MADINA, SUMUTPOS.CO – Pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa (DD) untuk warga terdampak pandemi Covid-19 di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), berujung pemblokiran jalan lintas Sumatera (Jalinsum).
Setelah Warga Desa Hutapuli Kecamatan Siabu, Selasa (16/6) lalu memblokir Jalinsum, kali ini giliran warga Desa Huta Dame, Kecamatan Panyabungan Utara, Madina. Warga memblokir jalan dengan meletakkan sopo (pondok) dan membakarnya di tengah Jalinsum yang menyebabkan kemacetan lalu lintas, Kamis (18/6).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, permasalahan ini diduga dipicu dari pembagian BLT-DD 2020 di Desa Huta Dame yang dilakukan kepala desa (Kades). Sesuai data yang ada, sebanyak 56 KK penerima BLT-DD 2020 sebesar Rp600.000 dan sesuai rapat warga, akhirnya dibagikan kepada 130 KK dengan jumlah BLT-DD sebesar Rp237.000.
Dan ujung dari kekecewaan tersebut, warga melakukan pemblokiran Jalinsum dan meminta agar Kades Huta Dame, Albert Sihombing berhenti dari jabatannya. Setelah aparat pemerintah dan Kepolisian melakukan dialog dengan warga, akhirnya sekira pukul 11.55 WIB, pemerintah dan kepolisian berhasil membujuk warga agar memindahkan sopo (pondok) yang berbeda di tengah Jalinsum untuk diangkat dan dipinggirkan dari jalinsum, sehingga lalulintas kembali normal.
Kapolres Madina AKBP Horas Tua Silalahi kepada wartawan membenarkan kejadian itu. “Iya kita bersama pemerintah masih melakukan upaya mediasi,” ujarnya.
Menyikapi kisruh pembagian BLT-DD ini, Ketua DPRD Madina, Erwin Efendi Lubis meminta semua elemen masyarakat bersama stakeholder untuk duduk bersama, mencari solusinya. “Demo warga Desa Hutapuli dan Huta Dame yang berujung pemblokiran Jalinsum, ini hanya sebagian kecil yang terjadi. Situasi ini pecah bukan murni masalah BLT, ini semestinya harus ada hubungaan timbal balik antara yang menuntut dan yang dituntut,” ucap Erwin.
Erwin meminta kepala desa memperlakukan masyarakat sebagaimana mestinya dan jangan buat blok antara masyarakat. Dan masyarakat juga, tuntutlah hak mu sebagai mestinya jangan kaitkan dengan kepentingan apapun. “Selanjutnya, mulai dari camat sampai pemkab juga harus objektif mengkaji, baru mengambil tindakan atas situasi yang terjadi di seluruh Kabupaten Madina yang dapat dipastikan terjadi permasalah di setiap desa,” ucapnya.
Dia melihat, permasalahan di desa ada beberapa faktor, yang pertama inspektorat tidak transparan dalam melaksanakan tugas. Apapun permasalahan di desa, inspektorat itu tidak bisa lapas tanggungjawab. “Kalau inspektroat menjalankan tugasnya sebagai mana mestinya, dan membuat laporan pengawasan yang murni, jangan laporannya ada ditemukan indikasi fiktif atau temuan lain, dibuat tidak ada inilah yang membuat situasi ini ribut seolah-olah terpeliahara,” ujarnya.
Kalau tidak ada peluang kepala desa untuk memainkan anggaran desa, masyarakatnya juga akan nyaman, kalau masyarakatnya nyaman tidak akan terjadi keributan seperti ini. “Jika ada permasalahan desa kembalikan kepada siapa yang menginvestigasi, supaya bupatipun jangan terlalu pusing memikirkan itu, semua desa ingin mendatangi bupati menyampaikan kepala desa itu tidak benar,” imbuhnya.
“Kapan lagi masyarakat ini terbenahi dan kapan lagi pemerintahan ini akan nyaman kalau terus menerus aduan itu diterima,” ucapnya.
Dan Kejadian seperti ini seharusnya tidak boleh dilakukan masyarakat menutup jalan lintas Sumatera. “Ini bukan jalan daerah, ini jalan negara. Kangan karena kepentingan mereka, orang lain dirugikan. Itu tidak boleh ditoleransi. Kalau ada yang tidak cocok antara warga dengan pemerintahannya lakukan komunikasi, kalau tidak bisa komunikasi lakukan pengaduan jangan merugikan kepentingan masyarakat luas,” pungkasnya. (mbo)