirmasi 11 orang dan sembuh 9 orang.

Selanjutnya, Kabupaten Nias 9 orang terkonfirmasi, 10 orang suspek, dan 1 orang sembuh. Berikutnya, Kabupaten Nias Barat 6 orang terkonfirmasi, 16 orang suspek, dan 1 orang sembuh. Terakhir, Kabupaten Nias Selatan 4 orang terkonfirmasi, 14 orang suspek, dan 1 orang sembuh.

Tenaga Medis Harus Kompak

Terkait penambahan kasus Covid-19 di Kepulauan Nias, praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), DR dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI, mengatakan pandemi ini sudah berjalan 6 bulan. Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi tenaga medis bahwa APD tidak lengkap.

“Tenaga medis di Nias harus bersatu untuk meminta kepada kepala daerah, agar menyiapkan APD lengkap. Karena ini ibarat berperang. Kalau nggak lengkap, jangan mau. Jangan ada alasan nggak lengkap. Ini ‘kan sudah 6 bulan wabah. Bukan baru. Nampaknya terkesan sepele. Jadi kalau nanti sudah banyak korban, yang disalahkan tenaga medis kesehatan juga. Padahal mereka tidak dilindungi. IDI Nias juga harus bersuara,” ujarnya, Kamis (17/9).

Kasus penyakit menular ini, menurutnya, bila tidak diantisipasi dengan benar, kasusnya akan terus meningkat. Ditambah sosialisasi juga sangat kurang. “Seluruh dunia saat ini darurat Covid-19. Begitu juga dengan Indonesia. Kemarin infonya kasus di Nias itu tidak ada. Tiba-tiba sudah tinggi. Jadi terkesan ditutupi. Padahal penyakit menular itu musti diungkapkan. Jangan disembunyikan. Karena itu tetap menular. Aturan kita tahu sebatas mana kita bisa menanganinya di lapangan. Kalau ditutupi kasusnya akan ketahuan juga,” terangnya.

Untuk itu, para tenaga medis diharapkan kompak dan sepakat meminta jumlah APD yang cukup. Artinya, bukan hanya untuk kebutuhan satu hari, tetapi paling tidak untuk kebutuhan sebulan.

“Karena APD ini ada yang sekali pakai langsung buang, seperti masker dan sarung tangan. Kalau APD tidak lengkap, tenaga medis boleh menolak untuk keselamatan diri. Sebab kalau tenaga medis tertular, keluarganya juga bisa ikut tertular,” tegas mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan ini.

Ditambahkannya, pandemi ini bukan hanya urusan kesehatan saja, tapi juga urusan semua sektor. Seharusnya jauh-jauh hari setiap daerah harus sudah disediakan. “Jadi setiap tenaga medis itu wajib pakai APD, termasuk juga cleaning servis di rumah sakit. Petugas laboratorium, dan petugas gizi. Sedangkan penggali kuburan aja pakai APD,” tukasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/