Menilai Kinerja Pemkab Samosir Periode 2005-2010 (Habis)
Sejumlah temuan dalam pemeriksaan laporan keuangan daerah Kabupaten Samosir dinyatakan telah memboroskan maupun merugikan keuangan daerah senilai miliaran rupiah.
Mangapul Sinaga – Samosir
Di Indonesia, jaksa mengakui dan menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (LHP BPK) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) menjadi syarat materil dalam rangkaian proses hukum pidana untuk temuan-temuan tertentu.
Sesuai laporan auditorat utama keuangan negara V BPK-RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Nomor 181/S/XVIII,MDN/05/2011 tanggal 25 Mei 2011, berdasarkan pemantauan atas penyelesaian kerugian daerah pada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir tahun anggaran (TA)Â 2010 diketahui kerugaian daerah yang berasal dari hasil pemeriksaan BPK RI yang belum ditindaklanjuti sebanyak 14 kasus sebesar Rp4.588.118.789,93 diantaranya sebanyak satu kasus sebesar Rp39.600.000,0 merupakan LHP atas LKPD TA 2006, sebanyak satu kasus sebesar Rp1.135.645.961,77 merupakan LHP atas pelaksanaan belanja APBD TA 2006 dan 2007, sebanyak empat kasus sebesar Rp1.737.526.770,10 merupakan LHP BPK-RI atas LKPD TA 2007, sebanyak tiga kasus sebesar Rp210.872.358,86 merupakan LHP BPK-RI atas LKPD TA 2008, serta sebanyak lima kasus sebesar Rp1.464.473.699,20 merupakan LHP BPK-RI atas LKPD TA 2009.
Selain kasus tersebut terdapat kasus kerugian daerah sebanyak 20 kasus sebesar Rp145.989.723,00 yang merupakan kasus hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan Inspektorat Kabupaten Samosir yang sedang dalam proses penyelesaian oleh Inspektorat Kabupaten Samosir.
Merugikan keuangan Negara termasuk dalam rumusan tindak pidana korupsi (TPK), hal ini sesuai Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 junto (jo) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Disebutkan, bahwa rumusan TPK seperti mengacu kepada pasal 2 (berasal dari pasal 1 ayat 1 sub a UU No.3/71), setiap orang (orang perseorangan termasuk korporasi), perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Serta pasal 3Â (berasal dari pasal 1 ayat 1 sub b UU No.3/71). Setiap orang (orang perseorangan termasuk korporasi). dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Di Kabupaten Samosir sendiri, sejumlah temuan BPK seperti di atas memenuhi unsur atau mengarah kepada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum tertentu, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi serta dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pada pasal 8 ayat (3) sendiri menyebutkan, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta pada pasal (4) disebutkan, laporan BPK sebagaimana dimasksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.
Terlepas dari peraturan perundang-undangan dan praktik penegakan hukum yang kurang dapat dipercaya di negeri ini, masyarakat perlu menyadari dan bersikap tegas terhadap penyimpangan dalam penyelenggaraan keuangan Negara/daerah. Karena uang Negara adalah uang rakyat, bukan uang pejabat. Maka segala bentuk kecurangan oknum pejabat yang dilakukan dengan sengaja atau karena lalai perlu disikapi.
Manjadi catatan penting, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dalam pasal 4 mengamanahkan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri dalam menangani korupsi memprioritaskan kasus yang meresahkan masyarakat. Jika masyarakat tidak resah dengan berbagai bentuk pencurian uang Negara, menjadi wajar aparat hukum tidak bertindak. Jika tidak ada pihak yang merasa kehilangan atau tidaka melaporkan adanya kehilangan, wajar aparat mendefenisikan tidak ada masalah, tidak ada pencuri atau tidak ada kasus pencurian. (*)